- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
FSTVLST: Band Pelantun Rock dan Seni yang Setara


TS
checkerboard.
FSTVLST: Band Pelantun Rock dan Seni yang Setara

FSTVLST (baca: Festivalist) ialah sebuah fenomena menarik. Lahir dari Jenny – sebuah band bernafaskan garage rock ala The Strokes yang sempat didukung massa solid di Yogyakarta dengan nomor andalan "Mati Muda," yang juga pernah digubah secara instrumental oleh Frau.
Anehnya, kehilangan dua personel tak lantas menumbangkan karir mereka. Nama Jenny diistirahatkan, personel baru didatangkan, lalu lahirlah FSTVLST dengan jumlah penggemar yang lebih menjulang.
Masih berakar dari semangat Jenny, FSTVLST semakin tangguh dengan konsep lirik, aransemen, visual, aksi panggung dan ideologi yang kuat, yang kemudian kini mereka definisikan sebagai almost rock barely art.
Tak ada sejarah FSTVLST tanpa nama Jenny. Didirikan di Fakultas Seni Rupa – Institut Seni Indonesia pada 2003, Jenny sempat merilis sebuah album penuh berjudul Manifesto. Namun pada 2010, pemain bass mereka mengundurkan diri karena masalah pekerjaan dan keluarga, disusul sang drummer setahun kemudian dengan alasan serupa. Hanya tersisa setengah dari jumlah personel awal, Jenny memutuskan untuk berganti nama menjadi FSTVLST.
Tepatnya 2011 nama FSTVLST lahir. Titik pergantian nama itu adalah sebuah acara musik di Yogya dengan tema "Mendengar Jenny Melihat FSTVLST" lewat konsep memainkan lagu-lagu Jenny dibelakang cadar bertuliskan FSTVLST.
Lalu pada 2012 mereka akhirnya mulai menggarap album perdana FSTVLST dengan formasi tetap Farid (vokal), Roby (gitar), Mufid (bas) dan Danish (drum).
Meski tak mau melupakan Jenny sebagai sejarah, Farid, personel FSTVLST yang turut mendirikan Jenny menegaskan kepada Rolling Stone, "Salah satu alasan kenapa berganti nama karena memang tidak mau mengkultuskan Jenny-nya. Jadi kalau pertanyaannya apakah masih Jenny atau FSTVLST.... Saya bisa bilang ini FSTVLST."
Nama FSTVLST sendiri dimaknai sebagai "orang-orang yang merayakan apa saja dalam hidup", yang dalam konteks musik berarti semua pihak yang merayakan musik, baik itu musisi atau penikmatnya.
Tentang almost rock barely art yang mereka canangkan sebagai genre, elemen garage warisan Jenny terdengar mulai direcoki sentuhan post punk dan art rock ala Velvet Underground. Namun Roby selaku gitaris memaparkan, "Jadi (musik) dari era 90 kesini itu di blend aja. Nggak ada yang memaksa atau terpaksa ditampilkan supaya terlihat "wah". Jadi ya mengalir aja karena referensinya dari situ. Nggak ada yang spesifik kita mau ngarah ke rock ini, atau garage."
Mengenai pendewasaan dan perbandingan warna musikal antara Jenny dan FSTVLST, Roby menambahkan, "Kalau musiknya Jenny ya apa adanya karena waktu itu kita DIY (Do It Yourself). Kita nggak punya uang, nggak punya fasilitas yang memenuhi untuk membuat record itu jadi oke. Saat ke FSTVLST ini bukan terus musiknya melembek. Kita bikinnya ya sedikit lebih tenang, lebih terkonsep dengan baik."
Selain aransemen, yang juga rawan mencuri perhatian saat mendengar lagu-lagu FSTVLST adalah lirik puitis ciptaan Farid. Tentang inspirasinya, sang vokalis mengemukakan, "Tidak jauh-jauh, ibaratnya semua pengalaman yang saya bisa pegang. Jadi tidak pernah membahasakan yang saya tidak tahu. Jadi apa yang saya lihat di sekeliling. Kecenderungan orang-orang seperti apa, saya seperti apa, lingkungan seperti apa, teman-teman saya seperti apa."
Latar belakang pendidikan seni rupa juga membuat kuartet itu tak bisa mengindahkan unsur visual. Bagi FSTVLST, visual tidak hanya untuk dinikmati, namun juga sebagai metode penyampaian pesan dari band kepada penyimaknya.
Maka para penggemar setia FSTVLST tak akan asing lagi dengan celana bercorak tulang tengkorak yang kerap dikenakan Farid dalam aksi panggungnya yang eksentrik dan cenderung artistik. Dalam warna merah-putih-hitam yang diusung menjadi ciri khas band pun bersemayam pesan kesederhanaan dan "kesetaraan".
"Kesetaraan" adalah konsep yang dijunjung FSTVLST untuk mengenyahkan model interaksi idola-penggemar yang membuat mereka jengah. Melihat antusiasme publik kepada FSTVLST yang semakin membludak, mereka segera mengambil tindakan dengan mengukuhkan orang-orang yang antusias pada FSTVLST dengan sebutan Festivalist, yang otomatis sama dengan nama band itu sendiri.
Farid mengutarakan, "Band ini kan mulanya dari institusi seni rupa, bukan seni musik. Jadinya ketika kami berkarya, etos yang dibangun itu bener-bener etos berkarya. Ingin menge-nol-kan yang lain. Bukan tendensi-tendensi kayak pengen terkenal, pengen menjadi figur yang seperti apa."
"Bahwa saya tidak mau kemudian jadi pengen dielu-elukan, sampai dibawain bendera. Saya selalu menanamkan ke temen-temen Festivalist, "Biasa wae ama FSTVLST itu". Kalau mau mendengarkan ya mendengarkan. Yang patut dibegitukan kan ya lebih baik orang tuamu, " imbuhnya.
Meski tak mau diagungkan, namun kedekatan FSTVLST dengan Festivalist boleh diuji, apalagi mereka kerap menggelar acara-acara sederhana seperti bedah lirik, buka bersama, FSTVLST sketch.
Namun Farid mengaku bandnya siap mempertahankan konsep kesetaraan FSTVLST dalam kemungkinan apapun. "Jadi ibaratnya nggak usahlah ngeband kalau kemudian unsur srawung-nya (kumpul-kumpul, Red) ilang. Siap nggak siap itu sudah harga mati dan harus tetap setara," pungkasnya mantap.



Jujur, saya menyukai band ini bukan hanya karena musiknya. Namun lebih kepada apa yang mereka perbuat terhadap musik yang mereka buat. Bagaimana mereka menghargai karya mereka. Bagaimana mereka mengemas dan membungkus layaknya makanan yang enak. Iya, halnya makanan, akan bertambah nikmatnya jika disajikan dengan hikmat.
Saya lapar mata terhadap band ini. Saya selalu tertarik dengan apa yang mereka kerjakan. Mulai mencari, mulai mendekati, mulai (benar-benar) menyukai.
Jika saya boleh imajikan (tentu saja boleh), mereka adalah segerombolan anak muda yang menganggap materi, cinta dan kehidupan adalah hal yang biasa. Mereka segerombolan anak muda gondrong mengendarai mobil van, dengan gitar, dana seadanya dan seorang anak gadis kecil yag diberi nama Jenny. Menjelajahi nusantara. Berjalan kemana hendak mereka, istirahat sekena tempat saja. Apapun yang mereka lakukan penuh dengan cinta. Cinta? ya, bukan hanya tentang kau dan dia, namun lebih dari itu. Cinta mereka terhadap negeri yang mereka pijak, cinta mereka terhadap orang di sekeliling mereka, cinta mereka terhadap masa lalu dan masa yang akan datang. Cinta mereka terhadap apapun yang membuat mereka merasa hidup. Melakukan apapun yang mereka suka.
Saya tidak akan menceritakan tentang lirik mereka yang satir sekaligus puitis. Saya tidak akan menceritakan bagaimana Menantang Rasi Bintang sempat menjadi lagu pembuka di kamar mandi pagi hari. Bagaimana Ayun Buai Zaman benar-benar membuai, liriknya membuat saya menerka-nerka, kemana arah pembicaraan mereka. Dan bagaimana tentang musik dan lirik mereka. Dari satu hingga sepuluh berapa nilainya? nilainya delapan, delapan sajalah, karena sembian dan sepuluh dianggap berlebihan. Nggak penting, delapan atau sembilan atau sepuluh, yang penting lulus. Kategori lulus dan nggak mengulang di semester berikutnya, minimal nilai enam. Delapan sudah sangat bagus. Oh, maaf, saya masih suka mengenang masa lalu jika berbicara nilai. Hehehehe
Mereka adalah satu kesatuan, antara musik, gaya hidup, dan seni.
Sumber : http://www.rollingstone.co.id/articl...ni-yang-setara
Diubah oleh checkerboard. 16-02-2017 15:53
0
6.7K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan