

TS
metrotvnews.com
Bersama Melawan Teror Koruptor

Metrotvnews.com, Jakarta: Busuk. Begitulah buruknya perilaku korupsi sejak dari pemaknaan istilahnya. Corruptio, diambil dari kata kerja Latin corrumpere, digunakan untuk apa pun yang bersifat merusak, menggoyahkan, memutarbalik dan menyogok.
Saking busuknya, orang-orang yang berwatak korup, tak segan dan cenderung terpancing melakukan keburukan lainnya. Berbohong, mencari kambing hitam, bahkan, melakukan teror kepada siapa pun yang ia anggap berpotensi menjadikan belangnya terbeber ke mana-mana.
Pagi tadi, kalau boleh menduga, penyiraman air keras ke wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, 99,9 persen alias nyaris pasti berhubungan dengan kegigihan upaya korban dalam membongkar kasus-kasus rasuah di Indonesia. Apalagi, suara publik, termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo sendiri, kompak menengok skandal mega-korupsi pengadaan KTP-el. Isu menjijikkan yang tengah menjadi sorotan dan diduga melibatkan banyak oknum dari berbagai macam latar belakang.
'Yang paling besar itu (kasus KTP-el),' tegas Agus usai menjenguk Novel di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa 11 April 2017.
Memang, tak ada pekerjaan yang nihil risiko. Lebih-lebih bagi pemberantas korupsi, akibat yang diterima bisa mewujud bahaya, bahkan mengancam nyawa.
Jika sudah seperti ini, pemerintah tidak boleh tinggal diam. Wacana memberikan sanksi yang menjerakan untuk para koruptor, diberlakukan pula bagi usaha-usaha yang bisa menghalangi dan menghambat jalannya pengusutan. Melampaui itu, pemerintah juga mesti memberikan jaminan [URL="http://http://news.metrotvnews.com/peristiwa/0KvGJjRN-penyidik-kpk-perlu-perlindungan-ekstra"]perlindungan ekstra[/URL] kepada para pemberantas korupsi.
Ragam intimidasi
[URL="http://http://news.metrotvnews.com/peristiwa/Gbm6Rn1k-jalan-terjal-novel-baswedan"]Bukan sekali ini[/URL] Novel mengalami teror. Setidaknya, dua itimidasi serupa dialami penyidik KPK ini pada 2012 dan 2016. Novel pernah ditabrak sebuah mobil ketika sedang menangani kasus dugaan korupsi Bupati Buol, Sulawesi Tengah. Tahun lalu, kejadian itu berulang dialami Novel ketika dalam perjalanan menuju Gedung KPK.

Lepas dari Novel, begitu juga teknis yang dipakai dalam mengintimidasi, KPK sudah cukup kenyang berada di tengah tekanan. Dari kriminalisasi pucuk pimpinan hingga upaya pengebirian wewenang melalui undang-undang.
Termasuk dalam kecurigaan adanya kait-paut affair KTP-el, sebelum Novel dicelakai, muncul pula upaya oknum parlemen untuk melucuti wewenang lembaga pemberantas rasuah itu melalui revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Dalam revisi UU itu, paling tidak mengandung empat poin yang dianggap akan mengganggu kinerja KPK. Yakni, pembatasan penyadapan, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan pengangkatan penyelidik dan penyidik.
Dewan Keahlian DPR begitu getol melakukan sosialisasi RUU tersebut ke kampus-kampus. Sayangnya, dua hal yang tampak aneh, usaha itu tetap jalan meskipun tak jarang mendapatkan penolakan dari peserta sosialisasi, ditambah lagi, DPR tidak pernah membuka ruang untuk meminta masukan atau pertimbangan dari KPK.
Para terduga koruptor bisa bergerak dan menyerang melalui jalan apa saja. Terkait teror, Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan hal itu bukan saja dilakukan demi menghalangi penegakan hukum dan keadilan, namun juga menyebarkan ketakutan.
'Kalau sampai KPK mendiamkan kasus ini, kejahatan telah begitu sempurna mengepung Indonesia dan selamat datang kegelapan,' kata Bambang.
Melalui pengalaman Bambang pula, orang jadi tahu, bahwa koruptor selalu berkoalisi dengan mafioso, serta berkelindan dengan politik konglomerasi.
KPK tak boleh sendirian
Sebenarnya, sudah jauh-jauh hari KPK menebak akan adanya serangan balik dari para koruptor. KPK merasa, cuma dukungan masyarakat yang membuat lembaga bentukan 2002 ini bisa tetap tegak dan bergerak.
Terkecuali koruptor itu sendiri, tentu setiap orang pun menginginkan agar kejadian yang menimpa Novel Baswedan pagi ini tak terulang kembali. KPK dengan tanggung jawab begitu besar tak boleh berjuang sendirian.
Dua hal lainnya, perlindungan personel dan wewenang perlu ditingkatkan. Jangan terlalu keburu memasang muka masam, kalau-kalau keistimewaan yang diberikan itu bakal potensial terjadi penyelewengan wewenang.
Terkait wewenang KPK, mungkin hal ini kerap bersinggungan dengan beberapa lembaga lain. Maka, gesekan-gesekan pun sesekali menyumbang hambatan tersendiri dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebut saja, perseteruan KPK dan Polri berjuluk Cicak Vs Buaya yang berlangsung hingga tiga jilid.
Soal itu, bukan sesuatu yang tidak tahu sama tahu. Akhir bulan lalu misalnya, tiga lembaga Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK menandatangani nota kesepahaman agar bisa sering sejalan dalam menjalankan misi pemberantasan korupsi.
Dalam kesepakatan itu, Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan tantangan paling berat dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi adalah kemungkinan adanya serangan balik dari para koruptor. Apa sebab? Koruptor hampir pasti bukan sembarang orang. Ia punya pengaruh, kedudukan, dan uang. Ketiga itu, bisa menggerakkan sesuatu termasuk menghambat jalannya penyidikan.
Ya, pada 29 Maret 2017 itu tiga institusi penegak hukum telah mufakat untuk bersama-sama berjuang. Dan dari kesepakatan yang ditandatangani di Rupatama, Mabes Polri itu, semoga tak menjadikan KPK hari ini tetap merasa; sendirian.
Sumber : http://news.metrotvnews.com/news/gNQ...teror-koruptor
---
Kumpulan Berita Terkait :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
711
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan