- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Andai Kita ke Amerika, Pasti Trump Senang


TS
nugrahadipta
Andai Kita ke Amerika, Pasti Trump Senang
SEMBILAN hari setelah resmi dilantik jadi Presiden Amerika Serikat ke-45 pada Jumat 20 Januari 2017 lalu di US Capitol, Washington DC, Donald Trump langsung mengeluarkan kebijakan yang mencengangkan dunia.
Bagaimana tidak, pada 29 Januari lalu, Paman Trump meneken perintah yang melarang masuknya para imigran muslim ke negaranya. Tak tanggung-tanggung, ribuan pengungsi dari tujuh negara mayoritas muslim, yaitu Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman yang ditolak masuk ke Amerika.
Tak ayal, keputusan diskriminatif itu langsung memicu gelombang demonstrasi di New York, Boston, Los Angeles, Atlanta, Kansas City, Baltimore, Denver, dan Seattle untuk menentang kebijakan tak populer itu. Warga Amerika dari umat Yahudi hingga ateis serentak berteriak membela hak-hak muslim minoritas di sana.
Tapi, mari kita kesampingkan dulu masalah agama, -dikotomi Islam dan non Islam, muslim dan kafir- atas kejadian di Amerika tersebut. Saya justru ingin membahas kebijakan yang dipilih Trump. Terlepas dari anggapan diskriminatif dan rasis atas keputusannya, ternyata Trump adalah orang yang konsisten dengan pendiriannya.
Di awal pencalonan dan di setiap debat kandidat yang dilakoninya, Trump memang sudah mengisyaratkan posisinya sebagai ‘penentang’ Islam. Dan itu diteruskannya saat dirinya terpilih jadi presiden. Meski dihujat dan dilabeli sebagai ‘musuh’ Islam, Trump bergeming dan tetap konsisten dengan keputusannya. Justru karena Trump konsisten dengan ‘janji’nya itulah dia didemo, dimusuhi, dan dihujat oleh rakyatnya sendiri.
Berbeda dengan situasi di Amerika itu, di sebuah negara yang jaraknya beribu-ribu mil jauhnya dari Amerika, rakyatnya justru adem ayem dan cenderung tak peduli -kalau tak boleh dibilang putus asa- ketika penguasanya tidak konsisten dan mengingkari janji kampanyenya.
Dulu, ketika sedang menyentuh dan mengambil hati rakyatnya, sang calon pemimpin berjanji tak akan ada penggusuran di permukiman kumuh. Dia lebih memilih menata ulang permukiman itu menjadi lebih manusiawi. Bahkan, kontrak politik pun sudah ditandatangani. Namun patut disayangkan, ‘angin surga’ itu menguap saat dirinya sudah duduk di singgasana sang raja.
Ah…, mungkin karena singgasana itu terlalu nyaman sehingga sang raja ‘sedikit’ lupa. Dan kita sebagai rakyat yang patuh, tentu harus berbesar hati untuk memakluminya.
Jadi, bolehkah dikatakan bahwa masih mendingan Paman Trump yang meskipun janjinya pahit, tapi dia tetap teguh dan konsisten untuk menepatinya?
Source: Kriminalitas.com
http://kriminalitas.com/andai-kita-k...-trump-senang/
Bagaimana pendapat kamu??
Bagaimana tidak, pada 29 Januari lalu, Paman Trump meneken perintah yang melarang masuknya para imigran muslim ke negaranya. Tak tanggung-tanggung, ribuan pengungsi dari tujuh negara mayoritas muslim, yaitu Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman yang ditolak masuk ke Amerika.
Tak ayal, keputusan diskriminatif itu langsung memicu gelombang demonstrasi di New York, Boston, Los Angeles, Atlanta, Kansas City, Baltimore, Denver, dan Seattle untuk menentang kebijakan tak populer itu. Warga Amerika dari umat Yahudi hingga ateis serentak berteriak membela hak-hak muslim minoritas di sana.
Tapi, mari kita kesampingkan dulu masalah agama, -dikotomi Islam dan non Islam, muslim dan kafir- atas kejadian di Amerika tersebut. Saya justru ingin membahas kebijakan yang dipilih Trump. Terlepas dari anggapan diskriminatif dan rasis atas keputusannya, ternyata Trump adalah orang yang konsisten dengan pendiriannya.
Di awal pencalonan dan di setiap debat kandidat yang dilakoninya, Trump memang sudah mengisyaratkan posisinya sebagai ‘penentang’ Islam. Dan itu diteruskannya saat dirinya terpilih jadi presiden. Meski dihujat dan dilabeli sebagai ‘musuh’ Islam, Trump bergeming dan tetap konsisten dengan keputusannya. Justru karena Trump konsisten dengan ‘janji’nya itulah dia didemo, dimusuhi, dan dihujat oleh rakyatnya sendiri.
Berbeda dengan situasi di Amerika itu, di sebuah negara yang jaraknya beribu-ribu mil jauhnya dari Amerika, rakyatnya justru adem ayem dan cenderung tak peduli -kalau tak boleh dibilang putus asa- ketika penguasanya tidak konsisten dan mengingkari janji kampanyenya.
Dulu, ketika sedang menyentuh dan mengambil hati rakyatnya, sang calon pemimpin berjanji tak akan ada penggusuran di permukiman kumuh. Dia lebih memilih menata ulang permukiman itu menjadi lebih manusiawi. Bahkan, kontrak politik pun sudah ditandatangani. Namun patut disayangkan, ‘angin surga’ itu menguap saat dirinya sudah duduk di singgasana sang raja.
Ah…, mungkin karena singgasana itu terlalu nyaman sehingga sang raja ‘sedikit’ lupa. Dan kita sebagai rakyat yang patuh, tentu harus berbesar hati untuk memakluminya.
Jadi, bolehkah dikatakan bahwa masih mendingan Paman Trump yang meskipun janjinya pahit, tapi dia tetap teguh dan konsisten untuk menepatinya?
Source: Kriminalitas.com
http://kriminalitas.com/andai-kita-k...-trump-senang/
Bagaimana pendapat kamu??




anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
2.7K
18


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan