Terkikisnya Budaya

Terkikisnya Budaya, baik budaya salah satu, kedua pasangan atau daerah yang mereka tinggali adalah hal yang mutlak bagi pasangan beda suku. Terutama kalau tinggalnya di daerah yang bukan asal keduanya. Misalnya pasangan Sunda-NTB yang tinggal di Surabaya.
Kenapa begitu ? Logikanya gampang. Misalnya suami orang Minang tinggal di daerah si istri yang orang Sulawesi. Otomatis, secara adab, pendatang menyesuaikan penduduk asli. Jadilah dia tidak mengajarkan budaya Minang ke anaknya. Berkuranglah satu peran pengembang budaya Minang. Atau jika keduanya ingin menempuh jalan netral keduanya tidak mengajarkan budaya masing-masing ke anaknya. Kasus ini terutama ditemui kalau keluarga tersebut tinggal di daerah yang bukan asal keduanya. Jadilah si anak tidak tau budaya kedua orang tuanya secara baik. Salah satu ciri dari keluarga seperti ini adalah si anak biasanya diajak ngobrol dengan bahasa Indonesia.

Kok Bisa Mengancam Budaya Daerah yang Ditinggali ?

Bisa gan. Karena kedua orang tuanya tidak mau susah-susah mengembangkan budaya daerah yang bukan asalnya maka otomatis anaknya pun tidak mengerti budaya di daerah tersebut.

Hal ini pernah TS saksikan sendiri dimana teman kuliah TS yang asalnya dari Lampung kebanyakan tidak bisa berbahasa Lampung. konon orang tuanya dari Jawa dan tidak mengajarkan bahasa Lampung ke mereka. Pun sebagian teman ane yang dari Jogja tapi gak bisa kromo. Bahasa Jawanya pun kadang gak mantep.

Perbedaan Prinsip Budaya

Orang Jawa dengan kromonya, orang Sumatra dengan keterbukaannya..

Perbedaan cara berpikir dan visi para leluhur turut mengambil andil dalam peletakan dasar-dasar budaya suatu daerah. Budaya ini pun mencakup gaya hidup, gaya bicara, dan gaya pikir.

Hal ini kadang menjadi kendala dalam komunikasi dua suku yang memiliki budaya yang relatif bertolak belakang. Bisa jadi di satu daerah suatu perilaku tidak sopan, tapi di daerah lain biasa saja. Bisa jadi kita berpikir gaya bicara kita halus tapi bagi orang lain tidak. Atau kita berusaha sesopan mungkin tapi malah membuat orang tidak nyaman.

Hal ini biasanya menjadi masalah di awal pernikahan. Karena sudah terbiasa budaya halus, maka sekalinya berhadapan dengan yang 'tidak sehalus kita' langsung sakit hati dan sebagainya. Biasanya kasus seperti ini dihujat searah, padahal kadang yang satu juga tidak merasa nyaman dengan segala 'kehalusan' ini.

Subjektivitas Rasialis

Beuhh.. Kata-katanya keren yah gan ?
Intinya adalah adanya sensi sama suku. Kalo ada masalah dikit langsung ngomong : " Emang dasar orang ****** kasar semua !! "
atau " Emang orang ***** lain di muka lain di hati !!! "

Masalah ini terutama terjadi antar dua suku yang punya akar rivalitas. Dan perkataan di atas bisa terlontar juga oleh para mertua. Parahnya, kalo udah ketanem banget kebenciannya anak-anaknya bisa ikut terlibat supaya gak milih pasangan yang bersuku ayah/ibunya.