Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

WiryasanaAvatar border
TS
Wiryasana
CERPEN HOROR - BUAH MANGGA KU IDAM, BUAH PALA KU DAPAT
Untuk sebagian orang dewasa, mungkin hujan adalah suatu hal yang mengganggu, cucian tidak kering, kerjaan terganggu, dan lain sebagainya. Tapi untuk anak-anak, hujan adalah waktu dimana permainan menjadi hal yang lebih menyenangkan. Mandi hujan! Tentu saja hal yang sangat menyenangkan untuk anak kecil, menikmati baju yang basah, serta kejar-kejaran di tanah yang tergenang air, terpeleset adalah hal yang biasa karena tanah yang licin serta berlumpur, tapi tetap akan berakhir dengan tawaan. Cerita ini terjadi saat aku kecil dulu, saat aku duduk di kelas 4 SD tepatnya.
Namaku Aldi, aku tinggal di sebuah kota kecil yang terkenal dengan buah mangga dan anggurnya, serta angin jatuh panas-nya yang dikenal dengan angin gending. Aku sekolah di SD yang dekat dengan rumahku, maka dari itu banyak teman sekolah ku yang juga tetanggaku di rumah, karena memang sebagian besar yang bersekolah disitu hanya anak-anak berasal dari kampung disekitaran sekolah saja. Aku memiliki teman akrab, namanya Sugi, kami akrab di sekolah maupun dirumah, ya karena rumah kami yang berdekatan dan kami sekelas di sekolah.
Hari itu hari Kamis, malam Jumat kliwon, hari yang menurut orang-orang dimana hantu-hantu keluar dari tempat persinggahannya dan para arwah leluhur berkunjung ke saudara-saudaranya yang masih hidup. Tapi aku hanya anak kecil yang belum tahu-menahu dengan cerita macam itu. Di hari itu aku hanya menjalankan aktivitasku, bersekolah. Setelah pulang sekolah tentu saja aku bermain dengan teman-temanku, dan tentu saja Sugi disitu juga.
Kami pun bermain sepakbola sampai akhirnya hujan turun. Apa kami berhenti? Tentu tidak, permainan kami malah semakin menggila, aku terjatuh berkali-kali, dan yang lain pun juga terjatuh karena licinnya tanah tempat kami bermain. Bola yang kami mainkan pun berselimut lumpur, dan permainan terhenti saat bola meluncur menghantam tembok salah satu tetangga kami. Bayangkan saja tembok dicat putih kapur terkena hantaman bola berlumpur seperti itu, pasti akan sangat marah pemiliknya. Sontak kamipun bergegas berlari berhampuran saat si empunya rumah membuka pintu rumahnya.
Setelah itu kami berumpul lagi di kebun dekat sawah, letaknya agak jauh dari rumahku, dan teman-temanku memutuskan untuk pulang karena menggigil kedinginan, dan yang tersisa hanya aku dan Sugi. Hujan mulai mereda, tapi tetap gerimis. “Cari mangga yuk.” Ajakku ke Sugi, dia setuju saja. “Kita nyari di kebun deket rumahnya Haji Supardi aja, mangganya gedhe-gedhe disitu.” Akhirnya kami menuju ke kebun tersebut, jaraknya tak begitu jauh dari tempat kami sekarang.
Kebun tersebut, aku pun tak tau siapa pemiliknya, yang jelas dulu terdapat bangunan semacam rumah disitu, terlihat dari adanya dua pondasi rumah yang masih tertinggal. Namun sekarang nampak tak terurus yang ditandai dengan banyaknya semak-semak serta pohon mangga yang dibiarkan tumbuh tak terurus. Kebun tersebut lumayan luas sekitar seperempat lapangan bola, selain pohon mangga juga terdapat pohon jambu air. Sementara setengah sisi dari kebun tersebut dibatasi pagar yang tinggi dan rumah yang paling dekat dengan kebun adalah rumah Haji Supardi.
Sekitar jam 4 kami sampai di kebun tersebut, keadaan gelap karena mendung dan gerimis yang belum berhenti. Aku dan Sugi berkeliling di kebun untuk mencari mangga yang terjatuh karena kami sedang malas untuk memanjat karena sedang gerimis. Namun nihil, kami tak menemukan mangga yang jatuh. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang saja. Dan saat kami hampir sampai di rumah Haji Supardi, kami mendengar suara mangga jatuh “buugghhh!” sangat keras, aku pikir mangganya sangat besar menggiurkan, dan dari arah suaranya aku menebak itu jatuhnya di pohon mangga yang paling besar di bagian tengah kebun. Kami pun saling bertatap muka, entah kenapa aku berfikir harus aku yang mendapatkannya, aku menerka jika Sugi juga memikirkan hal yang sama. Kami pun bersaing berlari kearah mangga yang jatuh tersebut, kecepatan kami seimbang, mangga besar yang jatuh pun mulai terlihat, aku mengurangi kecepatanku dan ternyata membuat kaki kami bersenggolan. “Brrukkkkkkk!!” Aku dan Sugi sama-sama jatuh tersungkur ke depan, dalam keadaan tengkurap kami saling menoleh, dan wajah kami belepotan terkena lumpur, kami pun terkekeh tertawa.
”Heeheheeeheee….”
Tiba-tiba kami mendengar suara tawaan, suara tertawa laki-laki dewasa dengan suara yang berat dan sesak, kami menyadari suara tersebut berasal dari depan kami, tepat dari mangga yang jatuh tadi. Kami masih saling menoleh, dan diam, bulu kudukku mulai berdiri. Tanpa aba-aba kami pun melihat kearah depan.
Dan yang kami lihat adalah seonggok KEPALA!!!
KEPALA DENGAN RAMBUT BERANTAKAN, DENGAN WAJAH YANG TAK KALAH BERANTAKAN, Kepala tersebut tersenyum menyeringai kearah kami menunjukan taringnya, dahinya dipenuhi belatung, matanya yang lebar tanpa alis dan hampir copot melotot kearah kami.
Aku ingin sekali berteriak tapi tak bisa, saking ngerinya, kucoba memalingkan wajahku tapi aku keburu pingsan.

Aku pun terbangun di teras sebuah rumah dan Sugi masih pingsan disampingku, sepertinya aku mengenali rumah ini, rumahnya Haji Supardi. “Wah sudah bangun?” Kata Haji Supardi menghentikan lamunanku. “Pak Haji, kok kami bisa disini?” Tanyaku. “Lah, kan kalian sendiri yang jalan kesini tadi, saya tanya mau ngapain terus tiba-tiba langsung tidur kalian, yaudah saya biarin. Emang kalian darimana?” Kata Haji Supardi. “Kami habis main bola tadi.” Jawabku.

TAMAT
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
2.8K
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan