Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Menanti perubahan di era Donald Trump

Pandangan kontroversial Donald Trump, digadang bisa mengubah tatanan dunia
Pada Jumat (20/1/2017) atau Sabtu dini hari waktu Indonesia, Amerika Serikat (AS) akan mengangkat sumpah presiden baru mereka, Donald John Trump. Presiden ke-45 AS berusia 70 itu, digadang bisa membawa perubahan pada tatanan dunia.

Beberapa negara sudah ada yang merasakan dampak bakal kebijakan Trump yang "bergaya koboi". Meski belum resmi menjabat presiden, kurs mata uang negara-negara seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura terhadap dollar AS tampak melemah pada periode April-Desember 2016, masa kampanye dan pemilu presiden AS.

Rupiah Indonesia, meski turut mengalami pelemahan, dampaknya tak separah negara-negara tersebut. Kekhawatiran lebih mengemuka untuk masa mendatang. Kebijakan Trump dengan sentimen negatif terhadap perdagangan dunia dan proteksionisme, bisa menyeret "efek domino" terhadap ekonomi Indonesia.

Neraca perdagangan Indonesia terhadap AS, sejauh ini masih positif. Selisih perdagangan kita terhadap AS, hingga 2015 bernilai sekitar US$7,7 miliar atau lebih dari Rp103 triliun. Artinya nilai ekspor kita lebih besar dari impor terhadap negara Paman Sam itu. Bila proteksi diterapkan Trump secara ketat, neraca itu bisa saja berubah.

Tidak hanya di bidang ekonomi--yang menjadi kekhawatiran dunia--tetapi juga di bidang politik. Ancaman mendeportasi imigran gelap, membangun tembok perbatasan dengan Meksiko, dan melarang masuknya muslim ke wilayah AS, hanya sebagian dari janji kontroversial Trump pada saat kampanye.

Manuver Donald Trump, seolah mengirimkan sinyal munculnya tatanan dunia baru. Ia tampak lebih dekat dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dibanding "sekutu-sekutunya". Bahkan saat Rusia dituding punya peran dalam memengaruhi hasil Pemilu Presiden AS yang berlangsung November 2016 lalu.

Dalam sebuah wawancara dengan media Jerman, Bild, Trump mengkritik kebijakan Kanselir Angela Merkel soal imigran. Kebijakan menerima imigran dari kawasan konflik di Timur Tengah, khususnya Suriah, itu disebut Trump sebagai "kebijakan pembawa petaka". Komentar yang disebut tak pantas oleh Menteri Luar Negeri AS, John Kerry.

Kontroversi Trump itu sering pula diumumkan lewat akun Twitter itu. Dia pernah mengaku menerima telepon dari Presiden Taiwan, dan menggugat kebijakan "One China". Padahal kebijakan diplomatis itu merupakan pengakuan dunia termasuk AS terhadap satu pemerintahan di Tiongkok, yang berpusat di Beijing, bernama Republik Rakyat Tiongkok.

Hubungan telepon dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, itu tak pelak mengundang kegusaran dari Beijing. Editorial media Tiongkok yang berafiliasi dengan pemerintah, China Daily, meledek aksi Trump itu "membuktikan bahwa Trump dan tim transisinya tak berpengalaman dalam mengurus politik luar negeri".

Presiden Tiongkok, Xi Jinping, membuat pernyataan tak kalah pedas. Sebagai pemimpin negara komunis--Partai Komunis Tiongkok adalah penguasa negeri Tirai Bambu itu--Jinping justru mempertahankan perdagangan bebas, dan menyampaikan kesiapannya menggantikan peran AS sebagai "pemimpin dunia" perdagangan.

Pernyataan itu disampaikannya pada pertemuan World Economic Forum di Davos, Swiss, Selasa (17/1/2017) lalu. Pernyataan yang bisa disebut membalas janji Trump untuk bersikap lebih agresif dalam hal perdagangan dengan Tiongkok, dengan menerapkan proteksi. Jinping mengkritik kebijakan itu sebagai isolasi untuk "bunuh diri".

Pun dalam isu lingkungan, khususnya perubahan iklim, Trump tak absen berulah. Saat kampanye dia pernah menyatakan akan menghentikan pendanaan untuk Green Climate Fund, kelompok donatur internasional utama dalam upaya menerapkan Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim.

Pada 2014, pemerintah AS berjanji untuk menyumbang dana sebesar US$3 miliar kepada Green Climate Fund. Pemerintahan Obama, telah membayar US$500 juta pada Maret tahun lalu, dan melunasi sepertiga janji tersebut pada akhir masa jabatannya. Janji yang kemungkinan tak akan terlunasi sepenuhnya saat Trump berkuasa.

Kontroversi demi kontroversi Trump, bisa menambah masalah yang tak dibutuhkan dunia saat ini; ketika isu terorisme semakin mengglobal, pengungsi jadi masalah kemanusiaan, atau pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.

Dunia seperti dilanda kecemasan. Adapun Pemerintah Indonesia masih menunggu kebijakan yang akan dijalankan Donald Trump, untuk menentukan kebijakan hubungan diplomatik dengan negara itu.

Bank Indonesia melalui Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Juda Agung, menyatakan mewaspadai kebijakan fiskal maupun kebijakan perdagangan, dan respons kebijakan moneter AS yang berpengaruh terhadap perekonomian global.

Pemerintah pun sudah sewajarnya melakukan pembenahan pada berbagai sektor pendukung, agar lebih banyak negara yang percaya kepada produk Indonesia. Dengan begitu, devisa Indonesia tidak bergantung pada nilai ekspor ke AS.

Di sisi lain, pandangan Tuan Trump bukan tak mungkin berubah. Misalnya soal pembangunan tembok di perbatasan dengan Meksiko. Awalnya ia berkukuh pemerintah Meksiko yanag akan "dipaksa" membiayai pembangunannya.

Belakangan, dibuka kemungkinan untuk membiayai sendiri pembangunan tembok tersebut. Pemerintah Meksiko akan dimintai uang pengganti setelah tembok selesai dibangun. Trump mengelak disebut tidak menepati janji, dan berdalih cara ini dipilih agar pembangunan tembok bisa cepat direalisasikan.

Soal larangan masuknya muslim ke AS, Trump pun mulai melunak. Di situs resmi kampanye Donald Trump, isu ini tak lagi muncul. Pernyataan itu diubah menjadi penangguhan visa di semua daerah tanpa alat pemantauan yang memadai. Penangguhan akan diterapkan hingga sistem yang komprehensif terbangun.

Melunaknya Trump, mungkin terwujud setelah ia resmi jadi presiden, seturut pidato Presiden Barack Obama dalam pidato pamungkas pemerintahannya. Obama mencoba membesarkan hati warga yang gundah gulana karena terpilihnya Trump.

"Dari lubuk hati yang paling dalam, saya percaya bahwa Amerika akan baik-baik saja," katanya dua hari sebelum pelantikan, seperti dilansir CBS News.

Perubahan pada Tuan Trump, mungkin bisa dilacak mulai dari gaya rambut yang sering jadi bahan olok-olok pembencinya. Presiden yang didukung Partai Republik AS itu pernah berjanji akan mengubah gaya rambutnya bila berhasil jadi penghuni Gedung Putih.

"Saya mungkin akan menyisir rambut saya ke belakang. Mengapa? Karena rambut saya sulit disisir. Saya tak akan punya waktu bila jadi presiden, karena di Gedung Putih saya akan bekerja sangat keras," ujarnya kepada para pendukung di Iowa, 27 Juni 2015.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...a-donald-trump

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Rumuskan ulang etika pejabat mengurus ormas

- Mencari jalan lebih efektif memberantas pungli

- Menyatakan pendapat bukanlah pemaksaan kehendak

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
10.1K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan