Kaskus

Story

kukang1848Avatar border
TS
kukang1848
Harapan Baru
Sudah 16 tahun aku tinggal menetap di panti. Aku dididik serta dibesarkan oleh ibu-ibu panti yang selama ini setia dan siap sedia ketika aku membutuhkan pertolongannya. Penuh dengan kasih sayang, haru yang menganiaya, dan juga pengalaman yang tak pernah terlupakan walaupun aku berusaha untuk melupakannya. Romantika seperti itu, menggerayangi pikiranku saat aku duduk santai di bangku taman di belakang panti. Sore itu, udara sejuk menggema, saat itu pula ada sepasang orang tua yang mendatangi panti. Aku melihat mereka dari kejauhan dan firasat ku mengatakan, bahwa aku lah yang akan diadopsi kali ini. Benar saja, tak lama kemudian, aku dipanggil oleh ibu panti untuk ke ruangan administrasi dan pendataan anak. Perasaanku campur aduk saat aku berjalan ke ruangan itu, antara bahagia dan was-was. Was-was, karena ku takut bahwa kejadian yang menimpa sahabatku Ilyas akan aku alami. Bahagia karena aku akan mendapatkan suatu penghidupan baru yang saat ini sedang dirasakan oleh sahabatku di luar sana. Aku berjalan dengan penuh keraguan, dan berjalan sangat pelan sampai-sampai ibu panti yang merangkulku menyuruhku berjalan agak cepat karena hari sudah menuju malam.

“ Ayo, duk, agak cepat sedikit jalannya, mereka menunggumu”.

Kalimat itu kurasakan menusuk jantungku sampai-sampai aku tidak bisa bernapas secara normal. Jantungku semakin berdetak kencang dan nafasku tak karuan. Aku takut, sangat takut, “ apakah mereka jahat?? Apakah mereka baik??”. Ujarku dalam hati sembari berjalan lebih cepat ke ruangan itu. Waktu yang dinanti pun tiba, ibu panti yang merangkulku membuka pintu ruangan dan aku mulai tertunduk lesu saat kita memasuki ruangan itu.

“ Ini dia, anak berumur 16 tahun, yang kalian minta. Dia tergolong anak yang cerdas akan tetapi raut wajahnya mungkin seringkali murung. Ia anak yang pendiam tetapi pandai dalam hal tulis menulis”. Ibu ketua panti mengenalkanku kepada mereka dengan nada gembira campur sedih.
“ Ia pintar menulis? Saya sangat menyukai anak yang senang menulis. Mungkin kami ingin mengadopsi dia”. Ujar perempuan yang kelak akan menjadi bunda ku. Aku lihat secara samar-samar melalui tundukkan ku, ia sangatlah cantik, berumur sekitar 40 tahun, dan penampilannya mencerminkan jabatan tinggi yang ia emban di salah satu perusahaan swasta terkemuka.
“ Ya, kami sangat menyukai anak yang pandai menulis dan..”. lelaki yang kelak akan menjadi ayah angkatku berujar dengan penuh kebijaksanaanya. Aku juga melihat secara samar-samar dari tundukkanku, bahwa ia juga seorang yang memiliki jabatan tinggi di salah satu kementrian yag terlihat dari seragam yang dikenakkannya dan mungkin ia berumur 45 tahun.
“ Membaca buku”. Aku memotong ucapan lelaki itu sebelum menyelesaikannya. Aku berbicara dengan tundukkan kepalaku dan nada keraguanku akan mereka.
“ Ya, sangat betul. Kamu cukup pintar juga ya. Saya belum selesai berbicara kamu sudah tahu apa yang akan saya katakana”. Ujar lelaki itu dengan penuh senyuman.
“ Aku tahu, karena kalau orang pandai menulis otomatis orang itu juga senang membaca om”. Ujar ku dengan kepala tegak sembari menatap kedua mata lelaki itu.
Lelaki itu hanya tersenyum mendengar ucapanku. Mereka berdua, lalu masuk ke ruangan yang disediakan khusus untuk melakukan suatu negosiasi pengadopsian. Aku ditinggal bersama ibu ketua panti. Ibu ketua panti pun sempat berujar sebelum ia masuk ke ruang negosiasi itu,
“ Nak, kamu jaga baik-baik ya nama panti kita dengan tingkah lakumu yang baik. Kamu memiliki masa depan yang cerah jika mereka mengadopsimu”. Ujar ibu ketua panti sambil mencium keningku.

Tak lama berselang, ibu ketua panti masuk ke ruang negosiasi. Aku melihat sembari duduk di bangku kayu yang tersedia di depan meja kerja ibu ketua panti, mereka terkadang tersenyum dan serius tatapannya. Sebentar saja mereka berbincang-bincang, aku disuruhnya masuk ke ruangan tersebut. Dan ibu panti pun meminta aku untuk menandatangani suatu surat perjanjian, yang aku diberitahu sekilas isinya adalah, pembelaannku jika aku dilakukan tidak etis dalam pengadopsian. Ya, aku tanda tangani lah surat itu dengan berat hati, aku semakin ragu, kenapa harus ada surat seperti ini??. Setelah aku menandatangani surat itu, aku lantas dibawa keluar oleh kedua orangtua angkat ku. Kalau dari tampilan luar, mereka sangatlah baik dan juga elite. Baik tutur katanya, indah penampilannya, dan murah senyum orangnya. Tetapi, masih timbul juga perasaan ragu terhadap mereka. Pikiran seperti itu mengkungkung kepalaku.

“ Mulai saat ini, kamu memanggil kami ayah dan bunda, karena mulai saat ini kamu adalah anak kami. Kami akan selalu menjagamu dan berusaha sepenuhnya untuk memnuhi kebutuhanmu”. Ucap perempuan yang sudah menjadi bunda ku sembari memelukku di depan ruang administrasi dan pendataan anak.

Aku pergi ke kamarku untuk membereskan barang-barang yang akan aku bawa ke tempat tinggal baruku. Aku hanya membawa 1 ransel yang di dalamnya lebih banyak buku bacaan daripada pakaian ku dan juga aku menenteng buku harianku. Tidak lupa pula, aku masukkan foto bersama sahabatku ke dalam saku belakang celanaku. Aku sambangi 1 per satu kamar anak panti dan memohon pamit dan juga aku sambangi ruangan ibu-ibu panti serta ibu psikiater yang kebetulan masih ada di ruang konseling. Seperti biasa, tangisan sendu menghiasi kepergianku. Aku juga tak tahan, dan aku menangis, karena begitu banyak pengalaman hidup yang aku rasakan, susah, senang, bahagia, dan sedih sudah menjadi santapanku sehari-hari. Tetapi, semua pengalaman yang telah terjadi, sudah aku tuliskan di buku harianku, untuk aku kenang selalu di masa yang akan datang. Mereka sudah menunggu ku di dalam mobil yang sudah terpakir di depan pintu depan panti. Aku terhenyak ketika aku melihat mobilnya, sangatlah mewah dan elegan. Terakhir, di pintu depan panti, aku peluk dengan erat ibu ketua panti. Ia menangis sangat hebat dan aku juga. Begitu banyak kasih sayang yang dilimpahkan ibu ketua panti terhadapku, dari aku masih bayi hingga saat ini.

“ Kamu jangan pernah lupakan panti ini, walaupun panti ini tak bisa membuat kebutuhanmu selalu terpenuhi. Selalu kenang panti ini dan jika kamu sudah sukses di masa depan, bantulah panti ini agar terus berkembang”. Berkata ibu ketua panti sembari mencium keningku dan kedua pipiku yang dilimpahi air mata.
“ Aku akan selalu ingat panti ini. Dan juga ibu-ibu panti serta teman-teman di panti, karena merekalah yang membentuk kepribadianku dengan penuh kasih sayang dan rasa cinta. Aku tak akan pernah lupakan panti ini”. Jawabku dengan mencium tangan kanannya seperti anak mencium tangan gurunya.

Hari sudah malam. Dan aku berjalan dengan orang tua baruku meninggalkan panti. Masih sedih rasanya jiwa dan pikiranku. Aku meninggalkan semua yang sudah aku alami dan sudah aku rasai. Aku hanya terdiam terpaku sambil menengok ke jendela kanan mobil, menatap keramaian ibukota dengan kemacetannya.

“ Bunda mengerti kamu sedih, akan tetapi kami akan memenuhi kebutuhan masa depan kamu semampu kami. Supaya kamu sukses di masa depan dan bisa membangun panti yang sudah membentuk kepribadianmu”. Ujar bunda sembari melihat ku dengan senyuman manisnya.
Aku tak menjawab perkataan bunda selain dengan menggelengkan kepala. Kembali aku terpaku menatap jalanan ibukota. Pikiranku mulai melayang entah kemana, tak karuan dibuatnya.
“ Apa saja yang kamu bawa nak?”. Tanya ayah dengan nada antusiasnya.
“Aku hanya membawa buku-buku bacaanku dan 3 stel baju”. Jawabku dengan kakunya.
“ Memang hanya segitu pakaianmu?”. Tanya ayah lagi dengan nada penasarannya.
“ Tidak juga. Aku punya lebih dari 3 stel baju. Tetapi yang aku butuhkan bukan pakaian, tetapi buku-buku bacaanku. Aku tidak terlalu mementingkan penampilan fisik tetapi penampilan otak. Dengan buku aku bisa menambah pengetahuanku, tetapi dengan pakaian?”. Jawabku dengan senyuman.
“ Ya, ayah mengerti”. Terdengar nada bangganya setelah aku berujar seperti itu.
“ Lalu apa kamu bawa di tangan kirimu?”. Tanya bunda sambil menatap buku harianku.
“ Oh, ini buku harianku. Segala yang telah aku lakukan, aku catat disini, supaya menjadi arsip ku dan kenanganku”.

Terlihat oleh ku ayah yang sedang menyetir dan bunda yang duduk disampingnya tersenyum tipis ketika mendengar itu. Entahlah dan tak lama kemudian, aku sampai di rumah mereka, rumah baruku. “Sangatlah besar dan mewah” aku berkata dalam hati. Aku dipapah masuk oleh bunda dan ayah. Dan didalamnya sangat banyak barang-barang antic yang harganya mungkin sangatlah mahal. Dan ada juga lukisan dari berbagai maestro Indonesia, Basuki Abdullah, Henk Ngantung, dan Raden Saleh, juga beberapa yang aku tak tahu namanya.

“ Seperti museum rumah ini”. Ujar ku dengan lantangnya karena spontanitas ku terhadap suasana rumah.
“ Ya, disini, kami menghargai seluruh karya seni dari seniman Indonesia. Kami juga menghargai segala keaslian etnik yang ada di Indonesia”. Jawab ayah dengan senyum lebarnya.

Aku diajak untuk melihat kamarku oleh bunda. Ia begitu semangatnya mengajakku ke kamar baruku. Aku terkejut melihat kamar baruku, sangatlah lengkap perabotannya dan bagus desainnya. Dan juga ada perpustakaan kecil dipojokkan kamar dan meja belajar yang jauh kualitasnya dari meja belajarku di panti. Aku langsung meletakkan dan menata buku-buku yang kubawa di rak perpustakaan kecil. Bunda membantu ku menata buku-buku yang kubawa.

“ Jika kamu ingin membeli berbagai buku, bunda akan memenuhi kebutuhan mu. Belilah sebanyak mungkin buku, karena ilmu yang terkandung dalam buku takkan lekang oleh waktu dan dapat juga kita teruskan ke anak cucu kita”. Ujar bunda yang selalu tersenyum kepadaku.

Selesai menata buku-buku di perpustakaan kecil ku, bunda mengajakku untuk makan malam bersama di bawah. Kami bertiga, duduk bersama di meja makan. Aku sangat canggung dengan kondisi seperti ini, karena aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Mereka berdua tersenyum melihat kecanggunganku.

“ Sudah jangan canggung, ini kan sudah jadi rumah mu dan kami orang tua mu”. Ujar ayah denga tawa kecil.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan itu dan aku teruskan makan dengan lahapnya, karena menu yang dihidangkan sangatlah enak dan jarang aku dapatkan di panti. Mereka berdua berbincang dengan diselingi senyuman dan tawa kecil, aku tidak paham apa yang ia katakan. Di tengah makan, aku baru ingat, bahwa buku harianku tertinggal di mobil. Aku langsung meminta ayah untuk membuka pintu mobil karena aku ingin mengambil buku harianku. Aku dan ayah berjalan menuju mobil dan ia membuka pintu mobil. Aku ambil buku harianku dan kupeluk dengan erat buku harian itu. Kami kembali ke meja makan, kali ini aku memegang buku harianku.

“ Kamu sangat suka menulis?”. Tanya ayah sambil memegang garpu di tangan kirinya.
“ Ya, aku sangat suka menulis. Dengan menulis aku bisa mengekspresikan kondisi jiwaku yang tak bisa tersalurkan di kehidupan nyata. Aku terasa bebas jika aku menulis, terlepas segala beban pikiran yang aku rasakan”. Jawabku dengan nada tegas.
“ Sangat bagus. Kamu anak yang sangat, sangat sadar akan manfaat menulis”. Ujar bunda dengan nada sayang terhadapku.

Mungkin, keraguanku akan masa depanku, tereduksi oleh kasih sayang yang sudah atau mulai aku rasakan dari mereka. Aku mulai merasakan suatu optimisme dalam hidup. Karena perkataan mereka berdua.

“ Sebaiknya kamu tidur, hari sudah larut. Besok kamu akan kami daftarkan di sekolah terdekat”. Berkata ayah dengan nada pengharapan yang tinggi terhadapku.

Aku pergi ke kamarku dan sebelum aku tidur, seperti biasa aku menuliskan kejadian yang aku alami di buku harianku.“ Hari ini, aku meniggalkan panti yang sudah menjaga ku sampai umurku 16 tahun, suka dan duka, bahagia dan sedih meramu kehidupanku sampai saat ini. Di panti, aku merasakan segala jerih payah kehidupan yang mungkin tidak aku alami di kehidupanku saat ini. Dan aku sangat beruntung karena itu, segala yang terjadi dapat membentuk kepribadianku, menjadi orang yang tangguh dan tak mudah untuk menyerah, dan yang terpenting selalu bersyukur di setiap keadaan. Itulah yang aku dapatkan di panti. Dan saat ini aku diadopsi oleh kedua orang tua yang sangat baik dan penuh dengan kasih sayang serta rasa cinta kepadaku. Mereka juga, nampaknya, sangat senang dengan dunia tulis menulis dan baca. Mereka memiliki berbagai koleksi antic yang bernilai seni yang tinggi. Mulai sekarang, rasa ku yang dahulu sangatlah pesimis terhadap kehidupan masa depan mulai tereduksi oleh perangai mereka. Mungkin ini harapan baru bagi hidupku ke depannya dan mungkin ini juga menjadi jembatan emas untukku dalam diriku meraih kesuksesan di masa yang akan datang, semoga”. Kututup buku harianku dan aku tidur diliputi oleh rasa bahagia akan harapan baru yang aku dapatkan.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
780
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan