ArapWannabeAvatar border
TS
ArapWannabe
Pak SBY, Mengadu ke Tuhan, Kok, Lewat Twitter
Pak SBY, Mengadu ke Tuhan, Kok, Lewat Twitter
Sabtu, 21 Januari 2017 16:39 WIB






TRIBUNNEWS.COM - Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali curhat dan jadi tertawaan.

Kenapa? Bukankah curhat yang merupakan akronim 'curahan hati' (istilah temuan anak muda era awal 2000an untuk mengganti kata kerja 'mengadu' atau 'berkeluh kesah' atau 'melampiaskan unek-unek'), sudah menjadi "bagian tak terpisahkan" dari SBY?

Benar sekali. SBY dan curhat sebagaimana SBY dan "keragu-raguan", sudah menjadi semacam dua sisi mata uang.

SBY dan curhat telah teridentikkan satu sama lain.

Selama 10 tahun jadi presiden, tidak terhitung lagi berapa kali beliau curhat. Termasuk yang disiarkan secara langsung di stasiun televisi nasional.

Namun kali ini berbeda. Kali ini SBY curhat sekaligus berdoa. Atau mungkin boleh disebut "curhat yang dikemas dengan doa", atau "doa yang menyerupai curhat".

Yang jelas, apapun istilahnya, curhat ini berisi aduan. Dan SBY menyampaikannya lewat Twitter.

Iya, benar, Twitter. Web social networking berbasis microblogging yang baru saja membikin heboh lantaran mendepak Habib Rizieq Shihab dan FPI.

SBY adalah seorang pengguna Twitter aktif. Konon, cuitan-cuitan (kalimat sepanjang 140 character) yang diakhiri dengan tanda *SBY* benar-benar berasal dari dia.

Benar-benar ditulis sendiri oleh dia. Sedangkan cuitan tanpa tanda itu dituliskan oleh orang yang ditunjuk SBY untuk mengelola akun tersebut.

Cuitan di akun SBY (@SBYudhoyono) yang berisi curhat, yang dilempar ke Twitter pada 19 Januari 2017 pukul 11.39 (catatan jam Twitter), menyematkan tanda *SBY* di ujung kalimat.

Lantas jika memang ditulis langsung SBY, apa istimewanya dibanding entah berapa banyak curhat beliau yang lain?

Seperti disebut tadi, cuitan SBY adalah "curhat yang dikemas dengan doa" atau "doa yang menyerupai curhat". Dalam cuitannya, SBY mengadu kepada Tuhan.

Saya kutipkan sebagaimana aslinya: "Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar hoax berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yang lemah menang? *SBY"

Saya sama sekali tidak yakin bahwa Pak SBY masih selevel nalar dan logikanya dengan anak- anak remaja alay penggemar sinetron Anak Jalanan dan Mermaid in Love.

Beliau adalah purnawirawan jenderal, pernah jadi anggota DPR RI, pernah jadi menteri, dan Presiden Republik Indonesia dua periode.

Saya pikir beliau tahu betul, sadar betul, bahwa Tuhan tidak punya akun Twitter dan karenanya tidak mungkin membalas curhat itu lewat Direct Message (DM). Bahkan tidak untuk sekadar me-retweet.

SBY juga bukan pendakwah. Perkembangan internet dan media sosial memang mengharuskan para pendakwah untuk masuk ke dalamnya.

Pendakwah yang ingin menjangkau masyarakat modern, terutama sekali kaum millenials yang hidupnya serba digital, mutlak memiliki akun- akun di media sosial. Entah itu Facebook, Twiiter, atau Instagram.

Jika SBY pendakwah maka cuitannya jadi wajar.

Persoalannya, sekali lagi, SBY bukan pendakwah. Dan apa yang disampaikannya juga bukan dakwah. Sama sekali bukan.

Kalimatnya bukan kalimat dakwah. Bukan kalimat-kalimat sebagaimana yang kerap dipampangkan Ustaz Arifin Ilham di Facebook, misalnya.

Bukan pula kalimat-kalimat sufistik Candra Malik di Twitter.

Kalimat SBY memang tidak lebih dari "curhat yang dikemas dengan doa" atau "doa yang menyerupai curhat".

SBY cuma mengadu kepada Tuhan.

Pertanyaannya, jika hendak mengadu kepada Tuhan, kenapa dikemukakan lewat Twitter?

Kenapa tidak secara langsung saja? Melalui doa seusai Salat Tahajud, misalnya.

Kenapa SBY sampai pada pemikiran bahwa aduannya memerlukan perantara?

Doa merupakan refleksi kejujuran. Yakni kejujuran mahluk kepada yang menciptanya.

Maka akan menjadi sangat keterlaluan apabila dalam berdoa masih saja terselip ketidakjujuran.

Lalu bagaimana dengan doa di media sosial. Pada dasarnya itu bukan doa. Itu lebih tepat disebut sebagai ajakan, atau sekadar upaya berbagi.

Bagaimana melalui doa tersebut akan lebih banyak orang yang terketuk pintu hatinya.

Dalam perkara ini, di mana posisi SBY? Tidak jelas betul. Atau jangan-jangan SBY sebenarnya tidak hendak mengadu kepada Tuhan.

Jangan-jangan dia juga tidak bermaksud berdoa dan bahkan tidak menyadari bahwa kalimatnya mirip dengan doa sehingga bisa diasumsikan sebagai doa.

Jangan-jangan, sesungguhnya, dia hanya ingin melesatkan curhat dan ingin agar curhatnya diketahui banyak orang.

Jika yang terakhir ini benar, tentu saja patut dipertanyakan motif SBY. Apakah beliau hendak menyudutkan pihak-pihak tertentu?

Di dalam kalimatnya SBY menulis (saya kutipkan lagi sebagaimana aslinya), "juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela".
Siapa yang hendak disasar SBY? Siapa juru fitnah dan penyebar hoax yang merajalela itu?

Apakah yang sekarang berkuasa? Apakah Presiden Joko Widodo?

Atau barangkali Pak SBY tahu ada pihak lain yang merajalela menyebarkan hoax sehingga mampu berkuasa melebihi kekuasaan pihak yang sah berkuasa?

Pertanyaan terakhir beliau dalam curhat juga membingungkan. "Kapan rakyat & yang lemah menang?"

Apakah hubungan kalimat ini dengan kalimat sebelumnya? Apakah fitnah dan hoax dipandang SBY sebagai biang keladi kegagalan rakyat dan (kaum) yang lemah memperoleh kemenangan-kemenangan atas hidupnya yang serba melata di negeri terkasih ini?

Di lain sisi, kalimat ini secara tak langsung justru merupakan pengakuan yang sahih dari SBY.

Bahwa setelah 10 tahun berkuasa jadi presiden, dia tidak tahu (dan belum juga tahu) bagaimana cara memberi kemenangan kepada rakyat dan (kaum) yang lemah. Jika dia tahu tentu dia tak akan bertanya.(t agus khaidir)



http://www.tribunnews.com/nasional/2...-lewat-twitter








0
6.1K
95
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan