- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ignatius Ryan Tumiwa Lulusan S-2 UI dengan IPK 3,37 Ingin Suntik Mati


TS
Irfansz
Ignatius Ryan Tumiwa Lulusan S-2 UI dengan IPK 3,37 Ingin Suntik Mati
Quote:


Quote:
Ignatius Ryan Tumiwa Lulusan S-2 UI dengan IPK 3,37 Ingin Suntik Mati

JAKARTA, KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa (48) namanya. Anak bungsu dari empat bersaudara ini baru saja membuat heboh dengan mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi Pasal 344 KUHP tentang eutanasia atau upaya untuk mengakhiri hidup seseorang dengan tenang.
Pria kurus itu memakai baju tanpa lengan serta celana hitam lusuh saat ditemui di rumahnya di Jalan Taman Sari X RT 8 RW 03, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Ia mengaku sudah sejak Mei 2014 mengajukan tuntutan itu.
"Awalnya saya pergi ke Komnas HAM, terus ditolak. Saya pergi ke Depkes ditolak juga dan disuruh ke Mahkamah Konstitusi. Di MK saya disuruh pergi ke psikiater," ujar sarjana strata satu Jurusan Administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jalan Kramat Raya kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).
Menurut dia, awal ide untuk suntik mati itu tak terlintas dalam pikirannya. Ia hanya ingin bertanya kepada Komnas HAM terkait dengan tunjangan untuk para jobless seperti dirinya. Hanya saja, ketika berkunjung ke Komnas HAM, dirinya mendapat larangan karena dianggap salah konfirmasi.
"Komnas HAM bilang yang diurusinya pelanggaran hak asasi bukan masalah pemberian tunjangan," ungkap pria lulusan Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jurusan Administrasi pada tahun 1998 itu.
Dirinya ke Komnas HAM untuk mempertanyakan Pasal 34 UUD 1945 tentang fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. "Saya bertanya kepada Komnas, soalnya saya kan fakir miskin. Tetapi, jawaban mereka fakir miskin itu tunawisma (gelandangan), bukan seperti saya," tuturnya.
Lantas, karena frustrasi dari Komnas HAM, kemudian terlintas ide untuk suntik mati. "Karena tak ditanggapi, muncul ide untuk ke Departemen Kesehatan minta disuntik mati, tetapi kembali dilarang karena di Indonesia tak ada hukum yang mengatur. Kemudian mereka menyuruh saya ke MK untuk melakukan revisi agar rencana saya bisa berjalan," ungkap pria yang mengaku pernah bekerja di perusahaan audit itu.
Saat ini, dirinya lebih memperjuangkan suntik mati bukan lagi tunjangan bagi penganggur. Sebab, ia mengaku bahwa sejak ditinggal ayahnya yang bernama Thu Indra (88) pada 2012, ia merasa depresi serta stres berat. Ditambah lagi, dirinya diberhentikan dari tempatnya bekerja.
"Mau gimana lagi, saya sudah hidup sendirian. Ayah serta ibu saya sudah meninggal. Kakak saya sudah punya keluarga sendiri, sudah jarang ke mari. Makanya, lebih baik saya mati saja," kata pria yang bercita-cita pergi ke Planet Mars itu.
Sumber :Klik Disini !
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa (48), pria penderita depresi yang sempat menyatakan keinginannya untuk disuntik mati, ternyata pernah menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Indonesia.
Bahkan, Ryan lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,37. "Saya sempat melanjutkan kuliah sampai S-2 di UI. Saya pilih jurusan Ilmu Administrasi dan lulus tahun 1998," ujar Ryan saat ditemui di rumahnya, Jalan Tamansari X, Jakarta Barat, Senin (4/8/2014).
Sebelum melanjutkan pendidikan di UI, anak bungsu dari empat bersaudara tersebut setelah lulus SMA menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas YAI, Kramat, Jakarta Pusat, dan memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Ryan mengaku pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang staf keuangan. Namun, beban kerja yang terlalu tinggi membuat ia merasa terbebani hingga akhirnya mengundurkan diri.
Erni, tetangga Ryan, mengakui bahwa Ryan adalah pria yang pintar. Para tetangga pernah mengetahui jika Ryan dahulu pernah bekerja sebagai seorang dosen.
"Memang orangnya pintar, dulu waktu kerja, selalu rapi dan bawa tas. Kalau enggak salah dia pernah jadi dosen," ujar Erni.
Ryan mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu digugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri.
Pasal 344 berbunyi, "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Sumber : Klik disini !
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa (48) saat lulus dari Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) memiliki nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,37. Hal itu dibuktikannya dengan menunjukkan fotokopi ijazah serta fotokopi nilainya saat kuliah di UI.
Dalam ijazahnya itu, pria yang mengenakan baju coklat akibat debu yang menempel karena jarang dicuci tersebut lulus dari pascasarjana pada 11 Agustus 1988. Dirinya memiliki nomor mahasiswa 3995242456.
Nilai mata kuliah yang dimilikinya selama berkuliah S-2 tersebut rata-rata bernilai A. Nilai B hanya beberapa, paling kecil B-. Menurut Ryan, saat itu ia berkuliah S-2 sambil bekerja di salah satu perusahaan sebagai seorang auditor.
"Saya bekerja sambil kuliah S-2. Tapi lumayan nilainya cukup baik," kata anak bungsu dari empat bersaudara itu kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).
Tidak heran bahwa dirinya saat berbincang dengan Warta Kota tahu segala hal terkait isu terkini. Ia mengaku, jika pulsa miliknya habis, dirinya mengisi pulsa sebesar Rp 25.000. "Saya isi pulsa, uangnya saya dapat jatah dari pemberian kakak saya yang menjatah Rp 500.000 setiap minggunya. Uang itu juga buat beli biskuit sama roti," ujarnya.
Saat ditanyai terkait ke mana ijazah asli miliknya, ia mengatakan tak punya uang untuk mengambilnya kembali setelah ditaruh di deposit box sebuah bank. "Waktu itu saya taruh di deposit box supaya aman kalau sewaktu-waktu ada kebakaran," ucapnya.
Lanjut Ryan, dirinya juga masih mempunyai beberapa uang hasil tabungannya selama ia bekerja sejak 1998. "Masih ada tabungan saya biarpun sedikit, bisa buat beli biskuit," pungkasnya.
Pria pendiam ini belum lama ini dikenal masyarakat karena menggugat ke Mahkamah Konstitusi agar lembaga peradilan undang-undang tersebut mengabulkan tuntutannya, yaitu memperbolehkan suntik mati. (Wahyu Tri Laksono)
Sumber : Klik disini !
Dalam ijazahnya itu, pria yang mengenakan baju coklat akibat debu yang menempel karena jarang dicuci tersebut lulus dari pascasarjana pada 11 Agustus 1988. Dirinya memiliki nomor mahasiswa 3995242456.
Nilai mata kuliah yang dimilikinya selama berkuliah S-2 tersebut rata-rata bernilai A. Nilai B hanya beberapa, paling kecil B-. Menurut Ryan, saat itu ia berkuliah S-2 sambil bekerja di salah satu perusahaan sebagai seorang auditor.
"Saya bekerja sambil kuliah S-2. Tapi lumayan nilainya cukup baik," kata anak bungsu dari empat bersaudara itu kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).
Tidak heran bahwa dirinya saat berbincang dengan Warta Kota tahu segala hal terkait isu terkini. Ia mengaku, jika pulsa miliknya habis, dirinya mengisi pulsa sebesar Rp 25.000. "Saya isi pulsa, uangnya saya dapat jatah dari pemberian kakak saya yang menjatah Rp 500.000 setiap minggunya. Uang itu juga buat beli biskuit sama roti," ujarnya.
Saat ditanyai terkait ke mana ijazah asli miliknya, ia mengatakan tak punya uang untuk mengambilnya kembali setelah ditaruh di deposit box sebuah bank. "Waktu itu saya taruh di deposit box supaya aman kalau sewaktu-waktu ada kebakaran," ucapnya.
Lanjut Ryan, dirinya juga masih mempunyai beberapa uang hasil tabungannya selama ia bekerja sejak 1998. "Masih ada tabungan saya biarpun sedikit, bisa buat beli biskuit," pungkasnya.
Pria pendiam ini belum lama ini dikenal masyarakat karena menggugat ke Mahkamah Konstitusi agar lembaga peradilan undang-undang tersebut mengabulkan tuntutannya, yaitu memperbolehkan suntik mati. (Wahyu Tri Laksono)
Sumber : Klik disini !
Quote:
KOMENTAR ANE
kurang mendekatkan diri pada ALLAH... Orang yang sakit aja pengen sembuh ini malah pengen mati 




Diubah oleh Irfansz 05-08-2014 12:34
0
48.8K
Kutip
259
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan