- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Presiden Belum Berniat Angkat Antasari Sebagai Jaksa Agung


TS
rechtsanwalt
Presiden Belum Berniat Angkat Antasari Sebagai Jaksa Agung
Quote:
Quote:
Joko Widodo Presiden mengatakan, belum ada rencana mengganti M Prasetio Jaksa Agung karena kinerja mantan politisi Nasdem itu dinilai masih baik.
Pernyataan presiden ini untuk menepis isu pergantian jaksa agung menyusul grasi yang diberikan presiden kepada Antasari Azhar tarkait kasus pembunuhan.
Belakangan beredar wacana mengenai Antasari Azhar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digadang-gadang akan diangkat sebagai Jaksa Agung.
Sejumlah pihak sebelumnya memang mengusulkan pengangkatan Antasari karena rekam jejaknya. Antasari yang pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu dianggap mengetahui betul tentang anatomi korps Adhyaksa serta mengetahui tugas dan fungsinya.
Namun, Kepala Negara sendiri menyebut bahwa siapapun dapat memegang jabatan sebagai Jaksa Agung berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Terkait dengan usulan tersebut, Presiden menekankan sampai saat ini dirinya belum memiliki rencana untuk mengganti Jaksa Agung yang saat ini dijabat oleh Prasetyo.
"Siapapun bisa saja menjadi Jaksa Agung. Tapi sampai sekarang belum ada pikiran ke sana," kata Jokowi menanggapi rumor pergantian jaksa agung.
Presiden menerangkan bahwa tidak ada pertemuan dan pembicaraan dengan Antasari Azhar dalam kaitannya dengan wacana itu.
Presiden tidak menjawab ketika ditanya Antasari layak jadi jaksa agung atau tidak. (jos/dwi)
sumber
Pernyataan presiden ini untuk menepis isu pergantian jaksa agung menyusul grasi yang diberikan presiden kepada Antasari Azhar tarkait kasus pembunuhan.
Belakangan beredar wacana mengenai Antasari Azhar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digadang-gadang akan diangkat sebagai Jaksa Agung.
Sejumlah pihak sebelumnya memang mengusulkan pengangkatan Antasari karena rekam jejaknya. Antasari yang pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu dianggap mengetahui betul tentang anatomi korps Adhyaksa serta mengetahui tugas dan fungsinya.
Namun, Kepala Negara sendiri menyebut bahwa siapapun dapat memegang jabatan sebagai Jaksa Agung berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Terkait dengan usulan tersebut, Presiden menekankan sampai saat ini dirinya belum memiliki rencana untuk mengganti Jaksa Agung yang saat ini dijabat oleh Prasetyo.
"Siapapun bisa saja menjadi Jaksa Agung. Tapi sampai sekarang belum ada pikiran ke sana," kata Jokowi menanggapi rumor pergantian jaksa agung.
Presiden menerangkan bahwa tidak ada pertemuan dan pembicaraan dengan Antasari Azhar dalam kaitannya dengan wacana itu.
Presiden tidak menjawab ketika ditanya Antasari layak jadi jaksa agung atau tidak. (jos/dwi)
sumber
Quote:
Quote:
Untuk fans Pak Antasari jangan lupa lihat rekam jejak beliau #melawanlupa
Quote:
Quote:

Pilih Antasari sebagai Ketua KPK, DPR Dihujani Kritik
Lokomotif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berganti. Komisi III DPR, Rabu (5/12) malam, memilih lima pimpinan KPK untuk periode 2007-2011. Mereka adalah Antasari Azhar, Chandra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Haryono dan M Yasin. Mereka menggantikan Taufiequrrahman Ruki, Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapemekas. Mereka akan mulai bekerja pada 30 Desember nanti.
Proses pemilihan lima pimpinan KPK kali ini berbeda dengan proses pemilihan serupa pada 2003. Ketika itu, yang memilih lima pimpinan KPK adalah Komisi II. Selain itu, meski pemilihan juga berlangsung dua putaran, ketika itu putaran kedua diikuti oleh lima calon.
�Berdasarkan tata tertib yang telah disepakati, proses pemilihan dilakukan dalam dua putaran. Putaran pertama untuk memilih lima dari sepuluh calon. Putaran kedua untuk memilih Ketua KPK diantara dua calon yang skornya tertinggi,� jelas Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan sebelum proses pemilihan. Anggota Komisi III dilarang memilih kurang atau lebih dari lima calon pada putaran pertama.
Pada putaran pertama, 49 anggota Komisi III memilih lima nama di antara 10 calon yang mengikuti fit and proper test. Pada putaran pertama ini, Chandra mengungguli Antasari dan delapan calon lain. Chandra mengumpulkan 44 suara, dibuntuti Antasari (37), Bibit (30), Haryono (30) dan M Yasin (28). Lima calon lain yang harus tersingkir di putaran ini adalah Amien Sunaryadi (16), Iskandar Sonhaji (6), Marwan Effendi (27), Surachmin (8), dan Waluyo (19).
Pada putaran kedua, Chandra dan Antasari selaku dua calon yang memiliki suara terbanyak lalu diadu. Hasilnya sungguh berbeda dibanding pada putaran pertama. Antasari secara telak mengungguli Chandra dengan skor 41 berbanding 8. Dengan demikian, Antasari terpilih menjadi Ketua KPK menggantikan Taufiequrrahman Ruki.
Yang mengejutkan, Amien yang digadang-gadang bisa menjadi pimpinan KPK lagi ternyata malah menempati urutan ketiga dari bawah. Mantan Wakil Ketua KPK bidang Kelembagaan ini hanya bisa mengungguli Iskandar dan Surachmin. Suara yang dikumpulkan Amien bahkan lebih sedikit daripada suara yang dikumpulkan dua anak buahnya di KPK, yaitu Yasin dan Waluyo. Yasin, Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, unggul 12 suara atas Amien. Sedangkan Waluyo, Deputi Bidang Pencegahan KPK, unggul tiga angka.
Kejutan lainnya adalah terpilihnya Chandra bila ditilik dari lata belakangnya sebagai advokat. Pada periode sebelumnya, tak satupun pimpinan KPK berlatar belakang advokat. Dengan demikian, komposisi pimpinan KPK sekarang terdiri dari jaksa yang diwakili Antasari, polisi (Bibit), advokat (Chandra), KPK (Yasin) dan BPKP (Haryono).
Hujan kritik
Hasil akhir pemilihan pimpinan KPK ini dikrtik habis-habisan oleh Denny Indrayana. Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menilai, pimpinan KPK yang terpilih merupakan orang-orang yang anti pemberantasan korupsi. �Ini namanya pembusukan dari dalam. Skenarionya adalah pembubaran KPK,� tandasnya.
Denny sangat menyesalkan terpilihnya Antasari sebagai Ketua KPK. Sewaktu menjalani fit and proper test, Antasari terang-terangan akan pasang badan terhadap pengusutan kasus aliaran dana Bank Indonesia ke DPR. Hal itu, kata Denny, menunjukkan Antasari akan mengamankan perilaku korup para wakil rakyat dan aparat peradilan.
Denny menambahkan, lima pimpinan KPK sekarang lebih buruk dari pimpinan sebelumnya. Semua itu tak terlepas dari sikap Komisi III DPR yang ingin cari aman. DPR, tandas Denny, khawatir KPK akan membongkar kasus-kasus korupsi yang melibatkan mereka.
Senada dengan Denny, Adnan Topan Husodo dari Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) juga sangat kecewa terhadap pilihan Komisi III. Dari awal KPP sudah memberi nilai merah buat Antasari dan Bibit. Toh, suara KPP tak didengar para wakil rakyat.
Adnan menilai, pengaturan skor sebelum pemilihan berlangsung bukan hanya dugaan. Faktanya memang menunjukkan demikian. �Sudah bisa ditebak dari awal,� tuturnya.
Desas-desus adanya pengaturan skor bisa dilihat saat pemilihan berlangsung. Antasari, Bibit, Chandra, Haryono, dan Yasin merupakan satu paket favorit Komisi III. Paket lainnya yang cukup diminati adalah Antasari, Chandra, Haryono, Marwan dan Yasin. Terlepas terbukti tidaknya desas-desus itu, adanya paket-paket favorit ini menjadi perbincangan tersendiri bagi masyarakat yang mengikuti jalannya pemilihan pimpinan KPK.
Kurang greget
Selaku pimpinan Komisi III, Trimedya mengaku bisa memaklumi kritik pedas itu. Ia menyadari, hasil akhir ini belum memenuhi harapan masyarakat. �Tapi ini adalah hasil maksimal dengan metode yang telah dirubah,� ujarnya. Perubahan itu di antaranya dengan mengadakan pemilihan putaran kedua.
Trimedya mengakui sempat ada perdebatan sengit di antara anggota Komisi III mengenai tata tertib pemilihan. �Di Undang-undang mekanisme itu tidak dijelaskan,� ungkapnya. Ia juga membantah Komisi III telah menyusun skenario untuk menjadikan Antasari sebagai Ketua KPK. �kalau mau men-setting orang, dengan satu putaran lebih gampang,� kilahnya.
Lebih jauh, Trimedya membandingkan pemilihan pimpinan KPK sekarang dengan sebelumnya. Dulu, ujarnya, DPR juga mendapat banyak kritik karena menjadikan Ruki sebagai Ketua KPK. Calon populer seperti Marsillam Simanjuntak justru kandas. Setelah berjalan, kata Trimedya, kinerja Ruki ternyata tidak terlalu mengecawakan.
Komisi III, lanjut Trimedya, tidak tutup mata terhadap track record Antasari. Ia mengungkapkan, Komisi III menerima 121 pucuk surat yang mendukung dan menolak Antasari. �Kami tidak melihat institusi tapi personalnya,� imbuhnya.
Trimedya menambahkan, Komisi III memilih pimpinan KPK berdasarkan visi KPK ke depan. Visi itu, menurutnya adalah melakukan supervisi terhadap perkara-perkara besar. �Nanti kasus yang big fish di-take over ke kejaksaan,� tuturnya.
Secara pribadi Trimedya mengaku tidak yakin dengan pimpinan KPK yang baru saja terpilih. Agenda mereka belum kelihatan. Mereka juga kurang greget. Untuk mengawal kinerja mereka, kata Trimedya, tiap tiga atau empat bulan Komisi III melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan KPK.
Pengawasan dari dalam
Proses pemilihan ini dihadiri beberapa pegawai KPK. Di antara mereka adalah Juru Bicara KPK Johan Budi. Ia mengatakan, para pegawai KPK tidak merisaukan pergantian kepemimpinan. Alasan Johan, sistem kerja di KPK sudah terbentuk. Selain itu, tiap keputusan di tingkat pimpinan diambil secara kolektif.
Masyarakat, imbuh Johan, tak layak berprasangka buruk terhadap pimpinan KPK yang baru sebelum mereka bekerja.�Belum apa-apa sudah menuduh. Kita lihat saja,� tandasnya.
Johan menambahkan, pegawai di KPK punya hak untuk mengawasi perilaku pemimpinnya dari dalam. Ia dan rekan-rekannya sesama pegawai bertekad untuk selalu melakukan pengawasan.
Menyambung pernyataan Johan, pegawai fungsional KPK Praswat Nugraha menegaskan, lima pimpinan KPK yang baru merupakan pilihan terbaik. Meski demikian, ia akan terus mengawasi kinerja mereka. �Kami berhak mengadukan atasan sendiri. Selama ini sudah kami lakukan tapi tidak kami blow up,� cetusnya. Andai KPK tidak bisa diandalkan, lanjut Praswat, semua mekanisme hukum akan ditempuh. Ia mengaku tidak takut melakukan itu meski terancam pemecatan. Soal pengawasan internal ini, Denny meragukan efektitasnya. �Memang bisa, tapi sangat berat,� tandasnya.
Kepada hukumonline Chandra Hamzah menegaskan modal awal penting bagi pimpinan KPK ke depan adalah kepercayaan masyarakat yang telah terbangun selama ini. Kepercayaan ini harus ditingkatkan. Jadi setiap usaha pimpinan KPK harus ditujukan untuk itu tandas Chandra.
sumber
Quote:
Quote:

Kontroversi Seputar Terpilihnya Antasari Azhar Sebagai Ketua KPK
Seperti telah diduga sebelumnya, Antasari Azhar yang dinilai kontroversial dan mendapat penolakan dari sementara kalangan, terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011.
Pada tahap kedua pemungutan suara anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum, Rabu (5/12), Antasari mengungguli Chandra Hamzah.
Pemilihan Ketua KPK kali ini berbeda dengan pemilihan pada 2003 lalu. Ketika itu, pemilihan yang dimenangi Taufiqurrahman Ruki hanya berlangsung satu tahap.
Chandra yang unggul pada pemungutan suara tahap pertama harus merelakan kursi Ketua KPK diduduki oleh Antasari.
Putaran pertama dilakukan untuk memilih lima pimpinan KPK dari sepuluh calon yang masuk dan mengikuti tes kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR.
Pada pemilihan putaran pertama, Chandra Hamzah meraih 44 suara, Antasari 37 suara, pensiunan polisi yang kini Rektor Universitas Bhayangkara Bibit Samad Rianto 30 suara, Kepala Biro Perencanaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Haryono 30 suara, dan Direktur Litbang KPK M Jasin 28 suara.
Pada putaran kedua, Antasari menyalip Chandra dengan 41 suara dan suara Chandra menyusut drastis menjadi hanya delapan suara.
Mekanisme pemilihan ketua KPK itu menjadi pertanyaan anggota Komisi III sendiri. Anggota Komisi III Gayus Lumbuun bahkan tidak ragu menyatakan mekanisme itu adalah skenario memuluskan Antasari sebagai ketua KPK.
"Ini sudah tidak murni. Kalau mau memilih yang terbaik sebagai ketua mengapa tidak satu putaran saja untuk langsung memilih ketua dari peraih suara terbanyak. Pemilihan ketua KPK yang dulu kan begitu. Saya mempertanyakan ini," tuturnya dengan nada tinggi.
Adnan Topan Husodo dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pun berpendapat sama.
Ia menduga pemilihan dengan dua putaran sebagai plot Komisi III untuk menempatkan Antasari sebagai ketua.
Adnan yang memantau uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK sejak 3-5 Desember 2007 menduga terpilihnya Chandra dengan suara terbanyak hanya untuk memberi kesan rasionalitas terhadap pilihan Komisi III.
Namun, Antasari yang sejak awal sudah disinyalir mendapat dukungan kuat dari Komisi III tetap diplot untuk menjadi ketua sehingga akhirnya digunakan mekanisme dua putaran.
"Bisa terlihat dari perbedaan suara yang begitu mencolok pada putaran kedua. Kalau Chandra yang difavoritkan, mengapa suaranya bisa hilang di putaran kedua," ujarnya.
Beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), termasuk ICW, sudah "mencium" dukungan kuat Komisi III terhadap Antasari melalui perbedaan perlakuan selama uji kelayakan dan kepatutan.
Pengaduan masyarakat yang seharusnya digali untuk mengetahui integritas para calon, justru digunakan oleh Komisi III untuk melindungi Antasari.
Dari banyaknya pengaduan tentang Antasari, tercatat hanya beberapa kasus yang ditanyakan oleh Komisi III. Dan Komisi III pun sudah puas dengan jawaban singkat "tidak benar" dari Antasari, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut.
Bahkan, anggota Komisi III Fachry Hamzah justru meminta Antasari untuk meyakinkan Komisi III bahwa pengaduan masyarakat itu tidak benar demi mengubah persepi masyarakat.
Anggota Komisi III lain justru bertanya kepada Antasari apakah banyaknya pengaduan masyarakat tentang Direktur Penuntutan pada Jaksa Muda Pidana Umum itu merupakan upaya pihak tertentu untuk menjegal langkahnya menjadi pimpinan KPK.
Sejak nama Antasari diloloskan oleh panitia seleksi untuk mengikuti uji kelayakan di DPR, muncul berbagai penolakan dari publik.
Tidak heran, mengingat nama Antasari tersangkut dalam beberapa kasus. Di antaranya adalah tidak mengeksekusi 32 anggota DPRD Sumatera Barat yang telah divonis bersalah pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) saat menjabat Kajati Sumatera Barat.
Ia juga dinilai lambat mengeksekusi Tommy Soeharto saat menjabat Kajari Jakarta Selatan sehingga putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu sempat melarikan diri.
Siapa Berani Pasti Terjegal
Usai pemilihan pimpinan KPK, Gayus Lumbuun berkata lantang, "Pimpinan KPK terpilih ini menggambarkan pemberantasan korupsi empat tahun mendatang tidak akan membaik."
Perkataan Gayus bukan tanpa alasan. Lima pimpinan KPK terpilih, Chandra Hamzah, Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, Haryono, dan M Jasin, tidak memberi jawaban "bergigi" dan belum menunjukkan keberanian dalam upaya pemberantasan korupsi.
Lain dengan Wakil Ketua KPK, Amien Sunaryadi yang memberi jawaban tegas dan lugas terhadap setiap pertanyaan.
Pada uji kelayakan, Amien mengatakan penggeledahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di KPK adalah idenya. Amien yang akrab dengan metode forensik dalam pengungkapan kasus korupsi selalu mendorong penyidik KPK untuk melakukan penggeledahan guna menemukan barang bukti yang kuat dalam kasus korupsi.
Ia juga yang berusaha mengintensifkan kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan.
Amien mengaku tidak banyak berdaya selama ini karena kerapkali berbeda pendapat dengan empat pimpinan KPK lainnya.
Ia mencontohkan kegagalan menangani kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga timbul kesan tebang pilih adalah akibat keengganan pimpinan KPK lainnya untuk menggeledah semua rumah anggota KPU guna menemukan barang bukti.
Padahal, dari hasil pengeledahan di kantor KPU, ditemukan bukti catatan penerimaan dana rekanan dan uang.
Amien juga yang berinisiatif menyerahkan kasus korupsi Bulog ke Kejaksaan Agung karena telah tujuh bulan mandek di KPK, sehingga akhirnya Kejaksaan Agung mampu membawa kasus itu ke pengadilan.
Demikian pula dengan Surachmin. Inspektur pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu di hadapan Komisi III bercerita, ia berkali-kali menentang pimpinannya karena banyak temuan auditor BPK yang berindikasi korupsi di berbagai instansi negara tidak dimasukkan dalam hasil pemeriksaan semester BPK.
Namun, dua kandidat itu hanya mendapat minoritas suara Komisi III. Amien hanya 16 suara dan Surachmin delapan suara.
Sedangkan Antasari dan Chandra yang mendapatkan mayoritas suara, justru banyak memberikan jawaban normatif selama uji kelayakan.
Bibit yang terpilih dengan suara ketiga terbanyak bahkan selama karirnya di kepolisian tidak pernah menangani kasus korupsi. Ia hanya mengandalkan pengalaman menangani kasus pembalakan liar selama menjabat Kapolda Kalimantan Timur selama delapan bulan.
Bahkan, Bibit secara gamblang mengaku sering menerima berbagai pemberian seperti bahan bangunan sehingga ia bisa membangun rumah dengan modal hanya Rp26 juta.
Sikap permisif terhadap pemberian juga ditunjukan oleh pimpinan KPK terpilih lainnya, Haryono.
Ia mengaku menerima honor dari berbagai pihak untuk dinas ke daerah jika kantornya tidak menyediakan.
Sedangkan M Jasin lebih banyak menawarkan konsep pencegahan korupsi dibanding membuktikan kontribusinya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Kepentingan Politis
Pimpinan Komisi III dari Fraksi PKS Soeripto, sejak awal berlangsungnya uji kelayakan sudah menyatakan motivasi dan pertimbangan politis lebih dominan dalam pemilihan calon pimpinan KPK.
"2009 kan ada pemilu, bisa jadi terganggu oleh agenda-agenda tertentu," ujarnya.
Sehingga, menurut Soeripto, bisa jadi pilihan Komisi III berbeda dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
Ia juga tidak memungkiri bahwa partai-partai besar di Komisi III sudah menyatukan suara untuk meloloskan calon tertentu.
"Makanya saya imbau mereka untuk tidak memilih sembarangan," katanya.
Kentalnya arahan fraksi untuk memilih calon tertentu tidak dibantah oleh anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Eva Kusuma Sundari, dan Akil Mohtar dari Partai Golkar.
Bahkan, Akil dan Anggota Komisi III dari Partai Demokrat, Benny K Harman, mendengar adanya politik uang selama berlangsungnya uji kelayakan, meski keduanya mengaku tidak didekati oleh calon tertentu.
"Tidak ada yang berani mendekati saya. Kalau yang lain ada," tegas Akil.
Sedangkan Benny mengatakan pendekatan dilakukan bukan secara orang per orang, melainkan melalui fraksi.
Seorang anggota Komisi III lain yang tidak mau disebutkan namanya bahkan mengatakan ia ditawari oleh rekannya sesama anggota Komisi III untuk memilih calon tertentu dengan iming-iming uang.
Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR, Gayus Lumbuun yang juga anggota Komisi III mengaku tidak mendengar adanya politik uang selama berlangsungnya uji kelayakan.
"Saya lebih banyak di BK karena kasus dana Bank Indonesia. Kalau memang ada, saya minta tolong, laporkan. Akan saya lindungi nama yang melapor," ujarnya.
Seperti KPK yang kerepotan membuktikan aliran dana BI serta dana
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang diduga mengalir sampai ke DPR, tentu sulit membuktikan kebenaran isu politik uang dalam pemilihan calon pimpinan KPK.
Adnan Topan Husodo dari ICW menyatakan, proses pemilihan calon pimpinan KPK di DPR memang pada akhirnya adalah proses politik.
Seharusnya, Komisi III mampu melewati ujian politik itu dengan memilih calon yang terbaik.
"Ini sepenuhnya proses politik dan mencerminkan komitmen politik DPR untuk memberantas korupsi. Sepertinya mimpi Indonesia untuk membersihkan korupsi harus tertunda selama empat tahun ke depan," kata Adnan.
Semoga Antasari dan pimpinan KPK yang terpilih dapat menjawab keraguan tersebut dengan langkah kongkret pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
sumber
Diubah oleh rechtsanwalt 07-02-2017 16:15
0
1.3K
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan