Penulis novel senior, Remy Sylado, pernah membuat penelitian di Kalijodo, Jakarta Utara. Penelitian dibuat khusus untuk novel berjudul Cau Bau Kan yang terbit tahun 2001.

Remy menulis latar belakang Kalijodo dengan sumber seorang pria yang berumur 97 tahun yang diwawancarainya pada tahun 1997.

“Saat itu ingatannya masih segar, kehidupannya bersentuhan dengan Kalijodo,” kata Remy dihubungi CNNIndonesia, Selasa (16/2/2016).

Selain wawancara dan riset di lapangan, Remy juga mengandalkan berbagai literatur dari Arsip Nasional. Dari penelitian ini, dia paham bagaimana sejarah Kalijodo.

Menurut Remy, Kalijodo memiliki nilai historis dalam perkembangan kota Jakarta. “Sebagai lokasi sentral ekonomi yang menghidupkan Jakarta,” katanya.

Dari literatur yang dipelajari Remy, asal muasal Kalijodo merupakan tempat persinggahan etnis Tionghoa yang mencari gundik atau selir.

Saat itu, Batavia sekitar tahun 1600an di bawah kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mayoritas penduduknya merupakan etnis Tionghoa.

“VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pernah melakukan survei yang hasilnya menyebutkan mayoritas masyarakat Batavia merupakan etnis Tionghoa,” kata Remy.

Masyarakat berlatar belakang etnis Tionghoa ini merupakan orang-orang yang melarikan diri dari Mansuria yang ketika itu sedang mengalami perang.

“Mereka melarikan diri ke Batavia tanpa membawa istri, sehingga mereka mencari gundik atau pengganti istri di Batavia,” kata Remy.

Dalam proses pencarian gundik itu, etnis Tionghoa itu kerap bertemu di kawasan bantaran sungai. Tempat yang dijadikan pertemuan pencarian jodoh itulah yang kemudian dinamakan Kalijodo.

Para calon gundik ini merupakan perempuan lokal. Biasanya para gadis pribumi menarik pria etnis Tionghoa dengan menyanyi lagu-lagu klasik Tionghoa di atas perahu yang tertambat di pinggir kali. Deskripsi ini terdapat dalam buku Cau Bau Kan saat menggambarkan kegiatan tokoh utama bernama Tinung yang mengais rezeki di Kalijodo.

Menurut Remy, pada masa itu pekerja perempuan yang akan menjadi gundik disebut Cau Bau. Cau Bau bukanlah pramuria, meskipun di lokasi itu berlangsung aktivitas seksual dengan transaksi uang.

“Cau Bau artinya hanya perempuan. Pada masa itu tidak ada ukuran yang disebut sebagai pramuriaan,” katanya.

Istilah Cau Bau ini sama dengan Geisha dalam kebudayaan Jepang. “Perempuan yang menghibur dan mendapatkan uang atas pekerjaannya, tapi tak dianggap sebagai pramuria,” katanya.

Pada abad 20, Kalijodo berkembang sebagai tempat hiburan yang tidak hanya diincar para pria asal etnis Tionghoa. Kalijodo yang dekat dengan pelabuhan menjadi tempat hiburan bagi para kuli pelabuhan saat kapal bersandar di Sunda Kelapa.

Lama kelamaan, Kalijodo terkenal sebagai daerah pramuriaan. Apalagi setelah pemerintah menutup lokalisasi pramuriaan Kramat Tunggak ditutup pada 1999. berita cnn indonesia

kecelakaan maut Toyota Fortuner dengan sepeda motor yang menewaskan 4 orang tidak terjadi pada 8 Februari 2016. Ya, sebuah Fortuner bernomor polisi B 201 RFD menabrak sepasang pengendara motor Zulkahfi Rahman dan istrinya Nuraini di kilometer 15 Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Keduanya tewas seketika. Tidak hanya itu, 2 penumpang Fortuner itu juga tewas, satu diantaranya adalah mantan pemandu lagu di Kalijodo, sebuah kawasan hiburan malam di Jakarta.

Kecelakaan maut Fortuner menjadi pintu pembuka bencana bagi warga Kalijodo. Dari situlah wacana untuk membersihkan kawasan red area itu kemudian muncul. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ingin agar Kalijodo dirapikan dan dikembalikan sebagai lahan terbuka hijau.

Omongan Ahok terbukti bukan pepesan kosong. Mantan Bupati Belitung Timur ini serius dengan niatnya dan langsung berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait, seperti Polda Metro dan Pangdam Jaya. Niat Ahok sempat mendapat cibiran warga Kalijodo. Mereka tidak yakin Ahok sanggup merealisasikan omongannya. Terlebih, fakta menunjukkan sejumlah gubernur DKI sebelumnya keder dengan keangkeran Kalijodo. Liputan 6

Taman Kalijodo disulap jadi Ruang Hijau Terbuka yang nyaman untuk warga Jakarta(sumber : facebook Jakarta Bisa)

Seperti yang dihimpun dari berbagai sumber oleh tim liputan6, Kamis (19/01/2017) Taman Kalijodo kini telah disulap menjadi sebuah Ruang Hijau Terbuka (RHT).

Taman Kalijodo saat ini diperluas menjadi berukuran 1,4 hektar serta dilengkapi berbagai fasilitas menyenangkan. Mulai dari taman, monumen, lintasan jogging, lintasan sepeda, skate park, amphitheater, musholah, kios, lapangan futsal, outdoor fitness, toilet, hingga sound system ada di sini.

Skate park yang ada di Kalijodo ukurannya cukup luas dan dibuat dengan standar Internasional. Tujuannya adalah agar pemerintah DKI Jakarta bisa menyelenggarakan gelaran olahraga ekstrim berskala besar di tempat ini.

Taman Kalijodo ini tak hanya ramai dikunjungi oleh para pecinta olahraga ekstrim BMX, skate board, dan inline skate. Pengunjung lain yang membawa serta sanak keluarganya pun banyak ditemukan di tempat ini. Terang saja, Taman Kalijodo ini dibuat sangat family friendly sehingga para pengunjung yang datang akan merasa betah berlama-lama saat berada di sana.

Saat ini, pembangunan di area Taman Kalijodo masih terus dikembangkan lagi agar lebih banyak ruang terbuka yang aman dan nyaman untuk warga Jakarta. Membuat Taman Kalijodo menjadi nyaman bukanlah tugas Pemprov DKI Jakarta saja. Kita pun harus turut andil menjaga kenyamanannya, minimal dengan menjaga kebersihan di area taman. Kalijodo terkini