- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Beda PDI P dan Demokrat Sikapi “Keberingasan” KPK


TS
setiadiprayoga
Beda PDI P dan Demokrat Sikapi “Keberingasan” KPK

Kata TS:Demokrat selalu tegas dan paling konsisten dalam hal upaya pemberantasan korupsi. Meski di tahun-tahun sebelum rejim ini, banyak Kader yang dibawa kemeja hijau oleh KPK, tetapi partai Demokrat memandang hal tersebut sebagai upaya bersih-bersih partainya dari golongan orang yang mengambil keuntungan dari korupsi. berbeda dengan PDI-P, usul hak angket KPK kemarin secara tegas menjelaskan partai macam apa PDI-P ini. keberpihakkannya kepada wong cilik dan pemberantasan korupsi perlu dipertanyakan ulang rasanya,,,
politiktoday
Jika melihat berdasarkan nama kader PDI P yang disebut ikut terlibat kasus e-KTP, memang akan membahayakan posisi mereka.
Hak Angket yang digulirkan DPR RI terkait penangganan kasus korupsi e-KTP oleh KPK mengundang perbincangan publik. Kenapa DPR RI seperti ketakutan terhadap pengusutan kasus tersebut, jika memang tidak melakukan tindakan korupsi, seharusnya DPR membiarkan KPK menjalankan tugasnya dan bukan malah menggunakan hak angket yang akan membuat konsenstrasi KPK terpecah.
DPR RI yang dimaksud disini adalah partai yang mengusung hak angket, bukan seluruh partai yang ada di DPR. Patut dicatat, dengan adanya hak angket ini jelas makin berpotensi makin menggerus kepercayaan masyarakat kepada lembaga tersebut. Tentu akan menjadi tanda tanya buat masyarakat, kenapa DPR mencoba menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi.
Namun yang akan saya coba kupas lebih spesifik adalah partai pemenang pemilu, dalam hal ini membandingkan antara PDI Perjuangan dengan Demokrat. PDI P merupakan partai pemenang dan pimpinan koalisi pemerintah saat ini, sedangkan Demokrat pemenang pemilu 2009 dan juga pimpinan koalisi saat itu.
Dalam kasus e-KTP, beberapa orang kader PDI P disebut-sebut terlibat. Mereka disebut ikut menikmati pembagian uang saat masih duduk di komisi II DPR, sebagai komisi yang membahas tentang proyek e-KTP. Meski belum satu orang pun kader PDI P yang menjadi tersangka, tapi sikap PDI P yang mendukung hak angket membuat publik jadi curiga. Kenapa PDI P menjadi pihak yang ngotot mengajukan hak angket, kalau memang kader mereka tidak terlibat seperti yang disampaikan dalam berbagai kesempatan.
Jika melihat berdasarkan nama kader PDI P yang disebut ikut terlibat kasus e-KTP, memang akan membahayakan posisi mereka. Karena nama-nama tersebut saat ini menjadi pejabat publik dan berpotensi merusak nama PDI P. Misal nama yang disebut seperti Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly, Gubernur Sulawesi Utara Olly Donkodombey, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ganjar sudah pernah menjadi saksi di pengadilan, sedangkan Yasona mangkir dari panggilan KPK.
Dengan pengajuan hak angket ini, tentu sikap PDI P makin dipertanyakan publik. Kenapa gelisah dan ada upaya untuk melemahkan KPK disaat lembaga tersebut sedangkan beringasnya mengusut kasus korupsi?. Apalagi saat ini KPK juga telah maju satu langkah dalam pengusutan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah. Tentu sikap PDI P itu dikaitkan dengan peran pemerintahan Megawati dengan kasus BLBI.
Seharusnya PDI P bisa belajar dari partai penguasa sebelumnya, yaitu Partai Demokrat. Saat mereka dihantam badai korupsi, dimana banyak kader bahkan Ketum Demokrat sendiri terseret korupsi. Partai berlambang mercy tersebut tidak mengajukan hak angket, dan tidak ada upaya pelemahan KPK yang dilakukan Demokrat saat mereka berkuasa. Padahal waktu itu bisa saja Demokrat melakukan hal tersebut, selain punya banyak kursi di DPR, mereka juga pimpinan koalisi.
Pilihan Demokrat yang membiarkan proses hukum di KPK berjalan memang merugikan mereka sendiri, lihat saja bagaimana anjloknya perolehan suara Demokrat pada Pileg 2014.
Dari partai pemenang pemilu, menjadi partai yang urutan keempat. Tapi itu menunjukkan kalau Demokrat menjadi partai yang pro terhadap pemberantasan korupsi, mereka tidak menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Itu menjadi catatan penting untuk kita yang mempunya hak pilih.
Saat hak angket kasus e-KTP bergulir, Demokrat kembali menjadi garda terdepan menolak hal tersebut. Demokrat secara tegas menyatakan penolakan dalam paripurna, dan hal itu patut untuk dicatat.
Jelas hal ini menunjukkan kalau Demokrat bukan partai yang melindungi pihak yang melakukan korupsi, termasuk kader mereka sendiri.
Dukungan terhadap KPK juga datang dari mantan Ketua MK yang sekaligus pakar hukum, Prof Mahfud MD. Dalam cuitannya di twitter, Mahfud mengatakan kalau KPK harus terus jalan, karena telah dijamin oleh UU. Dia juga menyebutkan, kalau sesuai dengan pasal 79 ayat 3 UU MD3, yang bisa diangket oleh DPR adalah pemerintah dan lembaga pemerintah non kementerian, KPK bukan pemerintah. Menurut Mahfud, dalam UUD kita, pemerintah hanya eksekutif.
Oleh Faizul Alexander Jambak (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Ekasakti Padang)
politiktoday
0
3.7K
51


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan