Jakarta - Post power syndrome memang bukan bentuk gangguan jiwa atau masalah kejiwaan. Meski begitu, fenomena ini kerap terjadi di masyarakat, bahkan mungkin di lingkungan kerja atau keluarga kita sendiri.
Veronica Adesla, psikolog klinis dari Personal Growth, mengatakan post power syndrome biasanya muncul setelah orang kehilangan kekuasaan atau jabatan, diikuti dengan harga diri yang menurun. Akibatnya, ia bisa merasa tidak lagi dihormati dan lebih mudah tersinggung dan curiga.
"Umumnya juga orang yang mengalami post power syndrome ini tidak sadar akan kondisinya. Namun keluarga terdekat ataupun orang lain yang dekat atau tinggal bersamanya akan melihat perubahan sikatp, emosi dan perilaku," tutur Veronica, saat berbincang dengan detikHealth.
Baca juga: Gampang Sensi Saat Pensiun, Tergolong Post Power Syndrome?
Gejala yang muncul pun bermacam-macam dan meliput aspek fisik hingga psikologis. Dikatakan Veronica, gejala yang umum terlihat antara lain: rasa kecewa, bingung, kesepian, ragu-ragu, khawatir, takut, putus asa, dan merasa kosong.
Pada orang yang pernah memegang jabatan penting, gejala post power syndrome bisa muncul jika ia tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau tidak dimintai pendapat. Bisa juga rasa curiga dan tersinggung muncul ketika saran atau pendapatnya tidak dijalankan.
"Selain itu orang yang mengalami post power syndrome juga menjadi suka ikut campur dan mengatur secara berlebihan hal-hal di sekitarnya yang bahkan bukan menjadi tanggung jawab ataupun urusannya dan tidak diminta," tambahnya lagi.
Dihubungi terpisah, dr Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera mengatakan post power syndrome dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Gejala umum yang terjadi adalah sakit kepala dan sakit perut, gejala yang lazim juga ditemukan pada pasien depresi.
"Atau misalnya sebelumnya dia sudah punya penyakit darah tinggi, post power syndrome bisa bikin tensinya naik lebih mudah atau lebih cepat. Makanya ini harus dikendalikan," tutupnya.
sumber
Quote:
Gampang Sensi Saat Pensiun, Tergolong Post Power Syndrome?
Jakarta - Mudah baper atau tersinggung dan marah-marah terjadi pada sebagian besar orang yang memasuki fase lanjut usia atau pensiun. Lantas, apakah hal ini berkaitan dengan post power syndrome?
Psikolog dari Fakultasi Psikologis Universitas Indonesia, Bona Sardo, MPsi, mengatakan sejatinya post power syndrome hanyalah sebutan untuk masalah psikologis yang dialami oleh orang-orang yang memasuki masa pensiun, setelah sebelumnya memiliki jabatan dan kekuasaan.
"Istilah ini merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang mengganggu lingkungan keberfungsian dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Misalnya dia sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala organisasi atau badan tertentu, tapi tingkahnya angkuh dan masih bossy, nah ini yang disebut post power syndrome," tutur Bona saat berbincang dengan detikHealth.
Baca juga: Usia Tua Bikin Seseorang Mudah Baper? Ini Penjelasan Pakar
Dihubungi terpisah, dr Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, mengatakan bahwa memang secara klasifikasi, post power syndrome tidak digolongkan sebagai masalah kejiwaan ataupun gangguan jiwa. Namun secara teori kedokteran, ada masalah yang disebut sebagai stres pasca pensiun yang memang bisa terjadi pada seseorang saat memasuki masa pensiun dan lanjut usia.
Gejala umumnya adalah sering merasa sedih, putus asa, hingga tidak ada keinginan untuk melakukan sesuatu. Hal ini juga bisa membuat seseorang menjadi lebih sensitif sehingga mudah marah dan mudah tersinggung.
"Ketidakmauan melakukan sesuatu ini sering dikaitkan dengan masalah emosional seperti melakukan agresivitas verbal, ya marah-marah, gampang tersinggung dan tidak bisa dikritik tadi," urainya.
Dijelaskan dr Andri, gejala post power syndrome sendiri lebih dekat dengan gejala depresi seperti sakit kepala, sakit perut, atau tekanan darah yang tinggi. Sehingga akan berlanjut jika dibiarkan dan tidak ditangani dengan baik.
"Kalau di atas 2 minggu masih ada gejala fisik dan psikologis, ini sudah didiagnosis mengalami depresi. Harus mendapat pengobatan profesional," tandasnya.
sumber
Quote:
Tak Ditangani, Post Power Syndrome Bisa Berubah Jadi Depresi
Jakarta - Post power syndrome memang bukan diklasifikasikan sebagai gangguan jiwa. Namun menurut dokter, post power syndrome erat hubungannya dengan depresi.
dr Andri SpKJ, FAPM, dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, mengatakan bahwa post power syndrome memiliki gejala yang mirip dengan depresi. Gejala tersebut antara lain, sakit kepala, sakit perut, merasa kehilangan, putus asa, sensitif hingga tidak mau lagi melakukan apapun.
"Kalau sudah di atas 2 minggu mengalami gangguan fisik dan psikologis, serta tidak mau melakukan aktivitas pribadi dan sosial, ini sudah didiagnosis sebagai depresi," tutur dr Andri saat berbincang dengan detikHealth.
Baca juga: Catat! Ini Gejala Seseorang Mengalami Post Power Syndrome
Dikatakan dr Andri, post power syndrome merupakan istilah yang umum digunakan oleh orang Indonesia. Sedikit literatur dari luar negeri yang menyebut soal post power syndrome. Sebagian besar literatur yang ada menyebutnya dengan nama stres pasca pensiun.
Gejalanya memang sama seperti yang disebutkan di atas. Ditambah lagi biasanya yang mengalami hal ini adalah orang-orang yang sudah lanjut usia dan sebelumnya memiliki jabatan, kekuasaan atau kedudukan penting.
dr Andri menjelaskan ada tiga hal yang membuat seseorang merasa stres setelah pensiun. Pertama, kondisi ekonomi yang berubah. Ketika pensiun, pendapatan keluarga tentu akan berkurang atau tidak sebanyak saat masih asktif bekerja.
Kedua adalah masalah hubungan, baik dengan keluarga ataupun tempat kerja. Tidak lagi memiliki akses untuk bersosialisasi dapat membuat seseorang stres yang akhirnya berujung pada depresi.
Ketiga adalah masalah kesehatan. Kesehatan yang menurun membuat seseorang menjadi tidak produktif hingga tidak mandiri. Kondisi ini berbanding terbalik dengan saat masih produktif dan bisa menyebabkan stres.
Oleh karena itu, dr Andri menyarankan agar pasca pensiun, lansia tidak hidup sendiri. Jika hidup sendiri, risiko mengalami stres, kesepian hingga depresi akan lebih besar.
sumber
penyakit para politisi ne
