- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Sertifikasi penceramah, wajar atau tidak?


TS
BeritagarID
Sertifikasi penceramah, wajar atau tidak?

Lukman Hakim Saifuddin, kanan, ketika menemui Mufti Agung Australia, Ibrahim Abu Mohamed, pada 2015
Kementerian Agama, lewat pengampunya, Lukman Hakim Saifuddin, baru saja mempermaklumkan rencana untuk menetapkan standar kualifikasi bagi para penceramah agama.
Langkah itu agaknya diambil guna mengakali maraknya peredaran pensyarah yang menyampaikan ceramah bernada provokatif.
"Sekarang kami bekerja keras untuk merumuskan apa kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan sebagai standar penceramah itu. Lalu kemudian bisa diakui sebagai penceramah yang memiliki kualifikasi cukup" ujar putra Menteri Agama era pemerintahan Sukarno, Saifuddin Zuhri, dikutip CNN Indonesia, Kamis (26/1).
Meski tidak menjelaskan secara terperinci mengenai poin-poin rumusan, ia menyatakan harapan agar formula dimaksud kemudian dapat mengurangi gagasan intoleransi yang rawan disisipkan dalam ceramah dengan "lebih mengedepankan moderasi agama (dan) semangat kebangsaan...," ujarnya seperti dinukil Beritasatu.com.
Namun, Lukman mengatakan sertifikasi bukan dilakukan oleh pemerintah, tapi "pihak yang...otoritatif. Bisa MUI (Majelis Ulama Indonesia), bisa ormas gabungan, atau dari ormas agama, atau yang lain."
Agenda Kementerian Agama itu seakan menjawab ketegangan di tengah khalayak luas yang beberapa bulan belakangan dihujani pelbagai wacana yang acap kali dikaitkan dengan keberadaan penceramah.
Salah satu kasus yang sempat ramai diberitakan adalah ceramah pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, yang menyinggung ihwal dugaan logo palu dan arit pada uang rupiah dengan perwajahan baru.
Pernyataan Rizieq tersebut lantas berujung pelaporan pihak tertentu yang merasa bahwa tudingan dimaksud tidak berdasar.
Tema yang menyentuh kualifikasi penceramah ini pernah pula diangkat oleh Kantor Kementerian Agama Kota Padang, Sumatera Barat, tahun lalu.
"Saat ini kami sedang merancang bentuk sertifikasi yang diberikan kepada mubalig itu," ujar Kepala Bagian Zakat dan Wakaf Kantor Kementerian Agama Padang, Maswar, dinukil Rimanews.com, Kamis (16/6/2016).
Salah satu syarat yang diajukan oleh Kantor itu adalah para mubalig yang dipilih telah berpengalaman, baik dalam memberikan materi, bersosialisasi, atau beribadah. Untuk itu, latar belakang kehidupan, keilmuan, dan pengabdian calon bakal disorot.
Ketika usulan demikian mengapung, MUI Kota Padang, Sumatera Barat, pun menanggapi.
"Ruang mubalig itu sekarang tidak ada batasan dan berkembang luas sehingga masyarakatlah yang nantinya perlu menyeleksi," ujar Ketua MUI Padang, Duski Samad, dinukil Rimanews.com, Kamis (16/6/2016).
Duski tidak menafikan proses sertifikasi yang bakal berlangsung rumit dan memakan waktu lama meski menurutnya jika "tidak disertifikasi, hasilnya mubalig banyak yang tidak berkompeten".
Ia menekankan regulasi takkan menyurutkan kehadiran mubalig-mubalig minim kecakapan. "Biarkan saja seleksi alam dan seleksi pasar yang membuat mubalig berkompetenlah yang bertahan," ujarnya.
Di negeri lain, sebagai misal, Malaysia, sertifikasi demikian sudah lazim. Johor bisa jadi contoh wilayah negara tetangga Indonesia itu dalam menerapkan aturannya.
Sultan Johor, Ibrahim Ismail, diberitakan Republika pada 2016, memberlakukan kebijakan bahwa penceramah agama harus mendapatkan sertifikat dari Dewan Keagamaan Islam Johor (MAIJ).
Menurut otoritas Johor, meski seorang pendakwah memiliki kesanggupan berpidato dan kerap muncul di televisi, mata ajaran yang bersangkutan tetap dipertanyakan jika ia tidak mengantongi sertifikat resmi.
"Bercerminlah sebelum memberikan nasihat pada orang lain. Kami akan mengawasi siapa pun yang mengajarkan Islam tanpa sertifikasi karena ajaran menyimpang dan ceramah yang mengandung unsur politik akan menjadi sarana meremehkan, menjelekkan, dan mengecam orang lain," ujar sang Sultan. "Hal-hal tersebut dapat membingungkan komunitas Muslim dan mengacaukan persatuan."
Pasalnya, menurut Ibrahim, mulai bermunculan pihak-pihak yang ingin mengintervensi pandangan keagamaan nasional. Padahal orang-orang tersebut hanya memiliki kewenangan terbatas atas agama Islam di daerah mereka saja.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...jar-atau-tidak
---
Baca juga dari kategori BERITA :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
2.3K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan