Gunung Hauk Secara administratif Gunung Hauk terletak di Desa Ajung, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan. Puncak Hauk merupakan puncak tertinggi di Kab. Balangan dengan ketinggian 1395 mdpl dan merupakan bagian dari pegunungan Meratus. Puncak ini adalah tempat sakral atau keramat bagi warga Dayak Pitap karena puncak ini biasanya digunakan sebagai tempat sesajen atas panen raya atau hajat yang telah dikabulkan oleh Sang Pencipta.


Seperti halnya gunung-gunung di indonesia yang memiliki banyak mitos yang di percayai oleh penduduk setempat, sejatinya kitapun menghormati kepercayaan mereka.
Adapun di gunung Hauk adalah Mitos hujan rutin; setiap pendaki akan selalu menemui hujan/ kehujanan jika mendaki kesana, meskipun dimusim kemarau yang panjang. masyarakat menganggap setiap pendaki akan dimandikan hujan agar selalu bersih ketika sudah berada di tempat yang di anggap sakral tersebut.



Untuk menuju basecamp Pendakian Hauk, kita harus menuju Desa Ajung. Desa Ajung bisa dicapai dengan perjalanan darat baik dari Paringin ataupun Batumandi. Pada perjalanan kali ini, kami menggunakan jalur Batumandi karena untuk memudahkan koordinasi dengan rombongan lain dari Banjarmasin. Rombongan yang sebagian dari Mapala Fissipioner Unlam dan Mapala Negara Dipa STIA Amuntai dan Mapala Agriculture/ STIPER Amuntai, rela menempuh perjalanan yang jauh dari pusat provinsi untuk mengantar saya ke Gunung Hauk 😙😙 (thank you so much guys)


Desa Ajung, Tebing Tinggi

Seorang teman mengatakan,
“persiapkan diri karena medan menuju ke kampung Ajung itu benar-benar ekstrim”.
Saya kira teman saya bercanda, tapi benar-benar ekstrim bikin jantung deg-degan karena jalannya bebatuan (batu bukan batu kecil - kecil tapi batu yang lumayan besar) dan tanah liat yang licin, hebatnya lagi turunannya hampir terjal.

Perjalanan dari Batumandi bisa ditempuh dengan jarak sekitar -+36 km atau sekitar 1.5 jam perjalanan normal dengan motor. Dari 36 km tersebut, 6 km diantaranya belum beraspal, sehingga menyulitkan kami untuk mencapai Desa Ajung, apalagi dengan kondisi topografi yang bergelombang dan melewati bukit-bukit dan dengan jalan yang berbatu besar dan licin harus ekstra hati-hati, bahkan beberapa diantara kami ada yang sempat terjatuh. Tetapi itulah seninya berpetualang, jatuh dan terjerembab itu hal biasa😜.

Dan akhirnya setelah melewati perjalanan yang luar biasa tadi yang membuat pantat dan pinggang rasanya pegall, sampailah kami di Desa Ajung atau kampung terakhir sebagai tempat persinggahan untuk menuju Puncak Hauk.
Sebelum mendaki kami bertemu dan melapor kepada Kepala Desa setempat dan meminta do’a kepada tutuha adat Dayak Pitap di Desa Ajung, tepatnya jam 10.30 Wita kami memulai melangkahkan kaki ini menuju jalur pendakian. Melewati pemukiman warga Dayak Pitap, sambutan hangat dari warga setempat menambah semangat kami untuk mencapai puncak tertinggi Balangan ini.

Terik matahari mengiringi langkah kami menuju Basecamp 1 yakni Batu Ajung. Dibutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk mencapai Batu Ajung dengan melewati jembatan gantung. Dari Jembatan ini terlihat ada 2 gunung yang terlihat paling tinggi diantara pegunungan yang lain, yakni Gunung Bini dan Gunung Hauk. Sekitar 1 jam perjalanan, kami harus melewati Sungai Ajung, sungai ini sangat jernih dan cukup deras. Dengan ketinggian air sekitar paha orang dewasa kami seberangi sungai ini. Pemandangan di Sungai Ajung ini lumayan bagus dengan air yang sangat jernih dan terdapat batu yang besar tepat di tengah sungai tersebut, sebenarnya ini juga bisa menjadi potensi wisata Balangan untuk dikembangkan menjadi objek wisata seperti halnya Loksado di Kandangan. Diseberang sungai ini biasa digunakan untuk makan siang dan istirahat serta untuk mengisi bekal air selama pendakian.


(Menyeberangi Sungai Ajung)


Jam 14. 00 kami lanjutkan lagi perjalanan menuju Basecamp 2 di Sungai Habang. Jalan setapak yang kami lalui cukup mudah dilalui, perjalanan kali ini hampir 95 % dilewati dibawah kanopi pohon karet dan bambu. Sebaiknya memang harus menggunakan pelindung mata untuk menghindari iritasi pada mata karena pada beberapa titik tertentu, vegetasi yang dilewati cukup lebat. Belum sempat 15 menit kami berjalan, kamipun harus beristirahat karena memang track yang menanjak mulai dari 30⁰ sampai 75⁰. Keringat jagung bercucuran dan kakipun terasa mulai pegal tapi semangat kami mencapai puncak mengalahkan itu semua.


(Pondok cinta)😂😱

Menuju Basecamp 2 ini terdapat pondok penduduk, disini bisa digunakan untuk beristirahat sejenak, dan kamipun berhenti sejenak sambil minum dan memakan rambutan yang saya bawa dari rumah bang jablay. Setelah cukup beristirahat, perjalanan lalu kami lanjutkan kembali, vegetasi sudah tidak didominasi oleh pohon karet dan bambu lagi, tetapi sudah digantikan oleh pohon merah alias kayu habang. Kayu khas hutan tropis yang ada di pengunungan meratus ini sungguh indah, kulit kayu yang berwarna merah ini seperti pohon jambu, ditambah lagi dengan deretan lumut yang oleh warga setempat disebut Hambal Lumut atau Karang Bintang, tempat dimana banyak lumut, dan bisa di minum, dengan hambal lumut ini menambah eksotisme Gunung Hauk. Minimal terdapat 10 jenis lumut yang kami temukan, dari yang berdiameter kecil sampai yang berdiameter sedang. Diatas hamparan hambal lumut inilah kami rebahkan badan kami karena kelelahan, empuk dan dingin rasanya mengurangi rasa lelah kami. Ditempat ini juga terdapat keanegaragaman hayati lainnya yakni berbagai jenis anggrek dan kantong semar dan tumbuhan Sarang semut. Setelah perjalanan +_7 jam dari desa Ajung, tracking yang tidak ada bonusnya,😩😩



(Kantong Semar)

Tak terasa jam sudah menujukkan jam 16. 30 Wita, namun Basecamp 2 belum juga terlihat. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat, didekat tempat kami istirahat terdapat sungai kecil, disini biasanya digunakan untuk mengisi air dan sholat dan keperluan lainya.
Angin sudah mulai sedikit kencang, sore sudah mulai datang, mendungpun mengintip dari kejauhan.

Semangat untuk menggapai puncak Hauk semakin tinggi. Perjalanan yang melewati track terjal ini sedikit demi sedikit kami lewati, tepatnya jam 17.10 kamipun akhirnya sampai di Basecamp 2 di Sungai Habang, di sungai inilah mata air yang berwarna agak kemerahan yang bisa kami ambil sebelum menuju puncak, karena ini adalah sungai terakhir yang bisa diambil mata airnya. Sejenak mata melihat terjalnya perjalanan ini, butuh berapa jam lagi baru sampai ke Puncak.
Dan tiba-tiba tis tis tis Hujan gaess😲
Kamipun dengan cepat mendirikan flayset untuk berlindung sementara. Dan setelah hujan aga reda teman-teman segera mendirikan tenda dan dapur. Kamipun berbagi tugas untuk memasak untuk makan malam kami ya malam itu kami memilih beristirahat di Bascamp 2 dan melanjutkan perjalanan esok harinya. Malam itu hujanya juara dan terdengar suara pohon tumbang tak jauh dari camp kami.
Aktifitas malam itu kami lewatkan dengan mengobrol tentang pengalaman masing-masing hingga tiba waktu kami beristirahat.

Dari Basecamp 2 ini kami lanjutkan perjalanan, akhirnya tidak membutuhkan waktu lama, kami sampai juga di bascamp Mata Air, nama untuk Basecamp 3 ini. Teman saya lihat Altimeter, ternyata masih menunjukkan angka 750 mdpl, masih ratusan meter lagi secara vertical yang harus didaki. Hawa dingin khas pengunungan sudah mulai terasa, beberapa kali berhenti menghela nafas yang terengah-engah.
Dan akhirnya kami sampai di Basecamp 3 (Mata Air) dan sejenak beristirahat untuk mengatur nafas.
Dari Basecamp 3 ini perjalanan menanjak masih kami lalui, kabut pegunungan sudah mengiringi langkah kami, Jalan setapak yang didominasi oleh bebatuan licin membuat kami harus ekstra hati-hati. Kami harus menaiki bebatuan untuk dapat menuju puncak.



Akhirnya sekitar, langkah kaki kami sampai pada satu titik tertinggi diantara gunung-gunung yang lain. Disinilah Puncak Hauk, puncak tertinggi Balangan. Capek memang perjalanan, tapi semuanya terbayarkan oleh indahnya Puncak Hauk ini. Dipuncak gunung Hauk ini sungguh mempesona.
Hamparan hutan menghijau sejauh mata memandang. Pada saat malam terlihat deretan terang lampu dari kejauhan di sebelah barat daya ternyata bersumber dari aktivitas penambangan, pun dari kejauhan juga terlihat cahaya lampu dari kota Amuntai. Dinginnya udara malam dan kabut mulai menyapa memaksa kami segera memasuki tenda untuk istirahat.





Pagi harinya, matahari masih enggan menyapa kami, kabut tebal masih menyelimuti Puncak Hauk. Ketika jam 08.00 Wita cuaca mulai sedikit cerah membuat kami bersemangat mengabadikan foto di Puncak Gunung Hauk ini. Beraktifitas. Ya karena rekan dari Mapala Negara Dipa Amuntai melakukan penyematan scarf pada anggotanya mudanya.




Terimakasih kawan



Tim Pendaki di Puncak Gunung Hauk

Ternyata tempat ini juga menyimpan potensi alam yang bisa dikembangkan, namun belum banyaknya literatur perjalanan dan tidak adanya petunjuk pendakian. Semoga keindahan Gunung Hauk tetap terjaga keindahan dan kelestarian hayatinya.