- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Lokananta ingin eksis tanpa menjual nostalgia dan drama
TS
kangjati
Lokananta ingin eksis tanpa menjual nostalgia dan drama
selamat datang di thread kece bikinan ane 
SORE GAN! 

Jangan lupa tetep senyum yaaa

agan semua pasti tau Lokananta, sebuah studio rekaman tertua di indonesia. Sekarang Lokananta pengen mengepakan sayap lagi, tapi bedanya mereka pengen eksis tanpa menjual lagu bergenre nostalgia atau drama. langsung aja nih kita ada beberapa informasi buat agan tentang Lokananta tersebut sekalian nostalgia yeee... cus cus capcus


Sampul muka buku Lokananta terbitan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.
© Andi Baso Djaya/Beritagar.id
© Andi Baso Djaya/Beritagar.id
Quote:
"Lokananta kini kembali bergairah dan menolak renta, mereka sedang gencar menjalankan harapan-harapan besarnya secara bertahap." Demikian tulis Dzulfikri Putra Malawi dalam buku Lokananta (bab "Lokananta Menolak Renta", halaman 130).
Buku setebal 169 halaman terbitan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (2016) itu merupakan salah satu ikhtiar membantu Lokananta mewujudkan segala harapan besarnya.
Fakhri Zakaria yang juga ikut menyumbangkan tulisan dalam buku tersebut secara lebih tegas menyatakan, "Sudah saatnya menyudahi segala nostalgia bahwa Lokananta adalah salah satu studio musik pertama di Indonesia. Jadi saya ingin berfokus kepada narasi tentang orang-orang yang sekarang menjaga Lokananta dan bagaimana perencanaan bisnis Lokananta ke depan."
Zaki, demikian Fakhri Zakaria biasa disapa, hadir dalam diskusi sekaligus bedah buku Lokananta bertajuk "A tribute to Lokananta" bersama Dzulfikri, Syaura Qotrunadha, dan Miftah Zubir sebagai Kepala Cabang Perum Percetakan Negara Republik Indonesia Cabang Surakarta (nama resmi Lokananta).
Acara berlangsung di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia Mal, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017). "Maksud diadakannya acara ini agar Lokananta tetap terdengar, sehingga memancing gerakan serupa bermunculan mendukung Lokananta," kata Miftah (32).
Kehadiran buku tersebut tidak bisa dilepaskan dari Lokananta Project, sebuah proyek pengolahan arsip Lokananta yang dibentuk Syaura sejak 2014 dengan bantuan Zaki dan Dzulfikri.
Menurut hemat mereka, Lokananta yang berdiri sejak 29 Oktober 1956 sebagai tempat penggandaan piringan hitam, studio, dan label rekaman tidak ditunjang pengarsipan mumpuni. Terlebih dalam iklim sekarang yang serba digital.
Oleh karena itu, Lokananta Project menggagas dua pekerjaan besar. Pertama menulis buku yang menggambarkan usaha Lokananta bertahan dan meramu ulang posisi serta strategi bisnis agar kembali berjalan dengan produktif.
Dalam wawancaranya bersama Vice Indonesia (12/12/2016), Syaura mengharapkan bahwa kehadiran buku Lokananta bisa menjadi rujukan tambahan bagi penelitian musik di Indonesia.
Buku seharga Rp250 ribu itu bisa dibeli melalui akun Lokananta Project di Facebook. Atau bisa juga via Kineruku dan Keepkeepmusik di Bandung; Rurushop dan Dzulfikri Putra Malawi (@fikridzul) di Jakarta; C2O Library di Surabaya; Reka Records di Malang; Ini Racun Buat Kalian dan Bayu Pratama (@byprtm) di Yogyakarta; dan Kedai Buku Jenny di Makassar.
Usaha kedua dengan mendigitalisasi arsip-arsip rekaman di Lokananta yang jumlahnya mencapai 40 ribu keping piringan hitam alias vinyl. Beberapa hasil dari proses digitalisasi tersebut telah diunggah ke situs lokanantamusik.com.
Memang lagu-lagu tersebut hanya diunggah setengah dari total durasi aslinya alias tidak bisa dinikmati secara penuh. Alasannya untuk menghindari sengketa karena semua lagu belum lagi jelas pemilik hak ciptanya.
Lantas, bagaimana usaha Lokananta bertahan tanpa harus menonjolkan posisinya sebagai studio rekaman pertama di Indonesia yang sempat kepayahan menghidupi diri sendiri itu?
Sebagai studio rekaman, hal pertama tentu saja dengan menawarkan sarana dan prasarana memadai. Menurut Rudy Lehhor yang ditunjuk memaksimalkan studio rekaman, Lokananta memiliki studio dengan standar internasional laiknya Abbey Road di London yang jadi tempat rekaman langganan kelompok The Beatles.
"Kita bisa memaksimalkan sekat diffuser (penyebar detail frekuensi suara, red.) dan sirip ruangan untuk mengambil audio natural tanpa plug in atau perangkat lunak tambahan. Dari mixer tersebut, frekuensi rekaman yang dihasilkan lebih tebal," jelas Rudy dalam buku Lokananta (hal. 127).
Ditambahkan Rudy, pencampur suara audio hasil rekaman analog Trident Series 80B juga masih berfungsi 80 persen. Mixer tersebut hanya ada dua di dunia. Satu lagi digunakan lembaga penyiaran BBC di Inggris.
Usaha lain yang sedang dikembangkan Lokananta untuk mengatrol pemasukan adalah menggandakan kaset. Mulai dari lagu-lagu yang pernah direkam di sana, khususnya musik tradisional, hingga band-band independen yang merilis album dalam format pita kaset.
Lokananta juga terbuka menyewakan studio rekaman yang memiliki ukuran 14 x 31 meter persegi kepada band yang ingin mengadakan showcase. Pun lapangan tengah gedung yang bisa digunakan sebagai pentas musik.
Band independen Stars and Rabbit asal Yogyakarta tercatat pernah menggelar pentas kecil-kecilan di lapangan tersebut dalam rangka promosi album Constellation pada 2 September 2015.
Miftah juga sedang membangkitkan lagi lini bisnis percetakan yang disebutnya tidak pernah surut. Untuk saat ini Lokananta masih fokus pada pencetakan Berita Negara serta dokumen negara lainnya yang memang jadi inti bisnis Perum PNRI.
Ekspansi bisnis lainnya adalah menyiapkan skema distribusi rilisan Lokananta untuk toko-toko musik digital atau layanan pengaliran musik seperti iTunes, Spotify, Deezer, Apple Music, dan Guvera.
Hanya saja, sebelum mewujudkan niat tersebut, Miftah harus membereskan perihal kontrak rekaman kepada pemilik karya. Maklum saja, mayoritas kontrak rekaman di Lokananta masih menggunakan model kontrak putus (sold flat). Sementara aturan terbaru mengenai hak cipta yakni Undang-Undang Nomor 28 tentang Hak Cipta membatasi bentuk tersebut.
Pasal 18 dalam UU tersebut menyatakan bahwa, "Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun."
"Aset rekaman baru bisa kami manfaatkan secara digital setelah meninjau legal standing-nya, statusnya bagaimana, karena ini semua karya-karya lama," tutup Miftah.
Buku setebal 169 halaman terbitan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (2016) itu merupakan salah satu ikhtiar membantu Lokananta mewujudkan segala harapan besarnya.
Fakhri Zakaria yang juga ikut menyumbangkan tulisan dalam buku tersebut secara lebih tegas menyatakan, "Sudah saatnya menyudahi segala nostalgia bahwa Lokananta adalah salah satu studio musik pertama di Indonesia. Jadi saya ingin berfokus kepada narasi tentang orang-orang yang sekarang menjaga Lokananta dan bagaimana perencanaan bisnis Lokananta ke depan."
Zaki, demikian Fakhri Zakaria biasa disapa, hadir dalam diskusi sekaligus bedah buku Lokananta bertajuk "A tribute to Lokananta" bersama Dzulfikri, Syaura Qotrunadha, dan Miftah Zubir sebagai Kepala Cabang Perum Percetakan Negara Republik Indonesia Cabang Surakarta (nama resmi Lokananta).
Acara berlangsung di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia Mal, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017). "Maksud diadakannya acara ini agar Lokananta tetap terdengar, sehingga memancing gerakan serupa bermunculan mendukung Lokananta," kata Miftah (32).
Kehadiran buku tersebut tidak bisa dilepaskan dari Lokananta Project, sebuah proyek pengolahan arsip Lokananta yang dibentuk Syaura sejak 2014 dengan bantuan Zaki dan Dzulfikri.
Menurut hemat mereka, Lokananta yang berdiri sejak 29 Oktober 1956 sebagai tempat penggandaan piringan hitam, studio, dan label rekaman tidak ditunjang pengarsipan mumpuni. Terlebih dalam iklim sekarang yang serba digital.
Oleh karena itu, Lokananta Project menggagas dua pekerjaan besar. Pertama menulis buku yang menggambarkan usaha Lokananta bertahan dan meramu ulang posisi serta strategi bisnis agar kembali berjalan dengan produktif.
Dalam wawancaranya bersama Vice Indonesia (12/12/2016), Syaura mengharapkan bahwa kehadiran buku Lokananta bisa menjadi rujukan tambahan bagi penelitian musik di Indonesia.
Buku seharga Rp250 ribu itu bisa dibeli melalui akun Lokananta Project di Facebook. Atau bisa juga via Kineruku dan Keepkeepmusik di Bandung; Rurushop dan Dzulfikri Putra Malawi (@fikridzul) di Jakarta; C2O Library di Surabaya; Reka Records di Malang; Ini Racun Buat Kalian dan Bayu Pratama (@byprtm) di Yogyakarta; dan Kedai Buku Jenny di Makassar.
Usaha kedua dengan mendigitalisasi arsip-arsip rekaman di Lokananta yang jumlahnya mencapai 40 ribu keping piringan hitam alias vinyl. Beberapa hasil dari proses digitalisasi tersebut telah diunggah ke situs lokanantamusik.com.
Memang lagu-lagu tersebut hanya diunggah setengah dari total durasi aslinya alias tidak bisa dinikmati secara penuh. Alasannya untuk menghindari sengketa karena semua lagu belum lagi jelas pemilik hak ciptanya.
Lantas, bagaimana usaha Lokananta bertahan tanpa harus menonjolkan posisinya sebagai studio rekaman pertama di Indonesia yang sempat kepayahan menghidupi diri sendiri itu?
Sebagai studio rekaman, hal pertama tentu saja dengan menawarkan sarana dan prasarana memadai. Menurut Rudy Lehhor yang ditunjuk memaksimalkan studio rekaman, Lokananta memiliki studio dengan standar internasional laiknya Abbey Road di London yang jadi tempat rekaman langganan kelompok The Beatles.
"Kita bisa memaksimalkan sekat diffuser (penyebar detail frekuensi suara, red.) dan sirip ruangan untuk mengambil audio natural tanpa plug in atau perangkat lunak tambahan. Dari mixer tersebut, frekuensi rekaman yang dihasilkan lebih tebal," jelas Rudy dalam buku Lokananta (hal. 127).
Ditambahkan Rudy, pencampur suara audio hasil rekaman analog Trident Series 80B juga masih berfungsi 80 persen. Mixer tersebut hanya ada dua di dunia. Satu lagi digunakan lembaga penyiaran BBC di Inggris.
Usaha lain yang sedang dikembangkan Lokananta untuk mengatrol pemasukan adalah menggandakan kaset. Mulai dari lagu-lagu yang pernah direkam di sana, khususnya musik tradisional, hingga band-band independen yang merilis album dalam format pita kaset.
Lokananta juga terbuka menyewakan studio rekaman yang memiliki ukuran 14 x 31 meter persegi kepada band yang ingin mengadakan showcase. Pun lapangan tengah gedung yang bisa digunakan sebagai pentas musik.
Band independen Stars and Rabbit asal Yogyakarta tercatat pernah menggelar pentas kecil-kecilan di lapangan tersebut dalam rangka promosi album Constellation pada 2 September 2015.
Miftah juga sedang membangkitkan lagi lini bisnis percetakan yang disebutnya tidak pernah surut. Untuk saat ini Lokananta masih fokus pada pencetakan Berita Negara serta dokumen negara lainnya yang memang jadi inti bisnis Perum PNRI.
Ekspansi bisnis lainnya adalah menyiapkan skema distribusi rilisan Lokananta untuk toko-toko musik digital atau layanan pengaliran musik seperti iTunes, Spotify, Deezer, Apple Music, dan Guvera.
Hanya saja, sebelum mewujudkan niat tersebut, Miftah harus membereskan perihal kontrak rekaman kepada pemilik karya. Maklum saja, mayoritas kontrak rekaman di Lokananta masih menggunakan model kontrak putus (sold flat). Sementara aturan terbaru mengenai hak cipta yakni Undang-Undang Nomor 28 tentang Hak Cipta membatasi bentuk tersebut.
Pasal 18 dalam UU tersebut menyatakan bahwa, "Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun."
"Aset rekaman baru bisa kami manfaatkan secara digital setelah meninjau legal standing-nya, statusnya bagaimana, karena ini semua karya-karya lama," tutup Miftah.
Jangan lupa gan Like & Share Thread yg ane buat ya 

Quote:
Buat liat infografik lengkapnya seperti yang di gambar bisa liat disini gan
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng deh
Sumur:
Beritagar.id
Beritagar.id
Jangan lupa cek thread ane yang lain gan 

Quote:
- 5 kata Bahasa Indonesia yang selama ini sering salah digunakan
- Menurut agan Setya Novanto perlu mundur atau nggak
- Terungkap, 5 provinsi di Indonesia yang suka BAB sembarangan. Cek gan!
- Yuk gan cari tahu sejarah lampu lalu lintas
- 4 Pertanyaan penting saat kencan pertama
- 5 es krim kekinian di Instagram yang wajib agan coba
- 6 tips liburan murah buat agan-agan
- Minum air gak harus 8 gelas sehari gan
- Kontes adu jelek di Zimbabwe ricuh karena yang menang masih dianggep ganteng (FOTO)
- Agan tipe anak kos yang kaya gimana?

- Jangan sekali-kali kabur dari razia polisi kalo gak mau kaya gini gan (FOTO)

- Sedih gan, orang-orang ini ga dikasih main Facebook gara-gara namanya

- Pemandangan sungai di Jakarta yang sempet bikin heboh nih gan! (FOTO)
- 5 tips hemat BBM
- Serba paling di Hari Film Nasional
- Salahkah jika perempuan bekerja dan laki-laki menjadi ayah rumah tangga?
- Keahlian khusus yang dicari perusahaan tahun 2021 nanti
- Cara mencegah obesitas sejak masih kecil
- Bincang eksklusif dengan Anies Baswedan: Saya tidak mengira akan diganti
- 8 fakta pacaran masa kini yang bisa bikin agan-agan kecewa
- Hati-hati, hal ini bisa bikin agan gak subur
- Mengenal enam istilah soal kedaluwarsa makanan dan minuman
- Saudara kembar Mirna: Sudah jelas kok siapa pembunuhnya!
- Fakta, hubungan Fantastic Beasts dengan Harry Potter

Diubah oleh kangjati 30-01-2017 16:46
0
1.1K
Kutip
7
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan