Kaskus

Story

25najibAvatar border
TS
25najib
Daun Randu Terakhir
alhamdulillah bisa bikin indeks. teimakasih buat mas Nanang Subagyo, yeng udah minjemin laptop buat bikin indeks, buat Rosyid juga, makasih voucher wifi id.nya, imanuel dan pak dhe indro, makasih sudah nemenin, buat guru, makasih juga, udah aku bikin indeks. emoticon-Big Grin. selamat menikmati....
indeks :
1. Daun Randu Terakhir
2. Dream Catcher
3. Bait Puisi
4. Layang-Layang
5. Sunset
6. Aku, Senja, dan Kamu
7. Eksekusi
8. Sang Senja yang Menjadi Saksi

seperti senja yang selalu kurindukan, begitupun sosokmu yang akan selalu kunantikan. saat rasa sayangku sudah kupastikan hanya untukmu, maka aku akan terus bersamamu. apapun yang terjadi. meski daun randu terakhir telah jatuh di penghujung senja yang jingga, rasa sayang ini tak akan gugur begitu saja. percayalah

Daun Rndu Terakhir

Dahan pohon randu menjatuhkan daun terakhirnya di musim ini, bersama hembus angin yang silir menelisik setiap sisi alam nan cantik ini. Juga mulai kudengar kepak sayap burung dara yang terbang bersama teman hidup setianya. Mereka, burung dara jantan dan betina itu membelah langit cerah di atasku dengan mesra. Seolah bercengkrama di atas cakrawala bercerita atau saling berkata tentang cinta. Selepas tiga kali keliling, mereka hinggap pada dahan pohon randu tadi. Mengambil nafas sejenak untuk memulai kemesraan selanjutnya. Seolah mereka tak mau dipisahkan.

Sudah lima belas menit aku menunggu di sini. Dia yang tadi katanya ingin berjumpa tak kunjung terlihat batang hidungnya. Aku melamun dalam penantianku itu. Membayangkan sejuk tatapan, senyum yang amat menawan, juga rona ceria yang selalu ada pada paras cantiknya itu. Sungguh ciptaan yang menurutku begitu indah dan sangat pantas untuk dikagumi. Mengingat bagaimana caranya menghiburku yang selalu saja indah itu membuatku semakin rindu. Gelak tawa yang mengalir begitu saja ketika kami bercanda, selalu saja membuat bibirku diam diam mengembang tersenyum kala mengingat momen indah itu.

"Derrrr .... Hayo ngelamunin siapa kok ketawa ketawa sendiri ?"
"Ih kamu ini. Senengnya ngagetin aku. Kalo aku jantungan gimana ? Kalo aku mati kaget gimana ? Kan gak bisa ngeliat kamu ketawa pas tua nanti."
"Ohh so sweetnya pacarku ini. Eh udah lama nunggunya ?"
"Enggak sih baru setengah jaman."
"Uh lama dong setengah 'jaman'. Hahaha ..."
"Eh maksud aku setengah jam."
"Hehe iya iya becanda."
"Ih kamu becanda mulu"
"Yang penting rasa sayang aku ke kamu gak pernah becanda. Aku sayang kamu serius. Gak main main. Karena kamu bukan mainan."
"Kamu itu ya ... Cewek yang hobinya ngegombal. Cari hobi yang bagusan dikitlah. Hehehehe .. Kayak aku dong hobi aku lebih bagus."
"Emang apa ?"
"Bayangin kamu pas senyum."
"Eleh. Bisa aja. Eh yuk buruan."
"Kemana ?"
"Katanya mau jalan jalan?"
"Eh iya ya. Ayok."

Dan kami putuskan hari ini adalah hari milik kami. Mengahabiskan waktu berdua saja. Tanpa ada yang mengganggu. Dan kami putuskan hari ini adalah momen indah kami berdua. Menikmati belaian angin yang mengibarkan rambut Rara. Rambutnya memang dibiarkan tergerai. Sebab aku yang memintanya untuk tidak mengikatnya. Awalnya dia menolak, tapi setelah aku membujuknya, akhirnya ia luluh. Aku memang selalu suka saat rambutnya tergerai seperti ini. Menambah ayu paras menawannya itu. Dan saat helai rambut halusnya tertiup angin hingga menutupi matanya, aku dengan cekatan menyelipkan ujung rambut itu di kupingnya.

Sejenak tatap mata kami beradu. Hanya ada aku di matanya. Aku yakin itu. Sangat yakin. Pun keyakinanku pada hatinya yang hanya ada aku. Dan sama pula sebaliknya.

Sorot mataku memandang dalam dalam pada bola matanya. Menyatakan perasaanku yang semakin hari semakin mencintainya dengan sangat, lewat tatap mataku ini. Mengatakan bahwa aku begitu menyayangi wanita ini, dan aku ingin selalu berada di samping perempuan ini. Menemani setiap langkahnya, memapahnya ketika ia jatuh, menggendongnya ketika ia lelah melangkah.

"Ffuuuhh"
"Ih kamu jail banget ya. Lagi ngeliatin mata kamu yang cantik iti kok malah ditiup."
"Kirain kelilipan sampe gak kedip gitu."
"Awas ya kamu. Aku cubit."
"Kabuurrrr ...."

Sekali lagi gelak tawa mengalir begitu saja dalam candaan kami. Dia yang selalu bisa menjaga suasana yang selalu menyenangkan. Dia yang selalu saja punya sserbu satu macam cara untuk mengisi waktu kami ketika bersama. Dan hari ini begitu indah dengan sejuta kebahagiaan yang ia berikan meski melalui hal hal sepele seperti ini.

"Ih capek ya ..."
"Siapa suruh lari lari."
"Kamu yang ngejar sih. Jadinya aku lari."
"Kamu yang jahil sih. Jadinya aku kejar."
"Kamu yang gak kedip kedip sih. Jadinya aku tiup."
"Kamu yang cantiknya gak ketulungan sih. Jadinya aku liatin sampai lupa kedip. Hehehe..."
"Iya iya. Eh laper nih."
"Sama. Cari makan yuk."
"Ayuk. Traktir ya ? Hehehe."
"Iya sayang"

Dan di warung makan yang sederhana itu, dengan menu makan yang sederhana pula, kami menikmati waktu kami yang tersisa hari ini. Kembali terpukau oleh paras menawannya. Sampai nasi putih dan gudhegku belum kumakan sama sekali. Saking indahnya ciptaan Sang Kuasa ini, mengalihkan perhatianku.

"Mas Roni, aku mau ngomong."
"Ngomong apa sih Ra? Ngomong aja."
Meskipun dalam hati aku mulai degdegan dengan apa yang akan diucapkan Rara. Kalau kalau itu adalah suatu kenyataan serasa biji mahoni. Berhetar tanganku demi menanti perkataannya.

"Gudhegnya enak, Mas."
"Yee... Kirain mau ngomong apaan. Ternyata gudheg to."
"Iya, Mas. Aku bakalan kangen gudheg ini dan semua kesenangan kita hari ini, Mas."

Degg. Rasanya jantungku berhenti berdetak sesaat.

"Memang kenpa Ra?"
"Aku sama bapak disuruh kuliah ke luar negri, Mas."
"Loh harusnya kamu seneng dong. Itukan yang kamu pinginkan dari dulu?"
"Iya, Mas tapi..."
"Tapi apa lagi Ra? Mas bakalan selalu mendukung kamu. Ketika kamu kembali nanti, mas akan ajak kamu makan di sini lagi. Mau ? Mas janji."
"Iya mas. Tapi bukan itu masalahnya. Memang kiliah di luar negri itu cita cita Rara dari dulu, Mas. Tapi setelah lulus kuliah nanti aku akan menetap di sana dan hanya mengunjungi bapak sesekali. Sebab ...."
"Sebab apa Ra ?" tubuhku makin bergetar. Firasatku mengatakan ini adalah pil pahit.
"Sebab, aku sudah dijodohkan dengan anak teman bapak yang bertempat tinggal di sana. Dan setelah lulus nanti Rara harus menikah dengan dia, Mas."

Seketika ragaku serasa disetrum listrik bertegangan seribu volt. Hatiku mau rontok rasanya. Kacau, tak karuan. Lidahku kelu tak ada sepatah katapun yang mampu aku ucakpan. Entah mengapa. Atau mungkin ini terlalu cepat dan mungkin karena perubahan drastis suasana hatiku.

Lalu terkenang lagi tentang kejadian yang terjadi hari ini. Saat kami berlarian saling mengejar seperti kedua burung dara yang hinggap di dahan pohon randu yang telah menggugurkan daun tetakhirnya.
Diubah oleh 25najib 11-03-2017 22:53
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4.3K
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan