Kaskus

News

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire
Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire
Ilustrasi keberagaman
Isu penempelan stiker bertuliskan "Pribumi" ramai beredar di media sosial pada Jumat (31/3/2017). Isu itu menyebar menjelang berlangsungnya aksi massa "313" di sejumlah titik di Jakarta. Kata kunci #CiriCiriPribumi, justru jadi tren di mikroblog Twitter.

Isu pribumi dan nonpribumi pun meruak. Isu disebut-sebut berkaitan dengan aksi, yang meminta Presiden Joko Widodo mencopot Basuki Tjahaja Purnama dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta lantaran menjadi terdakwa dugaan kasus penodaan agama.

Kepada pewarta BBC Indonesia, Kabidhumas Polda Metro Jaya, Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan gambar stiker "pribumi" yang beredar adalah hoax, namun ia berjanji akan menyelidiki siapa yang menyebar stiker tersebut.

Kepolisian belum bisa memastikan apakah penempelan stiker itu berkaitan dengan berlangsungnya aksi 313. "Itu sedang kita selidiki, apa itu benar atau tidak. Tetap kita mengantisipasi", kata Argo kepada BBC Indonesia (31/3/2017).

Kicauan yang banyak dirujuk para pengguna Twitter seputar adanya penempelan stiker tersebut, datang dari akun @Takviri yang berpengikut lebih dari 15 ribu akun. Kicauannya pada Kamis tengah malam (30/3/2017), melampirkan dua foto orang yang sedang menempelkan stiker bertuliskan "PRIBUMI" ke kaca mobil, tanpa menyebut kapan peristiwa dimaksud berlangsung.

Dua foto dimaksud, sebenarnya bisa ditemukan di situs Forum Syuhada Indonesia (FSI). Dalam salah satu lamannya, berderet foto dokumentasi aksi pemasangan stiker "Pribumi", yang dipublikasikan sejak empat pekan silam. Akun Twitter @kabah_tv, turut menyebarkannya ke linimasa Twitter pada 14 Februari 2017.

Isi kicauan sehari sebelum pencoblosan Pilkada Serentak 2017 tersebut--termasuk di DKI Jakarta--menyatakan "FSI [Forum Syuhada Indonesia] kerjasama dgn warga DKI mengadakan bakti sosial bagi stiker sadar pribumi 12/02/17".

Adapun Panglima FSI, Dikho Nugraha, adalah salah satu dari lima orang yang ditangkap Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kamis (30/3/2017) malam. Ia bersama empat orang lainnya, termasuk Koordinator Aksi 313, Muhammad Al-Khaththath, diduga melakukan permufakatan makar.

Meski demikian, belum jelas apakah isu penempelan stiker "pribumi" itu memang terhubung dengan aksi massa 313 yang berlangsung tanpa insiden berarti.
Berbuah satire di linimasa Twitter
Sementara itu, tanda pagar (tagar) #CiriCiriPribumi, justru berisi plesetan oleh sejumlah akun Twitter. Sebagian isinya tak langsung membicarakan tentang isu pemasangan stiker dimaksud, namun terkesan satire bahkan humor seputar ciri-ciri warga "pribumi". Stigma tersebut, nampak usang bagi pekicau di linimasa.

Meski tak ada yang membuat penjelasan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud "pribumi", kicauan yang beredar mengisyaratkan yang dimaksud adalah warga asli Indonesia. Stigma "pribumi" lekat dengan lawan kata dari warga keturunan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, kata "pribumi" bermakna penghuni asli; yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Kata itu justru bertaut dengan istilah "inlander", ejekan bagi penduduk asli di Indonesia oleh orang Belanda pada masa penjajahan.

Kicauan-kicuaan humor satire itu di antaranya menceritakan perilaku tak lazim saat orang yang disebut "Pribumi" belanja di warung, atau foto lucu seputar kesalahan eja sebuah pengumuman. Namun kicauan berisi kecaman ihwal diangkatnya isu pribumi-nonpribumi, maupun yang mendukung stigma tersebut, juga tampak di linimasa.

Ada pula yang menilai, bertebarannya kicauan dengan tagar ini untuk meredam isu pribumi-nonpribumi yang muncul di linimasa Twitter Indonesia. Keriuhan kicauan dengan tagar ini, mengereknya menjadi salah satu topik paling tren di Twitter, pada Jumat (31/3/2017).
Trend Alert: #CiriCiriPribumi. More trends at [URL="https://S E N S O ROMCuQPRWwL"]https://S E N S O ROMCuQPRWwL[/URL] #trndnl [URL="https://S E N S O Rq1Ss2cG74D"]pic.twitter.com/q1Ss2cG74D[/URL]
— Trendinalia ID (@trendinaliaID) March 31, 2017 #CiriCiriPribumi kalo lg beli diwarung tangannya maenin beras.
— co (@mochardiansyach) March 31, 2017 Harga beras murah, teriak: kasihan petani!!!Harga beras mahal, teriak: negara gagal!!!#CiriCiriPribumi
— Kokok Dirgantoro (@kokokdirgantoro) March 31, 2017 Lagi rame hashtag #CiriCiriPribumi Nadirmin ikut ah !! Dirikuh hancur karena fall in love with people i can't have ???????? *adm [URL="https://S E N S O RcRfMN40tVw"]pic.twitter.com/cRfMN40tVw[/URL]
— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) March 31, 2017 Bahkan pribumi pun sebenarnya mengenal keragaman.Pribumi bulat, dan pribumi datar.#CiriCiriPribumi [URL="https://S E N S O R2bKAjcs3lL"]pic.twitter.com/2bKAjcs3lL[/URL]
— Timothy Marbun (@TimMarbun) March 31, 2017 #CiriCiriPribumi adalah cara humoris meredakan isu pribumi-nonpribumi
— Nukman Luthfie (@nukman) March 31, 2017 @makmummasjid #CiriCiriPribumi Kalo kebelet pup terus gk ada toilet, ngantongin batu
— ALVAN (@alvanchris) March 31, 2017Istilah Pribumi vs Nonpribumi yang sudah ditanggalkan
Stigma "nonpribumi" yang diasosiasikan dengan warga keturunan Tionghoa memuncak pada tragedi Mei 1998. Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 menunjukkan bahwa kemarahan terhadap pada warga etnis Tiongkok muncul karena prasangka rasial terhadap etnis tersebut di masyarakat.

Laporan TGPF itu menyatakan terdapat pola yang sama baik dari perencanaan sampai eksekusi kerusuhan yang terjadi di beberapa kota khususnya di Jakarta. Namun laporan itu juga memperingatkan, agar hati-hati dalam menyimpulkan bahwa ada konspirasi nasional yang telah direncanakan dengan baik di balik aksi kekerasan pada Mei 1998.

Pada awal masa Orde Baru, beberapa peraturan memang cenderung diskriminatif terhadap etnis Tionghoa, seperti Instruksi Presiden No. 14/1967. Inpres tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina itu ditandatangani Soeharto pada 9 Desember 1967.

Isinya menyatakan bahwa keleluasaan memeluk agama dan menunaikan ibadat, tata-cara ibadah Cina yang memiliki aspek affinitas culturil yang berpusat pada negeri leluhurnya, harus dibatasi hanya di lingkungan keluarga atau perorangan.

Pasal kedua dalam Inpres itu dengan terang menyebut, "Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga."

Stigma yang merebak pada 1998 itu, direspons dengan Instruksi Presiden No. 26/1998 oleh Presiden RI saat itu, B.J. Habibie. Inpres dimaksud menegaskan penghentian penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan.

Inpres No. 14/1967 pada era Soeharto pun dicabut pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), melalui Keputusan Presiden No. 6/2000. Dalam pertimbangannya disebutkan, "bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia".

Namun penggunaan istilah Cina dinilai telanjur menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif terhadap warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa. Pada 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2014 yang mengembalikan penggunaan istilah Tionghoa dan Tiongkok.

Keputusan Presiden ke-6 RI itu mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Surat edaran lama itu berisi penggunaan istilah "Tjina" (Cina) untuk menggantikan "Tionghoa/Tiongkok".

Dengan berlakunya Keppres yang ditandatangani pada 14 Maret 2014, dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dari atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang dan/atau komunitas Tionghoa. Untuk penyebutan negara Republik Rakyat Cina, diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

Presiden SBY menilai, pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan hak asasi manusia.

"Karena itu, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis," bunyi menimbang poin b Keppres tersebut.
Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...berbuah-satire

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire Pembunuhan pasangan lansia di Luwuk, anak dan cucu jadi tersangka

- Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire Sidang terbuka izin pendirian gereja Santa Clara

- Stigma usang pribumi-nonpribumi berbuah satire Siti Rokayah digugat Rp1,8 miliar oleh anak dan menantu

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.4K
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan