Kaskus

News

master.penipuAvatar border
TS
master.penipu
Puluhan Rumah Program Desaku Menanti Senilai Rp 1,2 Miliar Mangkrak
Puluhan Rumah Program Desaku Menanti Senilai Rp 1,2 Miliar Mangkrak
Puluhan Rumah Program Desaku Menanti Senilai Rp 1,2 Miliar Mangkrak
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Program Desaku Menanti yang digagas oleh Kementrian Sosial RI (Kemensos) di DIY menelan dana miliaran rupiah.
Sayangnya, kelanjutan program untuk mengentaskan kalangan gelandangan dan pengemis (gepeng) ini tidak jelas.
Puluhan rumah yang dibangun di Gunungkidul untuk program ini mangkrak sudah lebih dari setahun.
Puluhan rumah tipe 45 itu dibangun di perbukitan Nglanggeran dengan pemandangan hutan pinus dan gemericik sungai kecil di bawahnya. Jalan kecil di depan rumah-rumah tersebut terlihat ditumbuhi rumput liar.
Tak terlihat seorang penghunipun di kawasan tersebut.
Meskipun kecil, namun rumah tersebut terlihat sudah siap ditinggali. Kusen dan kaca jendela telah dipasang. Dari luar terlihat adanya lubang di tembok sebagai tempat pemasangan instalasi listrik.
Di beberapa rumah, terlihat adanya kunci yang masih menggantung di pintu depan. Beberapa lainnya bahkan masih ada tulisan: Kementrian Sosial RI, Desaku Menanti.
Puluhan Rumah Program Desaku Menanti Senilai Rp 1,2 Miliar Mangkrak
Puluhan rumah yang terletak di Dusun Doga, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul tersebut merupakan rumah yang dibangun dalam rangka program Desaku Menanti.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Jogja, setidaknya sudah sekitar setahun belakangan perumahan tersebut mangkrak.
Tidak ada seorang penghunipun yang memanfaatkan perumahan yang diperuntukkan bagi Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT) tersebut.

Bagusnya bangunan rumah tersebut tentu disayangkan ketika mangkrak hingga berbulan-bulan.
Namun, melihat sulitnya rute menuju tempat tersebut, ditambah kondisi jalan yang masih berupa tanah, tentu menjadi pertimbangan tersendiri untuk orang yang akan menghuninya.
Menurut Kepala Desa Nglanggeran, Senen, akses jalan dari jalan utama desa menuju ke perumahan tersebut memang kondisinya cukup memprihatinkan. Sekitar 50 meter dari jalan dusun menuju perumahan hanya berupa jalan tanah yang telah dikeraskan.
"Sayangnya, ketika hujan deras turun beberapa waktu yang lalu, pengerasannya tidak berdampak. Jalan rusak kembali. Untungnya kemudian ada pembangunan parit di samping jalan yang dilakukan oleh Tagana," katanya ketika ditemui di rumahnya, belum lama ini.
Ketika ditanya lebih jauh tentang perumahan tersebut, Senen menegaskan, pihaknya tidak tahu banyak. Sebab, ketika proses pembangunan dimulai, ia sedang dalam posisi tidak menjabat. waktu itu ia berada dalam masa peralihan menunggu Pilkades.
"Yang jelas, dulu memang ada ada sosialisasi tapi pas saya habis masa jabatan dan menunggu pilkades. Kabarnya sih mau dibangun di daerah Paliyan sana. Tapi saya kurang tahu kenapa kemudian dibangun di sini pada awal 2015. Pelaksanaan dari dinas sosial," ungkapnya.
Menurut Senen, selama setahun belakangan perumahan tersebut terbengkelai. Tidak ada seorang penghunipun yang tinggal di situ.
"Sempat ada kabar, orangnya (yang akan menghuni, red) ada di Dinas Sosial. Kunci rumah pun kabarnya sudah dibagikan. Tapi kami mendapat informasi lagi kemarin, katanya mau dialihfungsikan tapi sampai sekarang belum ada kabar lagi," katanya.
Senen menerangkan, selama setahun belakangan sesekali ada orang yang kabarnya calon penghuni datang.
Orang tersebut bertanya pada warga tentang berbagai jenis tanaman yang cocok ditanam di daerah tersebut. Hanya saja, calon penghuni tersebut tidak kunjung tinggal di situ.
Mengenai tanggapan warga terhadap keberadaan perumahan tersebut, menurut Senen, cukup beragam.
Kehidupan warga Nglanggeran yang berupa masyarakat pedesaan masih bersifat tradisional. Karena itu kedatangan orang baru, terutama dari kalangan PGOT tentu menjadi pertimbangan tertentu.
"Memang ada pro dan kontra mengenai kehadiran calon penghuni dari kalangan tersebut (PGOT, red). Namun juga namanya masyarakat pedesaan, tentu lebih ke ngudoroso (mengemukakan pendapatnya). Memang sempat ada kekhawatiran akan hadirnya calon penghuni tersebut. Namun ya itu, masih sebatas ngudoroso saja," katanya.
Berdasarkan penelusuran Tribun Jogja, Dinas Sosial DIY menghabiskan dana hingga Rp 1,2 miliar untuk pembangunan hunian ini. Rinciannya, setiap unit rumah menghabiskan Rp 30 juta.
Dengan total unit rumah mencapai 40 unit, total Rp 1,2 miliar dihabiskan dalam program ini. Biaya tersebut belum termasuk administrasi, biaya pembangunan talud hingga penyiapan lahan. (*)

http://jogja.tribunnews.com/2017/03/...iliar-mangkrak
0
2.3K
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan