- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rumah Syaits Asyam Korban Diksar Mapala UII Masih Ramai Dikunjungi


TS
nartobantul
Rumah Syaits Asyam Korban Diksar Mapala UII Masih Ramai Dikunjungi
Quote:
Quote:

KIRIM DOA: Dosen-dosen Prodi Teknik Industri UII saat berziarah ke makam Syaits Asyam di Jetis, Caturharjo, Sleman, kemarin (26/1).(DWI AGUS/RADAR JOGJA)
Quote:
MESKI terlihat sayu, perempuan berhijab ini tetap tersenyum menerima para tamu yang masih berdatangan untuk memberikan support moral kepada keluarganya. Seperti kemarin (26/1), usai didatangi Menristekdikti Muhammad Nasir, teman-teman anak semata wayangnya juga berdatangan.
Begitu pula dengan dosen-dosen di Prodi Teknik Industri UII. Mereka bertemu Handayani untuk menyampaikan rasa bela sungkawa. Para dosen juga mendatangi makam Asyam yang letaknya tidak jauh di belakang rumahnya.
”Mendoakan agar almarhum Syaits Asyam mendapatkan derajat tinggi selaku mujahid pelajar Prodi Teknik Industri. Dapat menajdi inspirasi kami semua sebagai insan pendidikan,” kata Dosen Prodi Teknik Industri Nasrullah Setiawan kemarin.
Nasrullah memandang sosok Asyam sebagai mahasiswa yang memiliki peringkat di atas rata-rata. Itu berkaca pada penghargaan internasional yang diperoleh Asyam saat duduk di SMA Kesatuan Bangsa pada 2014. Juga keaktifannya di kegiatan kampus.
Asyam juga dikenal sebagai mahasiswa yang cinta lingkungan. Tak heran, hal itu pula yang melatarbelakangi Asyam bergabung dengan Mapala UII.
”Cita-citanya mulia tentang lingkungan. Kemampuan dan keahliannya dimanfaatkan untuk alam. Saya pun yakin ini pula yang mendorong dia bergabung dengan Maapala UII,” tandasnya.
Tentang peristiwa The Great Camping (TGC), Nasrullah tidak bisa berkomentar banyak. Nasrullah berharap proses investigasi cepat rampung, sehingga bisa diketahui penyebab terjadinya peristiwa itu.
Dia memandang, baik peserta maupun panitia tetaplah mahasiswanya. Hanya, dia berharap peristiwa ini tidak terulang kembali. Sehingga perlu pengawasan agar semangat Mapala UII tidak melenceng.
”Asyam anak kami, mapala juga anak kami. Semua ini jadi pembelajaran. Semua dosen merasa terkejut dengan kejadian ini,” katanya.
Sementara itu Handayani mengaku bahagia anaknya memiliki banyak teman yang peduli. Diakuinya, Asyam yang lahir 7 Juli 1997 ini sangat dekat dengan teman dan keluarga. ”Sebagai anak tunggal, Asyam terlihat sangat mandiri. Dia juga dekat dengan keluarga,” ungkapnya. (ila/ong)
Begitu pula dengan dosen-dosen di Prodi Teknik Industri UII. Mereka bertemu Handayani untuk menyampaikan rasa bela sungkawa. Para dosen juga mendatangi makam Asyam yang letaknya tidak jauh di belakang rumahnya.
”Mendoakan agar almarhum Syaits Asyam mendapatkan derajat tinggi selaku mujahid pelajar Prodi Teknik Industri. Dapat menajdi inspirasi kami semua sebagai insan pendidikan,” kata Dosen Prodi Teknik Industri Nasrullah Setiawan kemarin.
Nasrullah memandang sosok Asyam sebagai mahasiswa yang memiliki peringkat di atas rata-rata. Itu berkaca pada penghargaan internasional yang diperoleh Asyam saat duduk di SMA Kesatuan Bangsa pada 2014. Juga keaktifannya di kegiatan kampus.
Asyam juga dikenal sebagai mahasiswa yang cinta lingkungan. Tak heran, hal itu pula yang melatarbelakangi Asyam bergabung dengan Mapala UII.
”Cita-citanya mulia tentang lingkungan. Kemampuan dan keahliannya dimanfaatkan untuk alam. Saya pun yakin ini pula yang mendorong dia bergabung dengan Maapala UII,” tandasnya.
Tentang peristiwa The Great Camping (TGC), Nasrullah tidak bisa berkomentar banyak. Nasrullah berharap proses investigasi cepat rampung, sehingga bisa diketahui penyebab terjadinya peristiwa itu.
Dia memandang, baik peserta maupun panitia tetaplah mahasiswanya. Hanya, dia berharap peristiwa ini tidak terulang kembali. Sehingga perlu pengawasan agar semangat Mapala UII tidak melenceng.
”Asyam anak kami, mapala juga anak kami. Semua ini jadi pembelajaran. Semua dosen merasa terkejut dengan kejadian ini,” katanya.
Sementara itu Handayani mengaku bahagia anaknya memiliki banyak teman yang peduli. Diakuinya, Asyam yang lahir 7 Juli 1997 ini sangat dekat dengan teman dan keluarga. ”Sebagai anak tunggal, Asyam terlihat sangat mandiri. Dia juga dekat dengan keluarga,” ungkapnya. (ila/ong)
Sampaikan Dukacita, Menristekdikti Kunjungi Rumah Asyam
Quote:

Quote:
SLEMAN (KRjogja.com) - Senyum sumringah terlihat dari wajah Sri Handayani, ibunda almarhum Syaits Asyam saat Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nashir tiba di rumahnya kawasan Jalan Ronggowarsito Jetis Caturharjo Sleman, Kamis (26/1/2017) sore. Sri merasa terharu saat mentri kabinet Joko Widodo ini datang mengucapkan belasungkawa secara langsung ke rumah sederhana miliknya itu.
"Silahkan duduk pak, tapi di bawah adanya seperti ini," ucap Sri Handayani yang kemudian disambut senyuman Nashir.
Nashir sendiri menyampaikan, kunjungan ke kediaman almarhum Asyam merupakan pesan dari Presiden Joko Widodo yang merasa ikut berduka dengan kematian salah satu mahasiswa berprestasi tersebut. "Saya menyampaikan salam dari bapak Presiden dan turut berduka cita atas wafatnya Syaits Asyam," ungkapnya.
Secara langsung, Nashir menyatakan keprihatinan sekaligus kekecewaan lantaran insiden kekerasan masih saja terjadi di lingkungan kampus. "Bayangkan saja satu putera terbaik kita meninggal dengan cara seperti ini, jangan sampai terulang lagi kita harus selesaikan," tegasnya.
Kepada pihak keluarga, Nashir berjanji akan mengusut tuntas kasus kematian Asyam yang diduga disebabkan tindak kekerasan saat menjalani pendidikan dasar Mapala UII. "Saya sudah minta proses humum dijalankan sampai panitia dan manajemen kampus juga diusut sampai tuntas," janjinya.
Sementara terkait karya ilmiah Asyam yang dibuat ketika duduk di bangku SMA, Nashir mendorong adanya pengembangan dari peneliti lain agar satu karya anak bangsa ini tidak hilang begitu saja. "Saya kira ini inovasi yang sangat bagus, kami akan sampaikan semoga bisa dikembangkan," lanjutnya.
Di akhir kunjungan, Menristekdikti menyempatkan memimpin doa yang diikuti keluarga almarhum Syaits Asyam. Ia juga sempat melihat piagam penghargaan dan medali yang pernah diterima mahasiswa Fakultas Teknik Industri tersebut. (Fxh)
"Silahkan duduk pak, tapi di bawah adanya seperti ini," ucap Sri Handayani yang kemudian disambut senyuman Nashir.
Nashir sendiri menyampaikan, kunjungan ke kediaman almarhum Asyam merupakan pesan dari Presiden Joko Widodo yang merasa ikut berduka dengan kematian salah satu mahasiswa berprestasi tersebut. "Saya menyampaikan salam dari bapak Presiden dan turut berduka cita atas wafatnya Syaits Asyam," ungkapnya.
Secara langsung, Nashir menyatakan keprihatinan sekaligus kekecewaan lantaran insiden kekerasan masih saja terjadi di lingkungan kampus. "Bayangkan saja satu putera terbaik kita meninggal dengan cara seperti ini, jangan sampai terulang lagi kita harus selesaikan," tegasnya.
Kepada pihak keluarga, Nashir berjanji akan mengusut tuntas kasus kematian Asyam yang diduga disebabkan tindak kekerasan saat menjalani pendidikan dasar Mapala UII. "Saya sudah minta proses humum dijalankan sampai panitia dan manajemen kampus juga diusut sampai tuntas," janjinya.
Sementara terkait karya ilmiah Asyam yang dibuat ketika duduk di bangku SMA, Nashir mendorong adanya pengembangan dari peneliti lain agar satu karya anak bangsa ini tidak hilang begitu saja. "Saya kira ini inovasi yang sangat bagus, kami akan sampaikan semoga bisa dikembangkan," lanjutnya.
Di akhir kunjungan, Menristekdikti menyempatkan memimpin doa yang diikuti keluarga almarhum Syaits Asyam. Ia juga sempat melihat piagam penghargaan dan medali yang pernah diterima mahasiswa Fakultas Teknik Industri tersebut. (Fxh)
Kisah Syaits Asyam, Doa Sederhana dari Ibu yang Berduka
Quote:

Quote:
Syaits Asyam, mahasiswa Universitas Islam Indonesia, yang menjadi korban kekerasan saat pendidikan dasar mapala meninggalkan warisan yang bisa jadi berguna untuk masa depan orang banyak. Sri Handayani, ibunda Asyam berharap kerja keras anaknya semasa hidup tidak lenyap begitu saja.
Juni 2014, Asyam bersama karibnya di SMA Kesatuan Bangsa, Galih Ramadan, pergi ke Provinsi Zuid Holland, Belanda. Mereka bersaing dalam kompetisi bertajuk International Environment Sustainability Project Olimpiad VI. Itu adalah lomba kepintaran di bidang lingkungan hidup yang diikuti 150 tim dari 45 negara di dunia.
Asyam dan Galih membuat penelitian tentang kegunaan limbah debu sebagai penyerap minyak yang tumpah di laut. Papper setebal 15 halaman itu diberi judul Treatment of Oil Spill by Buffing Dust as an Efficient Adsorbent. Mereka berdua menang. Pulang ke Indonesia membawa emas dan tentu saja memberi kebanggaan untuk keluarga.
Kini, hasil penelitian itu teronggok di rumah Sri Handayani di Caturharjo, Sleman. Sri tak ingin kerja keras anaknya semasa SMA sia-sia.
“Asyam mungkin sudah tidak bisa mengembangkan penelitiannya ini. Namun masih ada temannya, Galih,” kata dia di rumahnya, Kamis (26/1/2017).
Menurutnya, hanya Galih yang paham bagaimana mengembangkan penelitian itu menjadi lebih berfaedah untuk orang banyak.
Harapan juga digantungkan kepada Presiden Joko Widodo. Asa Sri cukup beralasan. Asyam dan Galih pernah diundang ke Istana berkat keberhasilan mereka di Negeri Kincir Angin.
“Semoga Presiden Joko Widodo masih ingat dua anak yang dulu pernah dipanggilnya untuk datang ke Istana,” kata Sri.
Dia yakin, penelitian anaknya akan bermanfaat.
“Ini adalah amal jariah anak saya. Jika dikembangkan, pengetahuan kecil yang merupakan inovasinya bisa menjadi besar dan bermanfaat,” ucap dia.
Kemarin, Sri lebih segar daripada Senin (23/1/2017), ketika Harianjogja.com pertama kali menemuinya. Beberapa hari lalu, perempuan paruh baya itu bermuram durja. Asyam, anak semata wayangnya, meninggal dunia pada Sabtu (21/1/2017) dini hari setelah ikut pendidikan dasar Mapala Unisi di kaki Gunung Lawu. Kepergian Asyam penuh kejanggalan. Tubuhnya boyak. Keluarga menduga Asyam menjadi korban kebengisan seniornya di Mapala Unisi.
Kemarin, Sri sudah bisa sedikit tersenyum. Binar di wajahnya mulai kelihatan.
Duka perlahan menghilang, namun kenangan terhadap Asyam terus melekat. Medali emas yang didapat Asyam saat berlomba di Belanda tak pernah jauh darinya. Saat bercakap-cakap, Sri menaruh medali yang sudah dibingkai itu di karpet dengan motif bunga-bunga. Sesekali tangannya membersihkan debu di pigura yang kini jadi salah satu barang paling bermakna dalam hidupnya.
“Ini karya Asyam yang menang di Belanda. Asyam saat itu bahagia sekali bisa pergi ke Belanda. Mengikuti kejuaraan itu memang juga mimpi dari teman-temannya,” ujar dia.
Juni 2014, Asyam bersama karibnya di SMA Kesatuan Bangsa, Galih Ramadan, pergi ke Provinsi Zuid Holland, Belanda. Mereka bersaing dalam kompetisi bertajuk International Environment Sustainability Project Olimpiad VI. Itu adalah lomba kepintaran di bidang lingkungan hidup yang diikuti 150 tim dari 45 negara di dunia.
Asyam dan Galih membuat penelitian tentang kegunaan limbah debu sebagai penyerap minyak yang tumpah di laut. Papper setebal 15 halaman itu diberi judul Treatment of Oil Spill by Buffing Dust as an Efficient Adsorbent. Mereka berdua menang. Pulang ke Indonesia membawa emas dan tentu saja memberi kebanggaan untuk keluarga.
Kini, hasil penelitian itu teronggok di rumah Sri Handayani di Caturharjo, Sleman. Sri tak ingin kerja keras anaknya semasa SMA sia-sia.
“Asyam mungkin sudah tidak bisa mengembangkan penelitiannya ini. Namun masih ada temannya, Galih,” kata dia di rumahnya, Kamis (26/1/2017).
Menurutnya, hanya Galih yang paham bagaimana mengembangkan penelitian itu menjadi lebih berfaedah untuk orang banyak.
Harapan juga digantungkan kepada Presiden Joko Widodo. Asa Sri cukup beralasan. Asyam dan Galih pernah diundang ke Istana berkat keberhasilan mereka di Negeri Kincir Angin.
“Semoga Presiden Joko Widodo masih ingat dua anak yang dulu pernah dipanggilnya untuk datang ke Istana,” kata Sri.
Dia yakin, penelitian anaknya akan bermanfaat.
“Ini adalah amal jariah anak saya. Jika dikembangkan, pengetahuan kecil yang merupakan inovasinya bisa menjadi besar dan bermanfaat,” ucap dia.
Kemarin, Sri lebih segar daripada Senin (23/1/2017), ketika Harianjogja.com pertama kali menemuinya. Beberapa hari lalu, perempuan paruh baya itu bermuram durja. Asyam, anak semata wayangnya, meninggal dunia pada Sabtu (21/1/2017) dini hari setelah ikut pendidikan dasar Mapala Unisi di kaki Gunung Lawu. Kepergian Asyam penuh kejanggalan. Tubuhnya boyak. Keluarga menduga Asyam menjadi korban kebengisan seniornya di Mapala Unisi.
Kemarin, Sri sudah bisa sedikit tersenyum. Binar di wajahnya mulai kelihatan.
Duka perlahan menghilang, namun kenangan terhadap Asyam terus melekat. Medali emas yang didapat Asyam saat berlomba di Belanda tak pernah jauh darinya. Saat bercakap-cakap, Sri menaruh medali yang sudah dibingkai itu di karpet dengan motif bunga-bunga. Sesekali tangannya membersihkan debu di pigura yang kini jadi salah satu barang paling bermakna dalam hidupnya.
“Ini karya Asyam yang menang di Belanda. Asyam saat itu bahagia sekali bisa pergi ke Belanda. Mengikuti kejuaraan itu memang juga mimpi dari teman-temannya,” ujar dia.
Diubah oleh nartobantul 27-01-2017 15:57
0
2.4K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan