- Beranda
- Komunitas
- Sports
- Liga Italia
Edin Dzeko, Sepak Bola Jalanan, dan Daerah Perang


TS
Kaskus Sport
Edin Dzeko, Sepak Bola Jalanan, dan Daerah Perang
Kalau saja bukan karena intuisi yang kuat dari seseorang ibu menyuruh anaknya pulang saat bermain bola, mungkin kita tak akan pernah bisa melihat ketajaman bomber AS Roma yang musim ini telah mencetak 19 gol di Serie A dari 26 penampilannya sejauh ini. Ya, anak yang dimaksud adalah Edin Dzeko, pemain depan asal Bosnia-Herzegovina.
Saat memasuki usia yang ke-6, Dzeko nyaris saja menjadi korban bom kalo saja ibunya waktu itu tetap membiarkan anaknya bermain bola bersama teman-temannya lebih lama. Pasalnya, beberapa menit setelah kejadian tersebut, bom meledak di lokasi di mana Dzeko bermain sepak bola tersebut. Bahkan, hingga kini pemain kelahiran tahun 1986 tersebut bersyukur ia mendengarkan nasihat sang ibunda.

“Beberapa menit setelah ibu melarang saya untuk bermain sepak bola di luar, bom menghantam tempat itu. Intuisi ibu menyelamatkan hidup saya. ”ujar Dzeko.
Kehidupan masa kecil pria kelahiran Sarajevo ini sungguh jauh berbeda dengan kehidupan anak-anak lainnya. Sebagai korban perang, Ia sudah ditimpa dan ditempa oleh banyak kemalangan. Tempat lahirnya merupakan medan pertempuran. Dzeko tumbuh di tengah suasana perang berkepanjangan. Bunyi desingan peluru dan ledakan bom tak lepas dari kesehariannya.
Namun, di tengah berkecamuknya situasi perang yang serba tidak pasti. Dzeko tak putus asa. Walau hidup dalam ketakutan, ia pun tak mampu menghilangkan hasratnya dengan bercita-cita sebagai sepak bola di masa depan, bahkan ia memasang foto Andriy Shevchenko, penyerang legenda AC Milan di kamar tidurnya. Dzeko kecil bercita-cita ingin seperti sang pujaannya.
Berawal dari sepak bola jalanan, Dzeko kini telah membuktikan kapasitasnya sebagai penyerang subur yang kita kenal saat ini. Namun, semua diawali dengan kesulitan. Bahkan saat pertama merintis karir sepak bola di klub lokal Bosnia, Željezničar. Pemain bertinggi badan 1,92 m ini dianggap tidak memiliki prospek. Ia dianggap lamban dan kemampuan teknisnya buruk lantaran waktu itu Dzeko bukan diposisikan sebagai penyerang tetap dimainkan sebagai gelandang.
Namun pelatih Edin saat itu, Jiří Plíšek melihat ada potensi yang terpendam. Ketika Plíšek mudik ke Ceko ia membawa serta si Pria Jangkung ini ke kesebelasan FK Teplice dengan tebusan 25.000 Euro. Bahkan pemilik Željezničar waktu itu sangat senang lantaran mampu menjual pemain yang dinilai buruk dengan harga yang lumayan besar seperti mendapat lotre.
Namun, ternyata ketika di negara Ceko itulah, sinar kebintangan Edin bersinar terang. Bersama Teplice, ia tampil sebagai pemain tersubur kedua di Gambrinus liga di musim keduanya, tepatnya musim 2006/2007 silam. Hal ini membuat kesebelasan asal Jerman, Wolfsburg menaruh minat dengan mendatangkan sang pemain untuk dijadikan sebagai penyerang andalan di musim berikutnya.
Benar saja, Selama di Wolfsburg Dzeko berhasil mencerak 85 gol dari 142 penampilannya bersama Die Wölfe. Gelar top skor DFB-Pokal pada musim 2008/2009 dan Top Skor Bundesliga musim 2009/2010 berhasil ia raih sekaligus mengawinkannya dengan gelar Bundesliga untuk pertama kalinya bagi klub tersebut.
Dengan gelontoran prestasi yang ditorehkan selama di Jerman, membuat namanya harum hingga ke tanah Britania. Awal Januari 2011, Dzeko menjadi bagian dari Manchester City (Man City) dengan tebusan 32 Juta Euro. Pemain yang dahulu hanya bermain dari bola bekas di tengah-tengah puing ruruntuhan, bisa bergabung dengan salah satu klub besar di Inggris dan berstatus sebagai salah satu pemain yang memiliki bayaran tinggi di sana.
Namun, dasarnya memang pria berzodiak Pisces ini tetap rendah hati atas pencapaiannya tersebut. Hal ini terlihat dari salah satu selebrasi ikoniknya ketika melawan Arsenal ketika berseragam biru langit City. Dalam pertandingan tersebut ia memamerkan tulisan "Za Moje Mahalce" atau yang dalam bahasa Indonesia berarti "Untuk Teman-Teman Di Lingkunganku". Tulisan tersebut dimaknai bahwa Dzeko tak akan melupakan tanah kelahirannya walau telah menjadi pesepak bol a sukses.
Setelah berkarir cukup lama di Inggris, Dzeko mencoba peruntungan baru di tanah Italia, tempat idolanya dulu bermain. Namun bukan AC Milan yang dibelanya, melainkan si Serigara Roma yang jadi tempat pelabuhannya.
Džeko dianggap sudah habis ketika meninggalkan Man City pada musim 2015/2016 lalu dengan berlabuh ke AS Roma—dengan status pinjaman dan kemudian dipermanenkan—dengan membawa aib sebagai striker yang tidak produktif lantaran hanya mampu mencetak 6 gol di musim terakhirnya bersama The Citizens.
Ungkapan ini menjadi benar lantaran di musim perdana di Serie A, pria yang didatangkan dari The Citizens dengan tebusan sebesar 10 juta euro ini hanya mampu mencetak 10 gol saja di semua ajang yang diikuti oleh AS Roma, beruntung ia tak masuk daftar jual lantaran masih diberikan kepercayaan untuk dipertahankan oleh Luciano Spalletti di musim berikutnya.
Akhirnya pada musim 2016/2017 kini, Giallorossi memetik buah dari kesabaran. Edin mendadak edan—gila dalam bahasa Jawa, iya telah mencetak total 29 gol sejauh ini bagi Roma di semua ajang. Itu berarti jumlahnya sudah dua kali lipat dari pada musim lalu. Bahkan ia telah melampaui rekor pribadinya ketika membela Wolfsburg pada musim 2009/2010 lalu di mana ia berhasil mencetak 28 gol—dan kemudian namanya dikenal oleh dunia.
Untuk Serie A musim ini saja, ia telah mencetak 19 gol dan menjadi pemuncak sementara daftar pemain tersubur di Italia. Ia hanya hanya butuh satu gol lagi untuk menyamai pencapaian Gabriel Omar Batistuta di Serie A musim 2000/2001 lalu di mana ketika itu Roma berhasil meraih scudetto.
Mungkin lantaran Edin-lah, Roma hingga saat ini bisa begitu tampil spartan musim ini di liga tertinggi sepak bola Italia dan masih setia membuntuti Juventus yang masih betah berada di atas singasana klasemen sementara dengan 7 poin saja.
Di usia yang semakin matang, Dzeko semakin menunjukan tajinya sebagai pemain yang bisa bangkit kembali setelah terpuruk dan sempat dicaci karena mandul lantas kembali menjadi salah satu striker yang paling tajam di Eropa.
Saat memasuki usia yang ke-6, Dzeko nyaris saja menjadi korban bom kalo saja ibunya waktu itu tetap membiarkan anaknya bermain bola bersama teman-temannya lebih lama. Pasalnya, beberapa menit setelah kejadian tersebut, bom meledak di lokasi di mana Dzeko bermain sepak bola tersebut. Bahkan, hingga kini pemain kelahiran tahun 1986 tersebut bersyukur ia mendengarkan nasihat sang ibunda.

“Beberapa menit setelah ibu melarang saya untuk bermain sepak bola di luar, bom menghantam tempat itu. Intuisi ibu menyelamatkan hidup saya. ”ujar Dzeko.
Kehidupan masa kecil pria kelahiran Sarajevo ini sungguh jauh berbeda dengan kehidupan anak-anak lainnya. Sebagai korban perang, Ia sudah ditimpa dan ditempa oleh banyak kemalangan. Tempat lahirnya merupakan medan pertempuran. Dzeko tumbuh di tengah suasana perang berkepanjangan. Bunyi desingan peluru dan ledakan bom tak lepas dari kesehariannya.
Namun, di tengah berkecamuknya situasi perang yang serba tidak pasti. Dzeko tak putus asa. Walau hidup dalam ketakutan, ia pun tak mampu menghilangkan hasratnya dengan bercita-cita sebagai sepak bola di masa depan, bahkan ia memasang foto Andriy Shevchenko, penyerang legenda AC Milan di kamar tidurnya. Dzeko kecil bercita-cita ingin seperti sang pujaannya.
Berawal dari sepak bola jalanan, Dzeko kini telah membuktikan kapasitasnya sebagai penyerang subur yang kita kenal saat ini. Namun, semua diawali dengan kesulitan. Bahkan saat pertama merintis karir sepak bola di klub lokal Bosnia, Željezničar. Pemain bertinggi badan 1,92 m ini dianggap tidak memiliki prospek. Ia dianggap lamban dan kemampuan teknisnya buruk lantaran waktu itu Dzeko bukan diposisikan sebagai penyerang tetap dimainkan sebagai gelandang.
Namun pelatih Edin saat itu, Jiří Plíšek melihat ada potensi yang terpendam. Ketika Plíšek mudik ke Ceko ia membawa serta si Pria Jangkung ini ke kesebelasan FK Teplice dengan tebusan 25.000 Euro. Bahkan pemilik Željezničar waktu itu sangat senang lantaran mampu menjual pemain yang dinilai buruk dengan harga yang lumayan besar seperti mendapat lotre.
Namun, ternyata ketika di negara Ceko itulah, sinar kebintangan Edin bersinar terang. Bersama Teplice, ia tampil sebagai pemain tersubur kedua di Gambrinus liga di musim keduanya, tepatnya musim 2006/2007 silam. Hal ini membuat kesebelasan asal Jerman, Wolfsburg menaruh minat dengan mendatangkan sang pemain untuk dijadikan sebagai penyerang andalan di musim berikutnya.
Benar saja, Selama di Wolfsburg Dzeko berhasil mencerak 85 gol dari 142 penampilannya bersama Die Wölfe. Gelar top skor DFB-Pokal pada musim 2008/2009 dan Top Skor Bundesliga musim 2009/2010 berhasil ia raih sekaligus mengawinkannya dengan gelar Bundesliga untuk pertama kalinya bagi klub tersebut.
Dengan gelontoran prestasi yang ditorehkan selama di Jerman, membuat namanya harum hingga ke tanah Britania. Awal Januari 2011, Dzeko menjadi bagian dari Manchester City (Man City) dengan tebusan 32 Juta Euro. Pemain yang dahulu hanya bermain dari bola bekas di tengah-tengah puing ruruntuhan, bisa bergabung dengan salah satu klub besar di Inggris dan berstatus sebagai salah satu pemain yang memiliki bayaran tinggi di sana.
Namun, dasarnya memang pria berzodiak Pisces ini tetap rendah hati atas pencapaiannya tersebut. Hal ini terlihat dari salah satu selebrasi ikoniknya ketika melawan Arsenal ketika berseragam biru langit City. Dalam pertandingan tersebut ia memamerkan tulisan "Za Moje Mahalce" atau yang dalam bahasa Indonesia berarti "Untuk Teman-Teman Di Lingkunganku". Tulisan tersebut dimaknai bahwa Dzeko tak akan melupakan tanah kelahirannya walau telah menjadi pesepak bol a sukses.
Setelah berkarir cukup lama di Inggris, Dzeko mencoba peruntungan baru di tanah Italia, tempat idolanya dulu bermain. Namun bukan AC Milan yang dibelanya, melainkan si Serigara Roma yang jadi tempat pelabuhannya.
Džeko dianggap sudah habis ketika meninggalkan Man City pada musim 2015/2016 lalu dengan berlabuh ke AS Roma—dengan status pinjaman dan kemudian dipermanenkan—dengan membawa aib sebagai striker yang tidak produktif lantaran hanya mampu mencetak 6 gol di musim terakhirnya bersama The Citizens.
Ungkapan ini menjadi benar lantaran di musim perdana di Serie A, pria yang didatangkan dari The Citizens dengan tebusan sebesar 10 juta euro ini hanya mampu mencetak 10 gol saja di semua ajang yang diikuti oleh AS Roma, beruntung ia tak masuk daftar jual lantaran masih diberikan kepercayaan untuk dipertahankan oleh Luciano Spalletti di musim berikutnya.
Akhirnya pada musim 2016/2017 kini, Giallorossi memetik buah dari kesabaran. Edin mendadak edan—gila dalam bahasa Jawa, iya telah mencetak total 29 gol sejauh ini bagi Roma di semua ajang. Itu berarti jumlahnya sudah dua kali lipat dari pada musim lalu. Bahkan ia telah melampaui rekor pribadinya ketika membela Wolfsburg pada musim 2009/2010 lalu di mana ia berhasil mencetak 28 gol—dan kemudian namanya dikenal oleh dunia.
Untuk Serie A musim ini saja, ia telah mencetak 19 gol dan menjadi pemuncak sementara daftar pemain tersubur di Italia. Ia hanya hanya butuh satu gol lagi untuk menyamai pencapaian Gabriel Omar Batistuta di Serie A musim 2000/2001 lalu di mana ketika itu Roma berhasil meraih scudetto.
Mungkin lantaran Edin-lah, Roma hingga saat ini bisa begitu tampil spartan musim ini di liga tertinggi sepak bola Italia dan masih setia membuntuti Juventus yang masih betah berada di atas singasana klasemen sementara dengan 7 poin saja.
Di usia yang semakin matang, Dzeko semakin menunjukan tajinya sebagai pemain yang bisa bangkit kembali setelah terpuruk dan sempat dicaci karena mandul lantas kembali menjadi salah satu striker yang paling tajam di Eropa.
Supported by:





www.kaskus.co.id





www.kaskus.co.id
0
2.5K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan