Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

odiflaAvatar border
TS
odifla
Jika Kalian Generasi 90
Jika kalian adalah generasi 90-an, gue berani bilang rata-rata sekarang kalian berusia 20-25 tahun. Di usia 20-25 tahun, menurut gue adalah masa dimana kita akan terjebak dalam suatu fase yang sangat teramat membingungkan. Kalian dituntut untuk bisa menjadi dewasa (setara dengan mereka para orang tua) walaupun pada kenyataanya ‘tingkat kedewasaan seseorang tidak selamanya berbanding lurus dengan usia mereka.’ Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Di lain sisi, pada usia tersebut tidak jarang dari kita yang ingin agar momen menjadi dewasa itu sedikit lebih diperlambaat, entah itu karena kitanya yang belum siap dengan semakin banyaknya tangung jawab yang di bebankan ataupun karena kita yang masih susah move on dari indahnya masa remaja dulu yang penuh dengan drama canda-tawa, sedih, senang, suka dan duka.
Gue pernah baca suatu artikel tentang generasi 90-an, di artikel tersebut dikatakan,’generasi 90-an adalah generasi terlambat untuk bisa hidup mandiri, tidak seperti generasi sebelumnya (angap aja orang tua kita) yang lebih cepat untuk dapat hidup mandiri.’ Setelah gue baca, gue sempat merenung dan berpikir sesaat, ‘apa benar yang dikatakan artikel tersebut?’. Gue mulai larut dan masuk ke dalam imajinasi liar alam bawah sadar gue.
‘Hal apa yang belum bisa gue lakuin di usia sekarang dan dapat dilakukan oleh generasi sebelumnya di usia yang sama?’
‘Fido, tolong kupas kan mangga di kulkas ya?’ kata mama seraya mempersiapkan perlengkapan sekolah adek gue yang paling pintar dan jenius yang gak pernah gue akui di depan dia. ‘Oke ma, gampang,’ sahut gue kalem.
10 menit kemudian.
Gue masih merenung dengan sebuah pisau di tangan kanan dan sebuah mangga di tangan kiri. Gue ingat, gue belum pernah mengupas mangga dengan pisau sebelumnya. ‘Gimana fido? Uda selelasai kupas mangganya?’, teriak mama. ‘Ehhmm ehhmm, sudah ma’, teriak gue spontan. Gak lama kemudian gue pun datang menghampiri mama ,‘Ini maa, pisang dan jeruk nya uda fido kupasin.’ Dengan menahan tawa mama berkata,’ nak, nak, masak kupas mangga aja gak bisa, kalah dong sama, heeemm heeemm heeemm, anaknya tante Ika.’ Gue yakin awalnya mama mau menyebut sodara-sodara gue yang lain dan segera sadar kalo anak-anaknya yang lain juga belum tentu bisa mengupas mangga dengan pisau sehingga terpikirlah anak si tante Ika yang suatu saat akan gue tantang untuk lomba mengupas kulit buaya yang masih hidup.
Itu adalah salah satu contoh kasus sederhana kenapa si penulis artikel berani-beraninya mengatakan generasi 90-an adalah generasi yang sedikit terlambat untuk bisa hidup mandiri. Apa jangan-jangan sample yang di ambil si penulis artikel itu adalah gue seorang dan dia mengkambing hitamkan generasi 90-an. Maybe yes, maybe no.
Yap, gak bisa dipungkiri, ada banyak hal mengenai keterampilan dasar yang dapat dilakukan oleh orang tua gue (generasi sebelum 90-an) di usia yang sama dengan gue sekarang dan gue belum dapat melakukanya. ‘Watashi no namaewa alfido des, fido to yonde kudasai’, kata-kata dalam Bahasa Jepang yang gue paham dan gue yakin orang tua gue gagal paham apa artinya . Itu berarti gue unggul 1 poin, dan masih kalah 100 poin dari generasi sebelum 90-an. 1 poin yang sungguh sangat dipaksakan.
Dengan keterampilan yang sangat memumpuni, generasi sebelum 90-an akan lebih siap untuk dapat hidup mandiri. Mereka dapat melakukan apa saja seorang diri tanpa banyak bergan ntung dari orang lain. Hal itu juga mungkin yang menyebabkan para pria tidak terlalu memikirkan pernikahan di usia muda. Secara, mereka dapat melakukan apa saja seorang diri. Data statistic juga menunjukan generasi sebelum 90-an cendrung akan menikah di usia mereka yang ke 30 tahun (bagi pria) dan usia 18-20 tahun (bagi wanita). Ada gap usia yang cukup jauh antara pasangan pria dan wanita saat menikah. Tapi itu bukanlah sebuah masalah besar, dengan bekal keterampilan yang memumpuni untuk dpaat hidup mandiri, semua akan baik-baik saja. ‘Apakah para wanitanya sudah mandiri diusia 20 tahun tersebut?’ sebuah pertanyaan bagus.
Gue akan coba menjawab dengan analisa gue. Generasi sebelum orang tua kita atau generasi kakek-nenek kita adalah genenasi yang boleh gue sebut sebagai generasi TANGGUH. Kebanyakan pekerjaan generasi TANGGUH adalah bertani, berdagang, berlayar dan berkebun. Bahu membahu kakek-nenek kita bekerja untuk menafkahi anak-anak-anak-anak (anaknya banyak) mereka. Karena kakek-nenek kita bekerja seharian penuh, untuk mengatur kenyamanan dan ketentraman rumah. Kepercayaan penuh akan diberikan kepada anak perempuan pertama untuk mengatur dan mengurus rumah. Tidak heran, di usia yang masih sangat muda ,anak perempuan pertama, sudah diajarkan bermacam-macam keterampilan. Bagaimana cara menggendong bayi, membersihkan rumah, mencuci pakaian, masak dan banyak keterampilan lainnya. Siklus ini akan terus berputar ke anak perempuan berikutnya. Jadi dari analisa gue, di usia 20 tahun, wanita generasi sebelum 90-an sudah sangat siap untuk menikah. Mereka bisa karena mereka terbiasa. Pekerjaan rumah tangga akan sangat gampang bagi mereka untuk diselesaikan.
Kembali ke generasi 90-an. Generasi yang selalu gue banggakan. Generasi yang bersamanya telah membentuk pribadi gue menjadi seperti ini. Generasi 90-an cendrung akan menyudahi masa lajangnya dan menikah di usia 25-26 tahun. Kalaupun terdaapt gap usia antara pria dan wanita, perbedaan tidak bakal terlalu jauh, mungkin hanya 1-3 tahun. ‘kenapa terjadi perbedaan rata-rata usia pernikahan generasi 90-an dan generasi sebelum 90-an?’
Menurut gue itu hal itu terjadi disebabkan beberapa hal. Selain karena zaman yang memang sudah berubah. Hal yang paling masuk akal bagi gue adalah karena kurangnya keterampilan untuk dapat hidup mandiri paada generassi 90-an. Diatas tadi, gue uda memberikan sebuah contoh tentang betapa kurang mandiri nya diri gue sendiri. ‘ Terus, apa hubunganya dengan menikah di usia 25 tahun pada generasi 90-an?’
Oke, generasi 90-an akan cendrung memilih pasangan hidup yang usianya tidak berbeda jauh dari mereka adalah agar dapat membantu menyelesaikan kekurangan yang ada pada diri mereka. Gue bisa bilang, ketika ada suatu hal yang tidak dapat dilakukan si pria, si wanita dapat memabantunya, begitupun sebaliknya. Atau ketika ada suatu hal yang mereka berdua tidak paham, dengan bersama tentu akan lebih mudah untuk menyelesaikannya.
Suatu pagi di hari minggu di rumaah pasangan generasi 90-an
‘Aduhh sayang, gimana ni caranya bersihin ikannyaa, susah banget?’melas si Istri ke suaminya. ‘Apa pisaunya kurang tajam ya?’ tambah si istri sambil manyun-manyun menggemaskan. Dengan santai si suami datang mnghampiri si istri dan mencoba untuk menjadi problem solver handal. ‘Coba sini aku liat pisaunya.’
Dengan hanya melihat dan mengoreskan pisau diatas meja, si suami berkesimpulaan tidak ada yang salah dengan pisaunya, pisau tersebut masih cukup tajam. ‘ Sayang, biar aku saja yang meanjutkan membersihkan ikan-ikan ini, kamu istirahat aja dulu. Pasti kamu lelah, sudah setengah hari kamu habiskan waktu untuk memotong 5 buah bawang, itu sudah lebih dari cukup untuk menguras tenagamu.’ Kata si suami yang membuat istrinya melting. ‘Makasi ya suamiku, kamu memang sangat pengertian’, jawab si istri seraya meninggalkan suaminya seorang diri di dapur.
3 jam berlalu.
‘Sial, susah banget membersihkan ikan-ikan ini, sudah berjam-jam aku disini dan hanya 2 ikan yang mampu aku bersihkan, iam done now.’ Dengan selalu mengandalkan pikirannya, si suami pun mengakalinya dengan cara yang sungguh menakjubkan.
Tidak lama berselang, si suami pun menghidangkan makanan hasil kreatifitasnya diatas meja makan. ‘Taaaraaaa, waktunyaa kita makann,’ teriak si suami degan wajah sumeringgah di depan istrinya yang sudah tampak kelaparan di depan meja makan. ‘Waaaw, akhirnya kita bisa makan juga ya sayang, aku uda lapar banget.’
Kriikk krikkk kriiikk.
‘Suamiku, kamu masak apa ini ikan-ikanya? Kok sisik ikanya masih banyak banget?’
‘Iyaa sayaang, tadi aku kepikiran , jika aku menggoreng ikan-ikan tersebut dengan suhu yang tinggi dan minyak yang banyak maka sisik dari ikan tersebut akan terkelupas sendirinya tapi ternyata dugaanku salah, sayang.’ Jawab si suami sambil memainkan kedua jempol tanganya.
Hari itu juga pasangan generasi 90-an ini memutuskan untuk mencari makan diluar. Dari kejadian itu mereka dapat belajar. ‘Memasak bukanlah hal yang mudah, dan memakan ikan dengan sisik yang masih banyak bukan lah suatu pilihan cerdas.
Gue rasa uda cukup panjang pemikiran serta sudut pandang gue mengenai generasi 90-an. Semoga ada manfaatnya bagi yang membaca dan dapat berguna bagi generasi 90-an.
“watashi no namaewa alfido des, fido to yonde kudasai.”

0
4.5K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan