- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Aktivitas Pedagang di Malam Hari Bikin Resah Pemilik Ruko


TS
PutraKucink
Aktivitas Pedagang di Malam Hari Bikin Resah Pemilik Ruko

MetroSiantar.com, SIANTAR – Maraknya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan malam hari di pinggir Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka Kota Siantar menimbulkan keresahan dari pemilik ruko. Mereka berharap segera dilakukan penertiban.
Salah seorang pemilik ruko yang juga mewakili rekan-rekannya yang lain, Hendrik mengatakan bahwa hadirnya pedagang malam di lokasi tak hanya menimbulkan kesemrawutan dan mengganggu pengguna jalan, tetapi juga turut mengganggu pemilik rumah toko di sekitar lokasi berjualan itu.
Ia menambahkan, aktifitas PKL yang marak terjadi belakangan diharapkan jangan dibiarkan begitu saja. Dan, jangan sampai hal ini menimbulkan persoalan baru. Apalagi para pedagang disebut menutup akses keluar-masuk ruko.
“Kita meminta supaya ditertibkan. Ini sudah jelas menghalangi kegiatan kita, seperti keluar masuk ruko. Kemudian kalau kita mau beristirahat di dalam (ruko-red), juga tidak tenang karena suara para pedagang dan pembeli,” ucap Hendrik, Minggu (2/4).
Menurutnya, apa yang dilakukan PKL malam tersebut sudah di luar batas toleransi. Karena tidak jarang mereka menggunakan pintu ruko sebagai sarana untuk menjajakan dagangannya. Dan, biasanya aktifitas berjualan berakhir hingga pukul 01.00 WIB.
“Makanya kita meminta Pemko segera melakukan penertiban. Kalau sampai barang dagangan ditempelkan ke pintu, itukan sudah keterlaluan. Beberapa orang sudah kita nasehati, tetapi PKL yang datang malam berikutnya bisa tukar orang. Harapan kita, PKL itu ditertibkanlah,” kata warga lain, pemilik beberapa ruko yang berada di dua jalan inti Kota Siantar tersebut.
Sementara itu Anggota DPRD Kota Pematangsiantar, OW Hery Darmawan sepakat dengan para pemilik ruko. Menurutnya, sesegera mungkin Pemko Pematangsiantar harus menanggapi permasalahan itu. Sebab menurut OW, permintaan warga yang tinggal di Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka itu adalah hal yang sangat wajar.
“Kalau ditanya meresahkan, ya. Bagaimana pemilik ruko tenang jika ada aktifitas PKL yang mengganggu. Jadi, jalan satu-satunya adalah, mereka ditertibkan,” terangnya.
Secara prinsip, kata OW, dipastikan tidak ada yang komplain atas hadirnya PKL. Hanya saja, ada ketentuan yang harus diikuti sehingga tidak merugikan orang lain.
Ia mengatakan, maraknya PKL harus ditangani serius oleh Pemko Pematangsiantar. “Kita sarankan, dicarilah lokasi yang pas bagi PKL. Keberadaan PKL ini kan termasuk penopang pertumbuhan ekonomi di Kota Siantar. Tetapi tempatkanlah mereka di lokasi yang aman dan nyaman bagi siapapun,” ucapnya.
Penataan dinilai sangat penting guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pematangsiantar, lanjut OW. Artinya, tidak ada salahnya PKL tersebut diberikan beban untuk membayar restribusi.
Para PKL tidak ada salahnya jika ditempatkan, seperti di Jalan Soasio, Jalan Bandung, Jalan MT Haryono atau di jalan lainnya yang dianggap cocok penempatannya.
“Peraturan mengenai PAD dari PKL ini sudah sangat penting untuk dibuatkan supaya tidak liar. Kemudian, keberadaan PKL malam yang legal akan menghidupkan kota ini. Makanya, saya pribadi mendorong dilakukan penempatan yang baik,” katanya.
Dia mengungkapkan, penempatan PKL malam hari sesuai jenis dagangannya diyakini akan memudahkan warga mencari kebutuhannya. Memberikan edukasi nama jalan di Kota Siantar sesuai dengan sejarahnya juga tidak kalah penting. Dan itu bisa dilakukan lewat PKL.
“Banyak kita lihat kota-kota maju menggunakan konsep ini. Seperti di Jakarta dan Bandung. Di satu tempat contohnya, khusus untuk penjual sepatu, kemudian khusus penjual baju dan lain sebagaiannya. Nah, dengan sendirinya nama-nama jalan di kota ini juga akan semakin dipahami masyarakat Siantar,” jelasnya.
Sebelumnya Ketua GMKI Siantar-Simalungun Wahyu Nolim Siregar mengatakan bahwa kegiatan PKL di Jalan Sangnaualuh merupakan fenomena baru di Kota Siantar.
Dia menambahkan, belakangan, khusus di malam hari, PKL juga sudah menjalar ke Jalan Sutomo dan Merdeka, serta beberapa titik lainnya.
“Kita sangat menyayangkan tindakan oknum Satpol PP melakukan pembiaran. Kita tahu, tidak sedikit masyarakat terganggu atas aktifitas PKL itu. Makanya kita harapkan kepada pemerintah kota, kalau memang PKL ini dianggap memiliki daya dobrak perekonomian, ya silahkan dibuat payung hukumnya, tetapi tidak mengabaikan peraturan lain. Logikanya adalah, kenapa selama ini PKL semakin hari malah merajalela? Jika penertiban dilakukan dengan serius, pasti PKL tidak akan bertambah. Padahal sudah jelas-jelas dikeluhkan warga karena memang mengganggu kepentingan umum,” katanya.
Terpisah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Pematangsiantar, Robert Samosir ketika dikonfirmasi mengenai keresahan pemilik ruko atas kegiatan PKL itu berjanji akan melakukan tindakan. “Akan kita lakukan tindakan,” ujarnya singkat.
Diberitakan sebelumnya, beberapa pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan Kota Siantar mengaku menyetorkan sejumlah uang kepada petugas agar tidak digusur saat menggelar dagangan.
Seperti diketahui, keberadaan pedagang pinggir jalan, seperti penjual pulsa dan paket internet, aksesoris handphone, jus dan PKL malam hari di inti kota, semakin hari jumlahnya kian bertambah. Meski beberapa kali sudah ditertibkan oleh petugas Satpol PP, namun tak lama kemudian, pedagang-pedagang itu akan muncul lagi di pinggir jalan-jalan yang ramai dilalui pengendara.
Bagi sebagian orang, maraknya pedagang ini dinilai mengganggu, khususnya berpotensi menimbulkan kemacetan lalulintas. Namun banyak juga yang merasa pedagang-pedagang itu membuat suasana Kota Siantar menjadi ramai, termasuk di malam hari.
Lantas, kenapa para pedagang itu terkesan kebal dengan penertiban yang dilakukan sebelumnya? Menurut penelusuran koran ini ke sejumlah pedagang, diduga mereka menyetorkan uang pelicin kepada petugas agar tidak diganggu dan digusur saat berjualan di pinggir jalan.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pekerja penjualan pulsa dan paket internet di Jalan Sangnaualuh, Siantar Timur. Ia mengkui, untuk bisa berjualan dengan bebas di badan jalan dan trotoar, memang harus memberikan setoran kepada oknum petugas yang mendatanginya. “Ada bang datang. Kalau yang tiap hari itu untuk uang kebersihan Rp1.500. Saya bekerja dari sore hari hingga malam, untuk pagi ada temannya saya. Tapi saya tahu harus memberikan uang Rp5.000 setiap hari berjualan. Katanya itu untuk uang parkir. Kurang tahu juga siapa orang itu. Semua mobil penjual paket di sini dimintai,” kata pria berbadan kurus yang tidak menyebutkan identitasnya, Senin (13/3) lalu.
Sementara pedagang lainnya di Jalan Malanthon Siregar mengatakan, ia memberikan setoran kepada oknum petugas Satpol PP sebesar Rp150 ribu per bulan. Wanita yang mengaku sebagai karyawan penjualan pulsa dan paket internet dengan upah Rp600 ribu per bulan itu mengungkapkan, pemberian uang itu dilakukan agar mereka tidak diganggu saat berjualan. “Saya cuma karyawan. Yang biasa memberikan itu bos saya. Tapi saya pernah juga disuruh jualan di Jalan Kartini dan semuannya memang membayar Rp150 ribu per bulan. Kalau tidak bayar, jadinya kita tidak nyaman jualan. Bisa diusir. Kalau ada kenalan kita aparat, baru kita bisa tidak bayar,” ucapnya.
Pedagang lainnya juga menyampaikan pengakuan yang sama. Untuk pedagang baru yang ingin membayar tempat berjualan ilegal tersebut, biasanya akan didatangi oleh seorang yang diduga oknum Satpol PP.
“Kami bayar setiap bulan, jika tidak dibayar, maka kita akan diganggu. Bisa dirusakin tempat kita. Kalau mau jualan bang, (kru wartawan-red), Satpol PP biasanya datang sendiri untuk meminta. Kalau tidak dibayar, ya biasanya tidak ada izin kita jualan. Bagusan kasih saja bang asal nyaman dan bisa berjualan,” kata pedagang paket pulsa ini.
Terpisah, pedagang jus buah di salah satu sudut jalan turut mengutarakan hal yang sama. Dia mengungkapkan, tiga bulan yang lalu ia masih sempat memberikan setoran kepada oknum Satpol PP. Namun belakangan, pria ini enggan menyetorkan uang karena kondisi penjualannya yang tidak sebanding dengan keuntungan.
“Harus bayar dulu, tapi sekarang sepi. Paling saya bayar uang sampah, Rp1.500 setiap hari,” ungkapnya. (pam/hez/ms)
Propinsi BBM (Berak Branak Meras)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TKP: Kota Siantar (SUMUT)
Modal : Emperan depan ruko orang dan dengkul
Pungutan : uang parkir, uang kebersihan, uang bulanan
Ciri khas ormas preman sumut bingits aka TAI BERJALAN

Di kota medan lebih parah, ruko chinese selain dijadikan lahan parkir liar, dan kalau ada hajatan dari keluarga preman,seluruh jalan dan depan ruko chinese di tutup tanpa izin pemilik ruko seharian
Kawasan ruko chinese sumut, lokasi favorit malak, meras, hajatan, berak, beranak, meras

Kalau ada chinese yang protes ruko nya ditutup hajatan, atau ruko nya jadi lahan parkir, maka tim medsos ormas preman akan rekam di youtube dan tulis gede "CINA TAK MANUSIAWI" dan tim lapangan ormas preman sumut akan merusak ruko chinese, HORAS BAH!
Ini salah satu contoh nya, tapi sudah di deactivate akun nya, karena preman ormas sumut di medsos hanya berani lempar tai sembunyi fantat, horas


Hidup TAI BERJALAN aka ormas preman sumut yang hilang dari Israel

https://www.change.org/p/jokowi-save...atra-indonesia
Diubah oleh PutraKucink 04-04-2017 13:28
0
5K
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan