kabbalah666Avatar border
TS
kabbalah666
Buka Lapak Buku Berbau Komunis di Perpustakaan, Ketiga Mahasiswa Ini Diskorsing
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Telkom di Bandung, menskorsing tiga mahasiswanya karena membuka lapak buku di Perpustakaan Apresiasi.
Yang jadi masalah bagi kampus, dari puluhan buku itu, ada tiga yang dianggap berbau komunis.
Keputusan skorsing itu, lantas memunculkan protes dan solidaritas bagi tiga mahasiswa tersebut. Namun betulkah buku-buku itu mengandung ajaran komunis?
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
“Nama saya Sinatrian Lintang Raharjo. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom angkatan 2012. Saat ini, saya sedang diskorsing gara-gara lapak buku yang ada buku kirinya dan melakukan aksi massa, “ ungkap Sinatrian.
Buku yang dimaksud Lintang adalah Manifesto Partai Komunis yang ditulis Karl Marx dan Friedrich Engels, serta dua buku terbitan Tempo, yakni Buku Edisi Orang Kiri Indonesia: Njoto - Peniup Saksofon di Tengah Prahara dan Musso - Si Merah di Simpang Republik.
“Sekitar 50-70an buku yang kami punya. Sebenarnya ada tiga yang dianggap kiri. Nyoto sama Muso dan Manisfesto Partai Komunis, "kata Lintang.
Puluhan buku itu adalah koleksi Perpustakaan Apresiasi yang biasa digelar di selasar Dekanat yang bersebelahan dengan ruang kelas dan kantin kampus.
Perpustakaan bikinan mahasiswa ini sudah ada sejak 2014. Wujudnya pun tak mewah, hanya lapak beralas baner bekas. Dan, selama itu pula tak ada masalah dengan kampus.
Tapi 9 November 2016, jadi musibah bagi pemuda berusia 22 tahun tersebut yang ikut mengelola perpustakaan. Kala Wakil Rektor IV, Yahya Arwiyah, lewat di depan lapak gratis mereka.
Warek IV, cerita Lintang, kemudian menghampirinya, Fidocia Wima, dan satu temannya. Di situ, Warek IV bertanya tentang kegiatan mereka dan siapa yang memberi izin membuka lapak.
“Warek empat 9 November, itu sampai marah. Akhirnya kita bubar, “ungkap Lintang.
Itu hari, ada tiga buku dirampas semuanya yang dianggap berbau komunis. Warek IV berdalih buku-buku itu dilarang beredar di Telkom University.
“Buku ini nggak boleh ada di Tel-U. Ini komunis ini dilarang di konstitusi. Pokoknya nggak boleh saya Warek IV. Saya yang bikin aturan, ”kata Edo.
Penyitaan buku oleh Warek IV, rupanya menyulut solidaritas mahasiswa Universitas Telkom dan aktivis literasi Bandung. Pertengahan November 2016, aksi demonstrasi itu dipimpin Lazuardi Adnan Faris.
Namun, buntut penyitaan buku dan demonstrasi malah membuat ketiganya, Sinatrian Lintang Raharjo; Fidocia Wima Adityawarman mahasiswa Jurusan Bisnis Telekomunikasi dan Informatika; dan Lazuardi Adnan Faris mahasiswa jurusan Teknik Informatika, disidang etik.
Ketiganya dipanggil satu persatu, dengan waktu yang berbeda-beda.
Sidang etik Lintang digelar November tahun lalu. Sementara Faris sebulan setelahnya. Sedang Edo, baru dipanggil Januari 2017. Saat sidang etik, kata Edo, delapan orang dari pihak kampus mempertanyakan kegiatsan mereka.
“Saat itu tidak nggak ngomong skorsing sama sekali. Cuma ditanyain kronologis. Motifnya apa? Tujuannya perpustaakaan ini apa? Orangnya ada berapa? Karena ada posternya, siapa yang bikin ini? ”ungkap Edo.
Hingga akhirnya, keluarlah Surat Keputusan skorsing untuk ketiganya pada 20 Februari lalu.
“Ini tahap akhir, sudah mau sidang, terus lulus. Tapi diskorsing, gimana rasanya. Tinggal ngelangkah gini, ada kulit pisang jatuh, “ungkap Lintang.
Fidocia Wima atau Edo dan Sinatrian Lintang diskorsing karena membuka lapak buku berbau kiri di sekitar kampus. Sementara, Lazuardi Adnan Faris diskorsing karena memimpin aksi demo di kampus dan mencemarkan nama baik kampus. Kata Lazuardi Adnan Faris.
“Tuduhanku berbeda dengan dua kawan tadi. Pertama memutarbalikan fakta, kedua melakukam ujuk rasa dengan unsur kebencian, dan terakhir meminpin rapat dengan pihak luar, ”kata Faris.
Lama skorsing ketiganya berbeda-beda. Edo dan Faris diskorsing dari 16 Januari hingga 16 Maret. Sedang Lintang sejak 16 Januari hingga 18 Mei mendatang. Sial, kata Lintang, karena kampus enggan menjelaskan alasan kenapa sanksi untuknya lebih berat.
“Sebenarnya nggak dijelasin ketika mempertanyakan (skorsing 6 bulan-red). Saya nggak tahu problemnya apa. Mungkin pembawaan saya nggak jelas, makanya dilama-lamai, ”kata Edo dan Faris.
Sementara itu, Juru Bicara Telkom University, Dedi Kurnia Syah Putra, berdalih skorsing dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran ketiganya.
“Aktivitas mereka bukan aktivitas literasi. Aktivitas mereka itu adalah mereka bikin kelompok di salah satu gedung universitas kami, itu kami anggap sebagai pelanggaran. Karena tidak mengindahkan regulasi kepada kami. Contohnya menjaga kebersihan, tidak membuat gaduh, tidak membuat isu yang kiranya itu adalah muatan hasutan, ujaran kebencian kepada pimpinan dll, “kata Dedi.
Penjatuhan skorsing terhadap tiga mahasiswa Universitas Telkom, menurut Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, tak masuk akal. Apalagi dasarnya buku-buku itu berbau komunisme. Simak kelanjutan ceritanya esok.
Penulis : Eli Kamilah / Sumber : Kantor Berita Radio

http://www.tribunnews.com/pendidikan...ini-diskorsing


komunis ini gak laku bray
israel itu akan jadi khilafah state


0
1.4K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan