Kiai Muda NU Perbolehkan Pilih Pemimpin Non-Muslim
TS
aghilfath
Kiai Muda NU Perbolehkan Pilih Pemimpin Non-Muslim
Spoiler for Kiai Muda NU Perbolehkan Pilih Pemimpin Non-Muslim:
Quote:
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 100 kiai muda Nahdlatul Ulama (NU) melalui forum bahtsul masail atau forum diskusi keagamaan memutuskan bahwa seorang Muslim diperbolehkan memilih pemimpin non-Muslim.
"Terpilihnya non-Muslim di dalam kontestasi politik berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah," kata KH Najib Bukhori saat menyampaikan hasil bahtsul masail di Kantor Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta, Minggu 12 Maret 2017.
Najib melanjutkan, keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama.
Sejak Sabtu 11 Maret 2017 hingga Minggu 12 Maret 2017, kiai muda dari berbagai pondok pesantren se-Indonesia itu membahas persoalan kepemimpinan di dalam forum Bahtsul Masail Kiai Muda yang digelar PP GP Ansor dengan tema "Kepemimpinan Non-Muslim di Indonesia".
Mereka berpendapat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berdasarkan konstitusi negara, setiap warga negara boleh memilih pemimpin tanpa melihat latar belakang agama yang dianutnya.
"Seorang warga negara, dalam ranah pribadi, dapat memilih atau tidak memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan," kata Najib Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas. Dia mengatakan hasil bahtsul masail itu akan disosialisasikan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Ia juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk meredakan ketegangan pada setiap kontestasi politik karena hal tersebut dapat berpotensi memecah belah umat Islam, sebagaimana terjadi di Jakarta.
Apalagi, kecenderungan intoleransi sesama umat Islam semakin kasat mata dan tergambar dengan adanya spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima pengurusan keagamaan jenazah Muslim bagi pemilih dan pendukung pemimpin non-Muslim, kata Yaqut.
"Akibat kontestasi politik di Jakarta yang makin tidak terkontrol dan cenderung ganas, bukan tidak mungkin dapat menyebar di daerah lain," katanya.
KH Abdul Ghofur Maemun Zubair sebagai perumus bahtsul masail menambahkan, pandangan sebagian kelompok untuk tidak menyalatkan jenazah lawan politik justru merupakan cerminan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maupun nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia.
Melawan fatwa MUI, inkonsistensi penerapan Al-maidah 51 yg hanya dibatasi untuk pemimpin tertentu itu sudah menunjukkan betapa rendah pemahaman mereka dan kegagalan mengaplikasi dalam amaliah sehari-hari saat ini, RT, direktur perusahaan, ketua partai, ketua organisasi dan banyak lagi posisi juga terkategori "pemimpin" kenapa mereka tidak distigma "haram" klo konsisten dengan tafsir Al-maidah 51 yg selalu dipake untuk membatasi memilih pemimpin