ervandirzaAvatar border
TS
ervandirza
Apa Kabar Proyek Infrastuktur Jokowi?



Salah satu aksi yang sedang dilancarkan oleh tim pencitraan Presiden Jokowi adalah persepsi bahwa Jokowi adalah Bapak Infrastruktur. Citra ini linier dengan target pembangunan infrastruktur besar-besaran pada era pemerintahan Jokowi. Tetapi, pertanyaan dibalik segala proyek monumental itu adalah pembangunan ini buat siapa? Benarkah berorientasi kerakyatan atau malah cenderung menguntungkan pengusaha?

Jika ditelisik mendalam, ada beberapa fakta yang patut dikaji terkait proyek monumental era Jokowi ini. Puncak masalahnya adalah pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membangun infrastruktur sesuai target yang sudah ditetapkan. Karena kekurangan modal, pemerintah terpaksa menerapkan dua kebijakan utama, yaitu melibatkan meminjam uang dari luar negeri atau melibatkan pihak swasta.

Pertama, meminjam uang dari luar negeri. Perkara hutang luar negeri dengan bunga yang besar ini, kita sudah sama-sama tahu dampaknya. Hari ini, perkara pembayaran pokok dan bunga pinjaman luar negeri telah membebani anggaran negara. Konyolnya, di era pemerintahan Jokowi ini grafik perkembangan hutang luar negeri pemerintah meroket tinggi.

Akibat ambisi besar tetapi dana tidak cukup, APBN akan kian terbebani untuk membayar utang kepada investor. Akibatnya APBN akan disandera asing. Seluruh kebijakan yang dibuat dalam APBN akan ditentukan oleh maunya asing. Sinyal kelumpuhan kedaulatan bangsa akibat mengharap utang luar negeri ini sudah terlihat jelas.

Banyak proyek yang didanai oleh utang luar negeri mewajibkan penggunaan produk-produk impor dan jasa para pekerja asing. Ambil contoh utang proyek MRT Jakarta yang diperkirakan akan membebani utang pemerintah dan rakyat Indonesia selama 40 tahun lamanya. Sebanyak 50% besi baja diimpor, produk petrokimia juga impor untuk proyek tersebut. Ini bukti kebijakan pembangunan infrastruktur secara jor-joran di era Jokowi telah mengabaikan industri nasional.

Kebijakan ini berbanding terbalik dengan negara-negara lain yang sedang menggembor-gemborkan membeli produk nasional. Amerika Serikat sudah menjalankan program Buy American Product sejak era Obama, di mana APBN AS mesti dibelanjakan untuk pembelian produk-produk AS. Uni Eropa juga menerapkan kebijakan buy erupean act. Lantas mengapa Indonesia sebaliknya? Padahal Jokowi sudah menggembor-gemborkan cinta pada produk dalam negeri. Tetapi utang luar negeri malah digunakan membeli produk-produk impor secara serampangan yang kelak akan dibayar dengan pajak rakyat?

Kedua, melibatkan swasta. Skenario ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, pemerintah menggadaikan BUMN kepada swasta dan asing. BUMN dipaksa mengambil utang yang besar untuk mendanai mega proyek infrastruktur. Kedua, proyek-proyek monumental ini dibiayai dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN sebesar ratusan triliun.

Muara dari keduanya sama. Substansi BUMN sebagai perusahaan pelayanan publik akan bergeser menjadi berorientasi profit . Proyek-proyek tersebut kelak sepenuhnya akan dikelola untuk mengejar laba. Akibatnya rakyat akan dibebani tarif sangat tinggi. Kekuatiran ini sudah terbukti dari tren kenaikan tarif listrik berturut-turut di era pemerintahan Jokowi.

Yang patut dicermati, proyek-proyek monumental Jokowi terkesan mengabaikan perkara lingkungan dan sosial. Keselamatan rakyat terancam akibat proyek yang ugal-ugalan tanpa studi analisis mengenai dampak lingkungan yang memadai. Penggusuran pemukiman warga dan persawahan di Sukamulya, Majalengka, untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat bisa menjadi contoh. Pembangunan tersebut sudah membuat konflik agraria antara negara dengan masyarakat. Padahal, selepas reformasi tidak pernah terjadi bentrokan antara masyarakat dengan aparat yang membela kepentingan investor sedahsyat kejadian di Majalengka.

Tidak bisa dipungkiri, strategi Jokowi membangun sebanyak-banyaknya infrastuktur mirip era kepemimpinan di Orde Baru.Pola oligarki dalam mengejar pembangunan infratruktur secara habis-habisan telah berakibat pada daya rusak secara ekonomi, politik, sosial budaya dan ketahanan nasional. Proyek-proyek monumental itu, sekalipun berhasil akan tergelincir menjadi sarana neo kolonialisme dan imperialisme. Sebaliknya, jika gagal maka negara akan menjadi sandera swasta atau pihak asing. Salah-salah, negara terpaksa tunduk pada kemauan asing.

TS Thought:bener juga ya gan emoticon-Cape d...

cekidot: http://politiktoday.com/%E2%81%A0%E2...tuktur-jokowi/
0
2.4K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan