Jadi ane beberapa waktu lalu habis berpetualang ke sebuah gunung yang tinggi tinggi sekali bareng teman ane. Selama di perjalanan, ane banyak mengambil gambar melalui Smartphone ane yang butut, mulai dari gambar sungai, sunset, pohon, kuburan (kuburannya unik gan, berdiri berjajar gitu hehe), dan pemandangan dari bawah gunung. Setelah sampai di kaki gunung, pendakian pun dimulai, karena ane tahu kemampuan Smartphone ane yang kurang greget baterainya, jadi ane simpan dengan harapan masih bisa digunakan berfoto ria diatas nanti.

Pendakian yang melelahkan, disertai keringat dan daki, terbayarkan dengan pemandangan indah dari atas gunung. Angin sejuk sepoy2 menerpa wajah ane yang 11-120 dari Afgan. Melihat dari atas sungai yang meliuk-liuk berkilau disinari cahaya mentari serta didampingi sawah yang menari2 diterpa angin, membuat ane paham akan ada yang kurang jika momen ini tidak diabadikan. "Oke, saatnya mengambil gambar." Pikir ane waktu itu. Ya seperti kode etik petualang: "Jangan mengambil apapun kecuali gambar,"nah kalo ane gak mengambil gambar, terus ane harus ambil apaan?

Smartphone pun ane keluarkan, layar hitamnya membuat ane penasaran, ane pencet2 tombolnya dan ane gelitikin layarnya, gak bangun2 juga. "what is going on here?", tanya ane dalam hati sambil ane geprok2 dengan sedikit anarkis. Tapi pada akhirnya ane harus menghadapi sebuah fakta suram: "Smartphone ane matol, k*mpret dah!".

Sudah power-bank gak punya, HP teman ane gak ada kamera pula, siapa sangka hanya karena Smartphone yang baterainya gak punya harapan, bisa membuat ane galau seharian di atas pegunungan. THE END.