- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mahfud MD: Berstatus Terdakwa, Ahok Harus Nonaktif


TS
taht4ternod4
Mahfud MD: Berstatus Terdakwa, Ahok Harus Nonaktif
10 2 17
Jakarta - Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama akan kembali bertugas setelah masa cuti kampanyen berakhir pada Sabtu (11/2). Meski demikian, dengan statusnya sebagai terdakwa perkara dugaan penistaan agama, Ahok, sapaan Basuki harus kembali dinonaktifkan dari jabatannya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan, berdasar Pasal 83 ayat (1) UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara. Dikatakan, pasal ini tidak memiliki tafsiran lain. Untuk itu, penonaktifan kembali Ahok tidak dapat menunggu hingga proses persidangan sampai pada tahap pembacaan tuntutan.
"Menurut UU (nomor 23 tahun 2014) Pasal 83 Ayat (1) itu kan jelas. Seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut ya, yang sudah menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Tidak ada pasal lain yang bisa menafikan itu. Tidak bisa mengatakan menunggu tuntutan. Loh ini dakwaan kok. Iya kan? Dakwaannya sudah jelas," kata Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2).
Dikatakan, jika pemerintah bersikukuh mengaktifkan Ahok kembali dalam statusnya sebagai terdakwa, aturan dalam Pasal 83 itu harus diubah terlebih dahulu. Presiden memiliki kewenangan untuk mencabut pasal itu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Namun, langkah ini, kata Mahfud memiliki resiko politik yang cukup besar.
"Saya memberi jalan yuridisnya. Ada hak subyektif presiden. Hak subyektif itu artinya alasan-alasannya ditentukan sendiri tapi dipertanggungjawaban sendiri secara politik pada masa sidang DPR berikutnya. Termasuk kemungkinan kalau misalnya Perppu itu dinyatakan ditolak. Itu harus dipersiapkan juga," katanya.
Dikatakan, selain penerbitan Perppu tidak ada instrumen hukum lain yang dapat menjadi pembenaran mempertahankan Ahok sebagai Gubernur selama berstatus terdakwa. Untuk itu, ketimbang menghadapi resiko politik yang cukup besar, Mahfud menyarankan agar Presiden melalui Mendagri kembali menonaktifkan Ahok saat cuti masa kampanye berakhir.
"Kalau tanggal 12 (Februari) ini pak Ahok tidak dicopot, harus keluarkan Perppu. Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut itu (Pasal 83 UU nomor 23 tahun 2014). Karena UU jelas bunyinya. Bukan (tahap) tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan tunggu tuntutan. Loh di situ terdakwa, berarti dakwaan. Dakwaannya jelas ancamannya. Jadi tidak ada instrumen hukum lain," katanya.
Sumber sumber
Koment ts..... jangan demi kawan hukum tumpul namun ke lawan hukum tajam
Jakarta - Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama akan kembali bertugas setelah masa cuti kampanyen berakhir pada Sabtu (11/2). Meski demikian, dengan statusnya sebagai terdakwa perkara dugaan penistaan agama, Ahok, sapaan Basuki harus kembali dinonaktifkan dari jabatannya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan, berdasar Pasal 83 ayat (1) UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara. Dikatakan, pasal ini tidak memiliki tafsiran lain. Untuk itu, penonaktifan kembali Ahok tidak dapat menunggu hingga proses persidangan sampai pada tahap pembacaan tuntutan.
"Menurut UU (nomor 23 tahun 2014) Pasal 83 Ayat (1) itu kan jelas. Seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut ya, yang sudah menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Tidak ada pasal lain yang bisa menafikan itu. Tidak bisa mengatakan menunggu tuntutan. Loh ini dakwaan kok. Iya kan? Dakwaannya sudah jelas," kata Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2).
Dikatakan, jika pemerintah bersikukuh mengaktifkan Ahok kembali dalam statusnya sebagai terdakwa, aturan dalam Pasal 83 itu harus diubah terlebih dahulu. Presiden memiliki kewenangan untuk mencabut pasal itu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Namun, langkah ini, kata Mahfud memiliki resiko politik yang cukup besar.
"Saya memberi jalan yuridisnya. Ada hak subyektif presiden. Hak subyektif itu artinya alasan-alasannya ditentukan sendiri tapi dipertanggungjawaban sendiri secara politik pada masa sidang DPR berikutnya. Termasuk kemungkinan kalau misalnya Perppu itu dinyatakan ditolak. Itu harus dipersiapkan juga," katanya.
Dikatakan, selain penerbitan Perppu tidak ada instrumen hukum lain yang dapat menjadi pembenaran mempertahankan Ahok sebagai Gubernur selama berstatus terdakwa. Untuk itu, ketimbang menghadapi resiko politik yang cukup besar, Mahfud menyarankan agar Presiden melalui Mendagri kembali menonaktifkan Ahok saat cuti masa kampanye berakhir.
"Kalau tanggal 12 (Februari) ini pak Ahok tidak dicopot, harus keluarkan Perppu. Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut itu (Pasal 83 UU nomor 23 tahun 2014). Karena UU jelas bunyinya. Bukan (tahap) tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan tunggu tuntutan. Loh di situ terdakwa, berarti dakwaan. Dakwaannya jelas ancamannya. Jadi tidak ada instrumen hukum lain," katanya.
Sumber sumber
Koment ts..... jangan demi kawan hukum tumpul namun ke lawan hukum tajam
0
1.7K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan