- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Polisi Cabul Aiptu Ketut Ardana Justru Minta Dikebiri, Buktikan Telah Bertobat


TS
tukangkomen123
Polisi Cabul Aiptu Ketut Ardana Justru Minta Dikebiri, Buktikan Telah Bertobat
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Raut wajah Aiptu I Ketut Ardana alias Jantuk Gula (56) seketika tegang sesaat setelah duduk di kursi pesakitan.
Terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur tersebut menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kelas II B Semarapura, Kamis (19/1/2017).Yang mengejutkan, Aiptu Ardana justru meminta hukuman kebiri.
Aiptu Ardana didampingi penasehat hukumnya, I Wayan Suniarta, memasuki ruang sidang sekitar pukul 14.00 Wita.
Penampilan terdakwa Ardana tampak rapi dan bersih. Ia menggenakan kemeja putih rapi, celana kain hitam, dan dilengkapi dengan sepatu sport berwarna putih.
Tubuh Ardana pun terlihat lebih bongsor, dibandingkan saat ia diamankan oleh Provost Polres Klungkung Juni tahun 2016 lalu gara-gara tindakan pencabulan terhadap Komang BW (17).
Sesaat sebelum sidang dimulai, terdakwa sempat mengajukan permohonan kepada majelis hakim.
Di hadapan majelis hakim yang terdiri dari Mayasari Oktavia, Sahida Aryani, dan Ni Nyoman Mei Melianawati, penasehat hukum terdakwa, I Wayan Suniarta, menyampaikan terdakwa menerima apapun putusan mejelis hakim dan siap dihukum kebiri jika ada alternatif pembuktian dalam kasus tersebut.
“Yang mulia, apapun keputusan hakim, terdakwa menerimanya dengan legowo. Jika ada alternatif pembuktian, terdakwa siap dihukum kebiri sebagai pembuktian atas rasa bersalahnya,” ujar Suniarta.
Aiptu Ardana mengaku sangat menyesal dan merasa tersiksa dengan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang menjeratnya.
Ia berharap lolos dari vonis hukuman penjara.
Karena itu ia mengajukan permohonan dihukum kebiri kepada mejelis hakim, meskipun banyak yang menilai hukuman kebiri justru lebih berat dan sampai sekarang masih menjadi kontroversi di Indonesia.
Menurut Aiptu Ardana, alasannya memilih hukuman kebiri untuk membuktikan dirinya sudah tobat dan menyesal atas perlakuannya.
Selain itu ia juga ingin kembali ke keluarga dan masyarakat.
“Permohonan dihukum kebiri tersebut agar hakim dapat memberikan saya vonis yang lebih ringan. Jika dikabulkan, sekarang pun saya siap,” kata Ardana, warga asal Desa Dawan Kaler, Klungkung, tersebut.
Namun permohonan tersebut tidak terlalu ditanggapi oleh Hakim Ketua, Mayasari Oktavia, karena telah masuk agenda sidang putusan.
“Majelis hakim sudah bermusyawarah, tidak mungkin putusan hakim berubah karena permohonan terdakwa,” kata Mayasari.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Perppu ini ditandatangani Presiden menyusul sejumlah kasus tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak di tanah air.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Menurut Wikipedia, pengebirian adalah penghapusan penis dan testis, organ seks eksternal laki-laki.
Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak Abad Pertengahan.
Ada dua macam teknik kebiri yang diterapkan, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi.
Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron.
Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya.
Kebiri kimiawi tidak dilakukan dengan mengamputasi testis, tetapi dengan cara memasukkan zat kimia antiandrogen ke tubuh seseorang supaya produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang.
Hasil akhirnya sama dengan kebiri fisik, yakni menghilangkan libido atau hasrat seksual atau kemampuan ereksi.
Berbeda dengan kebiri fisik, kebiri kimiawi tidak bersifat permanen.
Artinya, jika pemberian zat antiandrogen dihentikan, maka efeknya juga akan berhenti, dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual, maupun kemampuan ereksi.
Di semua negara yang menerapkan hukum kebiri, pemerkosa yang diberi hukuman pemberat (kebiri) tetap menjalani hukuman kurungan badan sesuai UU yang berlaku. (*)
http://bali.tribunnews.com/2017/01/2...tobat?page=all
Terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur tersebut menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kelas II B Semarapura, Kamis (19/1/2017).Yang mengejutkan, Aiptu Ardana justru meminta hukuman kebiri.
Aiptu Ardana didampingi penasehat hukumnya, I Wayan Suniarta, memasuki ruang sidang sekitar pukul 14.00 Wita.
Penampilan terdakwa Ardana tampak rapi dan bersih. Ia menggenakan kemeja putih rapi, celana kain hitam, dan dilengkapi dengan sepatu sport berwarna putih.
Tubuh Ardana pun terlihat lebih bongsor, dibandingkan saat ia diamankan oleh Provost Polres Klungkung Juni tahun 2016 lalu gara-gara tindakan pencabulan terhadap Komang BW (17).
Sesaat sebelum sidang dimulai, terdakwa sempat mengajukan permohonan kepada majelis hakim.
Di hadapan majelis hakim yang terdiri dari Mayasari Oktavia, Sahida Aryani, dan Ni Nyoman Mei Melianawati, penasehat hukum terdakwa, I Wayan Suniarta, menyampaikan terdakwa menerima apapun putusan mejelis hakim dan siap dihukum kebiri jika ada alternatif pembuktian dalam kasus tersebut.
“Yang mulia, apapun keputusan hakim, terdakwa menerimanya dengan legowo. Jika ada alternatif pembuktian, terdakwa siap dihukum kebiri sebagai pembuktian atas rasa bersalahnya,” ujar Suniarta.
Aiptu Ardana mengaku sangat menyesal dan merasa tersiksa dengan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang menjeratnya.
Ia berharap lolos dari vonis hukuman penjara.
Karena itu ia mengajukan permohonan dihukum kebiri kepada mejelis hakim, meskipun banyak yang menilai hukuman kebiri justru lebih berat dan sampai sekarang masih menjadi kontroversi di Indonesia.
Menurut Aiptu Ardana, alasannya memilih hukuman kebiri untuk membuktikan dirinya sudah tobat dan menyesal atas perlakuannya.
Selain itu ia juga ingin kembali ke keluarga dan masyarakat.
“Permohonan dihukum kebiri tersebut agar hakim dapat memberikan saya vonis yang lebih ringan. Jika dikabulkan, sekarang pun saya siap,” kata Ardana, warga asal Desa Dawan Kaler, Klungkung, tersebut.
Namun permohonan tersebut tidak terlalu ditanggapi oleh Hakim Ketua, Mayasari Oktavia, karena telah masuk agenda sidang putusan.
“Majelis hakim sudah bermusyawarah, tidak mungkin putusan hakim berubah karena permohonan terdakwa,” kata Mayasari.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Perppu ini ditandatangani Presiden menyusul sejumlah kasus tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak di tanah air.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Menurut Wikipedia, pengebirian adalah penghapusan penis dan testis, organ seks eksternal laki-laki.
Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak Abad Pertengahan.
Ada dua macam teknik kebiri yang diterapkan, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi.
Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron.
Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya.
Kebiri kimiawi tidak dilakukan dengan mengamputasi testis, tetapi dengan cara memasukkan zat kimia antiandrogen ke tubuh seseorang supaya produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang.
Hasil akhirnya sama dengan kebiri fisik, yakni menghilangkan libido atau hasrat seksual atau kemampuan ereksi.
Berbeda dengan kebiri fisik, kebiri kimiawi tidak bersifat permanen.
Artinya, jika pemberian zat antiandrogen dihentikan, maka efeknya juga akan berhenti, dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual, maupun kemampuan ereksi.
Di semua negara yang menerapkan hukum kebiri, pemerkosa yang diberi hukuman pemberat (kebiri) tetap menjalani hukuman kurungan badan sesuai UU yang berlaku. (*)
http://bali.tribunnews.com/2017/01/2...tobat?page=all
0
1.2K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan