- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Spasi [TAMAT]


TS
yodhya
Spasi [TAMAT]
Tentang Sahabat
"It hurts knowing you are missing someone so much but she probably does not feel the same way."

Quote:
Aku jarang sekali berkenalan dengan orang-orang baru. Aku menganggap ini adalah kekurangan terbesarku. Aku tumbuh menjadi seorang yang pendiam karena memang tak pandai bicara dan penyendiri karena memang tak mahir basa-basi. Aku tidak mendiagnosa diri dengan introvert atau istilah-istilah psikologis yang tampaksesuai karena aku tidak pernah berkonsultasi dengan psikolog.
Isolasi itu membuat aku lebih awas. Aku bisa mengingat setiap orang yang aku jumpai dan bicara denganku. Wajah mereka, tatap mata mereka, senyum mereka, kerut di dahi juga garis di pipi, intonasi juga irama, artikulasi juga diksi, lebih penting lagi apa yang sedang kami bicarakan.
Ini juga bukan sesuatu yang spesial, ini hanyalah bentuk dari rasa tergila-gila akan interaksi. Aku memfokuskan seluruh perhatian pada lawan bicaraku karena aku mendambakan interaksi tersebut sejak lama.
Beberapa dari sekian individu tersebut mengajariku sudut pandang baru. Tidak hanya mengajari tentang pengetahuan yang baru, mereka juga mengajari tentang emosi yang baru, yang terpenting adalah cara berpikir yang baru karena orang-orang ini menuntut untuk didengarkan dengan seksama.
Mereka memiliki banyak hal yang tidak mereka katakan tapi menarik untuk didengarkan, banyak hal yang tidak mereka tunjukkan tapi rasanya mampu menghujam kepada siapa saja yang mampu menyelam lebih dalam, dan mereka biasanya memiliki rasa sakit yang diri mereka sendiri tak bisa mengatasinya hingga sakit itu merambat seperti radiasi matahari ke diri orang lain. Rasa itu mampu aku rasakan meskipun tak pernah mereka ucapkan.
Kemampuanku untuk mendengar dan merasakan sedalam itu juga bukan sesuatu yang spesial. Karena saat aku mampu menembus batas mereka, saat itu juga rasa sakit mereka akan menjadi bagian dari diriku untuk selamanya. Aku menganggap ini juga kekurangan karena aku tidak memiliki kendali untuk melupakan. Aku tidak memiliki saklar untuk memilih rasa dan mematikan rasa yang tidak ingin aku rasakan.
Ini bukan kisah tentang indra ke-enam, indigo, apalagi pembaca pikiran. Aku hanya orang biasa yang tak punya banyak teman dan tak punya banyak keluarga sehingga aku tak punya banyak kisah untuk diceritakan.
Persahabatan seharusnya menyatukan dua orang atau lebih dalam sebuah ikatan yang lebih kental dari darah, tapi sayangnya tidak selalu seperti itu. Beberapa hubungan ditakdirkan untuk terpecah, tak bersambut, atau dinafasi dengan rasa sakit hati.
Dia adalah salah satu dari daftar orang-orang yang aku kenal dan aku hafal sejak pertama kali melihatnya. Darinya aku belajar bahwa persahabatan bukan tentang janji yang diikat dengan jari kelingking, tapi memahami bahwa kesendirian bukan tentang ketiadaan teman disisih, melainkan kehampaan yang datangnya dari dalam diri sendiri.
Dear A,
Kata orang, persahabatan yang sukses adalah saat aku dan kamu menjadi kita dan kita saling menjadi buku yang terbuka.
Tapi tidak ada yang bercerita tentang apa isi dalam bukunya. Bagaimana jika buku itu berisi bahasa yang berbeda dalam aksara yang juga purba? Bahasa yang aku dan kamu tidak mengerti cara membacanya. Akankah kita bisa mencapai nirwana yang kamu sebut Valhalla? Mungkin tidak ada surga di ujung jalan kita karena surga itu mungkin ada disini. Namun kita saja yang tidak pernah mau melihat lebih dekat. Mungkin juga tidak ada neraka yang menunggu kita karena bisa jadi apa yang kita tinggali saat ini adalah neraka.
Isolasi itu membuat aku lebih awas. Aku bisa mengingat setiap orang yang aku jumpai dan bicara denganku. Wajah mereka, tatap mata mereka, senyum mereka, kerut di dahi juga garis di pipi, intonasi juga irama, artikulasi juga diksi, lebih penting lagi apa yang sedang kami bicarakan.
Ini juga bukan sesuatu yang spesial, ini hanyalah bentuk dari rasa tergila-gila akan interaksi. Aku memfokuskan seluruh perhatian pada lawan bicaraku karena aku mendambakan interaksi tersebut sejak lama.
Beberapa dari sekian individu tersebut mengajariku sudut pandang baru. Tidak hanya mengajari tentang pengetahuan yang baru, mereka juga mengajari tentang emosi yang baru, yang terpenting adalah cara berpikir yang baru karena orang-orang ini menuntut untuk didengarkan dengan seksama.
Mereka memiliki banyak hal yang tidak mereka katakan tapi menarik untuk didengarkan, banyak hal yang tidak mereka tunjukkan tapi rasanya mampu menghujam kepada siapa saja yang mampu menyelam lebih dalam, dan mereka biasanya memiliki rasa sakit yang diri mereka sendiri tak bisa mengatasinya hingga sakit itu merambat seperti radiasi matahari ke diri orang lain. Rasa itu mampu aku rasakan meskipun tak pernah mereka ucapkan.
Kemampuanku untuk mendengar dan merasakan sedalam itu juga bukan sesuatu yang spesial. Karena saat aku mampu menembus batas mereka, saat itu juga rasa sakit mereka akan menjadi bagian dari diriku untuk selamanya. Aku menganggap ini juga kekurangan karena aku tidak memiliki kendali untuk melupakan. Aku tidak memiliki saklar untuk memilih rasa dan mematikan rasa yang tidak ingin aku rasakan.
Ini bukan kisah tentang indra ke-enam, indigo, apalagi pembaca pikiran. Aku hanya orang biasa yang tak punya banyak teman dan tak punya banyak keluarga sehingga aku tak punya banyak kisah untuk diceritakan.
Persahabatan seharusnya menyatukan dua orang atau lebih dalam sebuah ikatan yang lebih kental dari darah, tapi sayangnya tidak selalu seperti itu. Beberapa hubungan ditakdirkan untuk terpecah, tak bersambut, atau dinafasi dengan rasa sakit hati.
Dia adalah salah satu dari daftar orang-orang yang aku kenal dan aku hafal sejak pertama kali melihatnya. Darinya aku belajar bahwa persahabatan bukan tentang janji yang diikat dengan jari kelingking, tapi memahami bahwa kesendirian bukan tentang ketiadaan teman disisih, melainkan kehampaan yang datangnya dari dalam diri sendiri.
Dear A,
Kata orang, persahabatan yang sukses adalah saat aku dan kamu menjadi kita dan kita saling menjadi buku yang terbuka.
Tapi tidak ada yang bercerita tentang apa isi dalam bukunya. Bagaimana jika buku itu berisi bahasa yang berbeda dalam aksara yang juga purba? Bahasa yang aku dan kamu tidak mengerti cara membacanya. Akankah kita bisa mencapai nirwana yang kamu sebut Valhalla? Mungkin tidak ada surga di ujung jalan kita karena surga itu mungkin ada disini. Namun kita saja yang tidak pernah mau melihat lebih dekat. Mungkin juga tidak ada neraka yang menunggu kita karena bisa jadi apa yang kita tinggali saat ini adalah neraka.
Terima kasih kepada yang bersedia mampir dan membaca.
Selamat membaca.
-Ayodhya-
Selamat membaca.
-Ayodhya-
Diubah oleh yodhya 13-11-2017 12:49


anasabila memberi reputasi
3
36.2K
Kutip
233
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan