- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dikala Pemerintah Berjuang Melawan Asing, Nihil Aksi Bela Negara


TS
aisyaainun
Dikala Pemerintah Berjuang Melawan Asing, Nihil Aksi Bela Negara
Quote:
Mungkin anda heran, ada jutaan orang rela turun ke jalan demi sebuah kepentingan politik yang dibungkus dengan kedok agama. Mereka ini dimobilisasi bahkan sebagian diantaranya difasilitasi agar mau datang melakukan aksi demo ke DKI Jakarta. Demo berkali kali, dengan pemahaman mereka itu sedang berjihad membela agamanya. Padahal sebenarnya mereka cuma diperalat oleh pemimpin mereka yang main mata dengan elite politik. Demi apa? Demi membuat seorang petahana yang dianggap telah menista agama, bisa lengser dari kursinya. Sebuah modus yang terlalu mengada-ada. Hal remeh temeh didramatisir dan digoreng sedemikian rupa, karena statusnya sebagai petahana yang paling tinggi elektabilitasnya, harus digoyang supaya terjungkal. Orang jawa bilang, kriwikan dadi grojokan. Hal kecil dibesar besarkan. Padahal ada yang salah hitung anggaran tunjangan profesi guru hingga 23,3 triliun, malah dianggap kalkulatornya yang rusak. Ibu pertiwi sedang berduka, karena sebagian kecil rakyatnya (kecil tapi aktif di ibukota negara sehingga selalu bikin gaduh dan terkesan banyak) mulai teracuni doktrin radikal. Mereka ini telah didoktrin untuk melakukan dikotomi (memilah) antara agama dan negara sebagai sesuatu yang saling menggantikan, bukan saling melengkapi.
Kamu cinta ibumu atau istrimu? Kamu cinta istrimu atau anakmu? Seperti itulah analoginya. Anda diminta memilih lebih sayang ibu kandung atau istri. Mestinya keduanya bisa dilakukan secara bersamaan karena cinta kepada ortu beda dengan cinta kepada istri, tak harus memilih salah satu. Mencintai istri bukan berarti rasa cinta kepada ibu menjadi hilang atau berkurang. Begitupun cinta kepada agama dan cinta kepada bangsa negara bukanlah 2 hal yang harus dipilih dan saling menggantikan. Keduanya saling melengkapi, tanpa ada kecemburuan yang satu terhadap yang lainnya. Bisa dilakukan berbarengan tanpa menomor duakan yang lainnya.
Nah, kelompok radikal ini memiliki doktrin dan pemahaman bahwa agama (identik dengan Tuhan) harus ditempatkan diatas segala galanya. Menggantikan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kitab suci. Makanya hormat bendera dilarang karena tak ada yang boleh dihormati kecuali Tuhan. Konstitusi dan dasar negara dianggap buatan manusia, dan harus diganti dengan aturan menurut kitab suci yang berasal dari Tuhan. Orang yang tidak seagama tak boleh dijadikan pemimpin pemerintahan mereka. Doktrin dan pemahaman inilah, yang tak bisa membedakan kehidupan beragama dan berbangsa, membuat mereka tutup mata saat pemerintah sedang berjuang mati-matian melawan hegemoni AS di tambang Freeport. Mereka bisa turun ke jalan menggelar aksi berjilid jilid demi membela agama (faktanya ditumpangi politik praktis), tapi tak merasa terpanggil sedikitpun membela pemerintahannya yang sedang membela UUD (pasal 33 hal kekayaan alam).
Apapun itu, mereka tetaplah saudara sebangsa dan setanah air dengan kita, yang harus kita hormati dengan pemikiran dan pilihannya. Jangan cuma teriak-teriak memaksa mereka untuk turun ke jalan membela pemerintah, lebih baik kita sendiri secara bersama-sama yang terus mengawal, mendukung dan menyemangati pemerintah RI, agar berjuang menegakkan kedaulatan RI di Timika. Kita bukan orang jalanan yang bawa spanduk dan carter pesawat ke Papua untuk aksi demo. Cukup dukung dalam doa, dan memberikan apresiasi kepada pak Jokowi, pak Jonan dan pak Arcandra. Tetap semangat pak!
Kamu cinta ibumu atau istrimu? Kamu cinta istrimu atau anakmu? Seperti itulah analoginya. Anda diminta memilih lebih sayang ibu kandung atau istri. Mestinya keduanya bisa dilakukan secara bersamaan karena cinta kepada ortu beda dengan cinta kepada istri, tak harus memilih salah satu. Mencintai istri bukan berarti rasa cinta kepada ibu menjadi hilang atau berkurang. Begitupun cinta kepada agama dan cinta kepada bangsa negara bukanlah 2 hal yang harus dipilih dan saling menggantikan. Keduanya saling melengkapi, tanpa ada kecemburuan yang satu terhadap yang lainnya. Bisa dilakukan berbarengan tanpa menomor duakan yang lainnya.
Nah, kelompok radikal ini memiliki doktrin dan pemahaman bahwa agama (identik dengan Tuhan) harus ditempatkan diatas segala galanya. Menggantikan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kitab suci. Makanya hormat bendera dilarang karena tak ada yang boleh dihormati kecuali Tuhan. Konstitusi dan dasar negara dianggap buatan manusia, dan harus diganti dengan aturan menurut kitab suci yang berasal dari Tuhan. Orang yang tidak seagama tak boleh dijadikan pemimpin pemerintahan mereka. Doktrin dan pemahaman inilah, yang tak bisa membedakan kehidupan beragama dan berbangsa, membuat mereka tutup mata saat pemerintah sedang berjuang mati-matian melawan hegemoni AS di tambang Freeport. Mereka bisa turun ke jalan menggelar aksi berjilid jilid demi membela agama (faktanya ditumpangi politik praktis), tapi tak merasa terpanggil sedikitpun membela pemerintahannya yang sedang membela UUD (pasal 33 hal kekayaan alam).
Apapun itu, mereka tetaplah saudara sebangsa dan setanah air dengan kita, yang harus kita hormati dengan pemikiran dan pilihannya. Jangan cuma teriak-teriak memaksa mereka untuk turun ke jalan membela pemerintah, lebih baik kita sendiri secara bersama-sama yang terus mengawal, mendukung dan menyemangati pemerintah RI, agar berjuang menegakkan kedaulatan RI di Timika. Kita bukan orang jalanan yang bawa spanduk dan carter pesawat ke Papua untuk aksi demo. Cukup dukung dalam doa, dan memberikan apresiasi kepada pak Jokowi, pak Jonan dan pak Arcandra. Tetap semangat pak!
Harus Dibedakan Mana untuk Beragama n Berbangsa

SUMUR
0
8.5K
Kutip
81
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan