Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

neganisasiAvatar border
TS
neganisasi
Still Breathing


Sinopsis : Setelah selamat dari ancaman Bandung. Sam dan teman-temannya belum tahu kalau sebenarnya di seluruh negeri sedang terjadi hal yang sama. Dalam dunia yang kacau balau ini, bisakah Sam melindungi Anin? satu-satunya harapan yang tersisa dalam hidupnya.

Cerita ini murni hasil dari imajinasi ane. Jika ada kesamaan nama dan kesalahan pada penulisan nama tempat mohon dimaafkan.

Genre : Thriller, Mysteri, Apocalypse.

***
**Prologue**

Untuk teman sekolahku 6 tahun terakhir ini yang punya hobi membaca,

Maaf tidak pernah menyapamu, sekarang,

Ku persembahkan kembaranmu

Dalam bentuk tulisan..




Sam adalah siswa yang aneh. Misalnya saja, dia benci kepada guru yang selalu mengajaknya berdebat tentang klub sepakbola. Contoh lain lagi, dia ingin sekolah dengan tenang di SMA, tetapi kemunculan Anin membuatnya terlihat canggung pada situasi tertentu. Untungnya, otak Sam sangat Pandai.


Saat itu pintu gerbang sekolah hampir ditutup, dan dia sudah berada diantara barisan, matahari dari arah barat tampak menyilaukan mata. Tudung jaketnya dia tarik sampai menutupi dahi, sedangkan punggungnya menggendong tas yang isinya cukup berat untuk jatuh di kaki seseorang yang berada di baris belakangnya. Sam menyipitkan matanya, memandang guru yang berdiri di depan mimbar,sepertinya akan ada informasi.


“ Baik, anak-anak, sudah berkumpul semuanya?” tanya guru tersebut melalui pengeras suara. Sam melepas tudung jaketnya, memandangi sekelilingnya kalau-kalau ada yang belum berkumpul, pandangannya berhenti di arah pintu keluar sekolah.


“Huh, lagi-lagi si bodoh” Sam memandangi Hendra, orang yang sedang berbicara dengan satpam sekolah. Dia tahu kebiasaan buruk Hendra yang selalu terlambat masuk sekolah akan terjadi juga di hari yang se-penting ini. Sam mengangkat tangan untuk memecah keheningan, guru yang berdiri di depan mimbar bersiap melontarkan pertanyaan tetapi tangan Sam sesegera mungkin menunjuk ke arah pintu sekolah sehingga sekarang semua orang menoleh ke arah yang Sam tunjuk.


“ oh, baiklah, Hendra akan mendapatkan bagiannya nanti, sekarang kita berdoa terlebih dahulu ya, anak-anak” kata guru tersebut, tutur katanya halus sekali seperti baru gajian.

Kemudian seorang ustadz bergantian berdiri di depan mimbar, dia memberikan instruksi kepada seluruh siswa untuk mengikuti apa yang dia ucapkan. Menurut Sam, hal tersebut percuma saja, teman-temannya di barisan belakang asik bermain ponsel, sedangkan Jaka, malah terlihat sibuk membaca komik Naruto volume 38 yang terpaksa Sam pinjamkan karena dia kalah dengan Jaka dalam perebutan ranking 1 pada semester 4 kemarin. Taruhan yang Sam buat sendiri.


Hanya barisan depan laki-laki saja dan tentunya semua rombongan perempuan yang tampak kompak mengikuti doa bersama itu.

Doa bersama berakhir ditandai dengan datangnya bus-bus yang akan membawa rombongan wisata ke Bandung, Seorang satpam membuka pintu gerbang sekolah dan tentunya ada Hendra di situ. Hendra terlihat terburu-buru, kancing jaketnya belum sempat dia kaitkan, tas yang dia bawa sepertinya tak berisi, beda halnya dengan milik Sam dan siswa lainnya. Hendra mendapat panggilan dari kepala sekolah, sesegera mungkin dia berlari ke lapangan yang kini sudah kosong. Sepertinya Hendra harus berhadapan dengan Pak Johan terlebih dahulu, sementara siswa yang lain sudah pergi berebut kursi di dalam bus. Dia merapatkan kakinya, kedua tangannya dia silangkan di atas tas yang kini tampak mengempes itu.


“ kamu kenapa terlambat lagi? “ tanya kepala sekolah

“Uhh, itu bu, tadi bantu nenek saya di pasar “ Hendra tahu jawaban rutinnya ini akan mempan terhadap kepala sekolah yang sebelumnya jarang menanyainya, tapi tentunya tidak berlaku kepada pak Johan.

Pak Johan adalah guru olahraga. Dia laki-laki atletis dengan kumis yang cukup besar, yang selalu dia gunakan untuk menakut-nakuti siswa perempuan. Pak Johan memiliki klub sepakbola favorit bernama Manchester United, dan menurut pendapat dia, di dunia ini tidak ada klub sehebat dari kota Manchester, inggris itu. Seperti dugaanya, kepala sekolah terlihat heran dengan jawaban Hendra, Yah biasannya kan Hendra hanya mengarang jawabannya ,


“ itu bohong, bu” kata pak Johan ketus

“Memangnya kenapa?”


Pak Johan tentu hafal dengan jawaban Hendra, karena Hendra adalah salah satu langganan hukuman pak Johan ketika dia telat masuk sekolah atau lupa membawa baju olahraga di hari Rabu.


Dia tidak lagi menyinggung-nyinggung alasan Hendra, ketika rombongan guru juga mulai naik ke bus. Sementara Hendra selesai dengan urusannya, Sam masih bersandar di pintu masuk bus, dari situ, setengah sembunyi-sembunyi, dia bisa memandang sekumpulan siswa perempuan yang sedang berfoto di samping bus nomor 4, Sam tahu salah satu dari mereka adalah Anin.

Anak bodoh itu muncul, dia sudah berganti memakai kaos lengan panjang warna putih dengan kerah biru muda, ada tulisan huruf H besar terpampang di dadanya. Dari kejauhan, Hendra melambaikan tangannya dan berlari terburu-buru ke arah Sam.


Seperti biasa, setiap bertemu Sam, Hendra akan mengajaknya tos menggunakan tangan kanan yang selalu Sam lakukan dengan rasa malas. Karena menurut Sam, tindakan seperti itu hanya dilakukan oleh anak SMP yang bahkan belum aqil baligh.


Mereka berdua masuk ke bus ketika Hendra di panggil namanya oleh Anin. Dia mendekat, membawakan sebungkus makanan dari Syntia, pacar Hendra. Anin adalah perempuan cantik dan termasuk kategori pintar di sekolah. Dia punya rambut yang selalu dikucir, beberapa helai rambutnya terurai di depan dahinya, seolah malas untuk dirapikan.

Siswa-siswa yang ada di bus yang sama dengan Sam ramai mengobrol dan menyetel musik yang cukup keras, kaki Sam terasa berat seperti besi ketika melihat Anin dari balik jendela. Sekali lagi Sam mencoba menampakkan dirinya di hadapan Anin yang tengah berbicara kepada Hendra perihal Syntia dengan cara berpura-pura melintas diantara pintu bus, tentunya Sam tahu usahannya kali ini akan seperti hari-hari yang lain di sekolah. Anin tidak mengubah pandangan matanya sedikit pun dan kemudian berlalu ke bus rombongannya. Tetapi setidaknya, kaki Sam terasa ringan lagi. Setidaknya Anin tahu kalau Sam ada di bus nomor 2.


Sam dan Hendra duduk di kursi depan dekat dengan guru, tentunya ini posisi yang bagus untuk bisa terhindar dari musik keras yang mereka putar di bagian belakang, tapi bagi Hendra, duduk di depan tidak bisa leluasa karena harus menghadapi mulut-mulut pedas guru yang duduk di sekitar kursi kemudi sambil membahas-bahas masalah pelanggaran siswa yang tentunya akrab dengan keseharian Hendra di sekolah.


“ gara-gara kamu telat, kita malah dapat kursi yang ideal seperti ini, kerja yang bagus” kata Sam ketika membuka tasnya dan mengeluarkan peralatan yang ia butuhkan selama perjalanan, sebuah iPod music generasi 2012 dari Amerika yang dia dapatkan saat ulang tahun sebulan yang lalu dan headset hitam dengan corak biru di kedua sisinya.


Supir bus dan guru pendamping masuk dan melakukan absensi terakhir, diantara 3 guru yang mendampingi, tentunya ada nama pak Johan disitu. Kabar buruk untuk Hendra yang belum sempat dihukum atas keterlambatannya tadi. Sam pastinya merasa kasian kepada Hendra, tapi Pada dasarnya, Sam juga tidak suka dengan pak Johan. Dia tidak suka ketika pak Johan menakut-nakuti teman sekelasnya dengan kumis besar hitam yang lebih mirip tikus mati itu pada saat jam olahraga. Terlebih ketika nama Sam disebut dalam absensi “ Sam-- AHA!! ‘’ teriakan kerasnya melebihi suara musik di iPod milik Sam. Dia sudah pura-pura tidak mendengar suara pak Johan dan itu gagal.


“Sam?”

“Hadir pak”

“Sam, menurutmu berapa perbandingan jumlah trofi Manchester United dengan Chelsea? “ kelekar pak Johan seraya memainkan kumisnya.


Tentunya Sam menghiraukan pertanyaan orang itu, Sam tahu bahwa Chelsea klub idolanya, dan gelar juaranya masih kalah jauh dibandingkan dengan Manchester. Lagi pula, pertanyaan itu malah pak Johan jawab sendiri dengan menjelaskan begitu detail mulai dari sejarah klub sampai pencetak rekor gol setiap musimnya, pak Johan baru berhenti menjelaskan dan melanjutkan absensi ketika ditegur oleh guru yang lain.

Hendra sedang membuka isi bungkusan yang Anin berikan.


“Aku belum sempat makan siang” kata Hendra dengan suara tersendat “ Dan semoga isi bungkusan ini tidak mengecewakan, kuharap ada sesuatu yang bisa dimakan”

“Mungkin..” kata Sam “Aku tadi ingin menyapa Anin , tapi, yah.. kau tahu kan?” Sam memandang ke luar jendela bus “Dia masih sedingin biasanya”


“Syntia dulu juga seperti itu, tapi hei, lihatlah sekarang apa yang dia bawakan untukku” Hendra mengeluarkan 3 kaleng minuman soda, 3 bungkus roti tawar lengkap dengan susu cokelat sachet. “ Kau tahu? Dulu Anin juga sebaik itu” Sam mengambil satu soda dari tangan Hendra, membuka penutup kalengnya dan meminumnya sedikit demi sedikit.


2 Agustus, Pukul 18.24

Waktu Indonesia Barat



Sementara mereka mengobrol, Bus telah membawa rombongan meninggalkan Magelang. Sekarang mereka melewati pasar-pasar yang sudah tutup dan bangunan tua. Selama beberapa saat, mereka berdiam memandangi jalanan yang berkelebat cepat.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, bus nomor 1 berbelok ke sebuah tempat parkir luas yang memiliki patung kecil di setiap sudutnya.


Hendra membuyarkan lamunan Sam dan segera merapikan barang-barangnya, sebungkus tisu pemberian Syntia dia selipkan di bagian belakang kursi bus.

Seluruh rombongan bus turun, sepertinya akan ada acara makan malam dan sholat isya’ terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan, Syntia yang sebelumnya terlihat malas-malasan turun dari bus, langsung melompat berdiri.


“Lapar rupanya?” tanya Anin

“ Lapar berat” Syntia berlari keluar bus.

Syntia pacar Hendra sejak masuk ke SMA dan tidak banyak orang yang tahu. Dia perempuan yang cerewat dan sama konyolnya dengan Hendra. ‘Kalian pasangan yang serasi’ puji Sam tiap kali berpapasan dengannya di kantin sekolah, walaupun Syntia selalu bertanya, mengapa? Sam tidak pernah menjawab dan biasanya cuma senyum-senyum sendiri. Anin adalah salah satu agen terpercaya Hendra jika ada sesuatu yang ingin disampaikan ke Syntia, ataupun sebaliknya. Maklumlah, Hendra tidak ingin hubungan ini diketahui banyak orang. Walaupun pernah ketika jam pelajaran kosong, Hendra dibully seluruh teman sekelasnya lantaran mengganti foto di facebooknya dengan foto Syntia. Rumah Anin hanya berjarak 30 meter dari rumah Hendra sedangkan Sam adalah sahabat terbaik Hendra di sekolah, wajar saja Hendra hanya percaya kepada kedua orang ini. Walaupun Hendra tahu, keduanya tidak pernah terlihat akrab.


Mata Syntia tertuju pada tumpukan cokelat yang menunggu untuk dibuka bungkusnya.

“Ambil saja” Anin melanjutkan “Tapi cokelat seperti itu biasanya untuk hidangan penutup”

Dia mengalihkan pandang ke arah meja lain. Ada sup, buah-buahan, 4 toples besar kerupuk, dan aneka lauk serta piring-piring dan sendok mengkilap yang tertata rapi di sudut meja. Sam mengantri di meja tengah ketika Hendra memakai jaketnya kembali karena udara mulai dingin.


“Sam, kau lihat ada acar? Terakhir kali aku memakannya ketika resepsi pernikahan sepupuku” kata Hendra

“Nanti juga lihat” Sam mencoba biasa saja, karena ada Anin di meja sebelah kiri. Dia hanya berharap, ketika mengambil piring nanti, mereka bisa barengan sehingga Sam bisa menyapa Anin, Ya, setidaknya seperti itu.

Di meja sebelah kanan Sam, terdapat antrian dari 20 sampai 25 tentara yang sepertinya baru selesai bertugas, restoran ini didesain cukup luas sehingga kebanyakan dari pelanggannya adalah rombongan yang akan melakukan perjalanan jauh ataupun kembali dari perjalanan jauh. Salah satu dari mereka menyapa Sam


“ Mau kemana dek?” katanya. Suaranya berwibawa, badanya tinggi tegap dengan topi hijau tua bermotif bintang 3 di bagian depan yang menutupi seluruh rambutnya.

“Kami mau ke Bandung, pak” kata Sam. Tetapi sepertinya Hendra tidak menggubrisnya. Dia malah celingak-celinguk mencari tahu apakah ada hidangan acar di meja lain.

“Oh, rombongan wisata ya? Hati-hati kalau sudah di Bandung ya dek”

Tentara tersebut maju mengambil piring bagiannya kemudian berlalu meninggalkan barisan. Sam kelihatannya bingung.

“Em- baiklah”


Sam berdehem, 4 langkah lagi dia dan Anin mengambil piring. Sebentar lagi dia akan menyapa Anin. Sam menarik nafasnya, menghembuskannya dengan penuh keyakinan, mereka berdua semakin lama semakin dekat, 75 senti lagi dari meja. Dia tidak bisa berhenti lagi. Sam menahan matanya untuk tidak berkedip kalau-kalau ada sesuatu yang dia lewatkan saat bertatap muka dengan Anin. . . Mereka sampai di depan meja dan masing-masing dari mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka mengambil piring dan sendok kemudian saling berbalik. Mereka tidak punya sesuatu untuk dikatakan.


Rombongan bus melanjutkan perjalanan. Tangan Sam merogoh ponsel di saku celananya sedangan tangan satunya lagi menarik selembar tisu milik Hendra. Pukul 21.56, Sam mengusap layar ponselnya untuk mengecek jam. Sejak kecil, Sam tidak pernah suka memakai jam tangan. Pernah pada ulang tahunnya yang ke-12. Fajar, sepupunya, memberikan hadiah jam tangan klasik berwarna perak yang tidak terpakai karena Sam hanya menyimpannya di kantong kecil sebelah kiri tas sekolahnya. “ makanannya enak sekali ya? “ gumam Hendra kepada Sam sambil meletakkan tasnya di tempat penyimpanan bus tepat di atas kepala.


Sam ingin bertanya kepada Hendra kalau-kalau dia tadi menemukan acar atau tidak. Tetapi membayangkan dirinya yang tidak berkata apapun kepada Anin tadi sudah cukup membuatnya malas berbicara. Ketika bus berhenti di lampu merah, Sam malah sibuk menggulung beberapa lembar tisu menggunakan kedua tangannya lalu melemparnya keluar jendela. Pandangannya tertuju pada sebuah lapangan luas seperti bandara besar, di setiap 10 meter pinggir lapangan tersebut tertanam besi penyangga lampu kuning berbentuk bulat sebesar bola sepak yang membuat sekelilingnya terang.

Sam baru sadar ada ratusan tank dan puluhan pesawat tempur yang berbaris rapi setelah melihat penyangga lampu yang lain, kali ini dengan lampu yang tiga kali lebih besar. Sesegera mungkin Sam menepuk pundak Hendra yang kini sudah setengah tertidur.


“Hendra!!” kata Sam tiba-tiba

“Jangan memaksa” gumam Hendra. “Aku sedang berusaha untuk tidur”

Makan malam tadi benar-benar menyihir rombongan untuk tertidur dengan cepat, Kecuali kursi belakang bus yang beberapa dari mereka masih bisik-bisik dan memainkan musik, hanya saja volumenya tidak sekeras sore tadi. Sepertinya hanya tinggal Sam dan supir bus saja yang fokus memperhatikan situasi di luar. Lampu hijau menyala dan Sam memutuskan untuk tidur juga. Dia merapikan headsetnya dan mematikan iPod yang baterainya hanya tinggal setengah itu.


Mungkin Syntia makan terlalu banyak, karena dia mimpi aneh sekali. Dia duduk di atas gedung istana negara dengan memakai sorban milik kakeknya. Rizal adik kecilnya menertawakannya sambil mengulur benang layang-layang. Adiknya meminta Syntia untuk turun tetapi sorban yang dia pakai terbang kemana-mana dan menyambar benang sampai terputus. Adiknya menangis di halaman istana, sedangkan Syntia kebingungan karena tidak tahu harus turun dari atas gedung menggunakan apa. Syntia sedih dan dengan penuh ketakutan dia memutuskan meloncat dari gedung, dengan menguatkan kedua kakinya, Syntia bersiap menerima benturan di tanah, 2 meter lagi dia akan terjatuh dan. Syntia terbangun, berkeringat sekaligus gemetar.


Dia terbangun di tengah malam, membalikkan tubuhnya lalu kembali tidur dan mimpi yang sama terulang kembali.
Diubah oleh neganisasi 19-01-2017 20:07
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
7K
68
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan