Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kukang1848Avatar border
TS
kukang1848
Aku, Mereka, dan Tulisan
Kesendirian dan kesunyian melanda diriku selama ini. sedari aku kecil, yang menjadi sahabat sejatiku hanyalah kesendirian dan kesunyian. Dan diujungnya hanyalah sebuah perpisahan. Aku dilahirkan entah oleh orang tua seperti apa, aku tidak pernah tahu siapa yang melahirkanku, yang aku tahu hanya diriku dibesarkan di salah satu rumah panti asuhan bersama dengan anak kecil lain yang bernasib sama denganku. Saat ini, umurku 14 tahun. Aku tidak pernah tahu seluk beluk keluargaku seperti apa, aku mencoba mencari tahu, tiada kesanggupan dari diriku untuk mencarinya. Aku berusaha untuk menanyakan ke petugas yang ada di panti asuhan, jawabannya hanya satu yaitu, “Tidak tahu, karena kau tiba-tiba ada di depan panti kami, jadi kami tak tahu apa-apa selain kamu ditinggal disini”. Selalu itu jawabannya selagi aku menanyakan hal seperti itu. Dengan berbagai pertanyaan yang menyeruak dalam pikiranku dan dengan berbagai jawaban yang aku dapatkan atas pertanyaan itu, membuat aku semakin skeptis terhadap siapapun dan apapun. Dan juga semakin aku menyerah oleh keadaan ku saat ini, bahwa aku tidak perlu untuk mengetahui asal-usul darimana aku dilahrikan. Itu pula yang membuataku semakin tidak mempercayai yang ada di sekelilingku. “Mereka semua pembohong, mereka semua tidak berguna untukku, dan mereka semua sangatlah apatis terhadap diriku”. Aku pernah berpikir seperti itu disaat umurku menginjak 11 tahun. Seiring berjalannya waktu, pikiran seperti itu mulai tereduksi semenjak aku berteman dengan mereka. Ilyas, Suti, dan Mala. Mereka menjadi obat penawar untuk kesendirian dan kesunyianku. Mereka adalah sahabat sejatiku selama 3 tahun lamanya. Mereka anak-anak yang mengerti perasaanku dan mengerti perasaan kami semua. Kami seolah-olah dilahirkan oleh rahim ibu yang sama karena kedekatan kami yang begitu eratnya. Kami bermain bersama, bercanda bersama, menangis bersama, dan susah payah bersama dalam menjalani kehidupan di panti asuhan. Kamu tahu kan bagaiman hidup di panti asuhuan?? Dengan berbagai kekurangannya, dengan berbagai kelebihannya, setiap makan kami dibatasi, setiap tidur kami di jadwalkan, setiap main kami diatur, dan belum lagi jadwal piket yang mengharuskan kami membersihkan beberapa toilet yang ada di panti, itulah masalah terbesar bagi kami anak panti, membersihkan kotoran orang lain yang baunya tak sedap di hidung kami. Panti sauhan kami adalah panti yang sepi akan donatur, keadaannya juga sangatlah payah. Makan seadanya, bahkan pernah kami hanya makan dengan garam dan berkuah air mentah. Pernah kami kebanjiran akibat air hujan yang menghujam panti kami karena bocornya sangat banyak dan luas. Ya, tetapi, dengan keadaan seperti itu, kami bersyukur, bahwa kami masih bisa berkumpul bersama dan merasakan kegetiran bersama. Dengan bersama membuat kami kuat dan tegar.

Kebersamaan kami memang sudah ditakdirkan untuk hanya sebentar saja. Satu persatu dari kami harus diambil oleh orang yang ingin mengadopsi kami. Waktu itu, pada usiaku yang akan menginjak 12 tahun, sahabat ku yang sering berkumpul dan main bersama, Ilyas, diadopsi oleh orang tua yang terlihat baik perangainya dan halus tutur katanya. Ilyas adalah anak yang ceria, selalu senang, dan sangat ekspresif, suka melucu dan berbicara. Cocok dengan diriku yang pendiam, senantiasa murung, dan tidak ekspresif. Ia dapat membuat ku tertawa dan membuatku menangis bahagia akibat kelucuannya. Saat kami sedang bermain di taman belakang panti asuhan, Ilyas dipanggil oleh ibu panti yang menjadi ketua pengurus panti asuhan kami

“Ilyas, sini nak, ibu mau berbicara dengan mu”. Teriak ibu panti dari kejauhan.
“ Ya, bu”. Jawab Ilyas dengan teriakan serupa. “Teman-teman aku ke ibu panti dulu ya”. Ucap Ilyas dengan senyum kebahagiaan.

Ilyas menghapiri ibu panti dan mereka berdua berjalan beriringan menuju ruangan administrasi dan pendataan anak panti asuhan. Aku sudah mulai berpikir, bahwa ia pasti akan diadopsi oleh orang tua yang butuh kesenangan dan kehagatan dalam keluarganya. Lama kami main hanya berempat, mereka datang, ibu panti dan Ilyas serta kedua orang tua yang mengadopsi Ilyas, mereka menghampiri kami dan Ilyas berkata,

“Teman-teman, aku pamit ya, terima kasih atas segala kesenangan dan kebahagiaan yang kalian berikan padaku, aku takkan pernah melupakannya, aku akan kangen selalu dengan kalian, karena kalian adalah saudara ku sedari kecil, kalian lah yang selalu ada di sisiku selama 12 tahun ini”. Pamit Ilyas dengan nada lirih dan tangis sendu yang keluar dari hatinya.

Tanpa ada pembicaraan lain, kami berempat langsung memeluk Ilyas dengan eratnya dan diselingi oleh tangisan yang menguasai pelukan tersebut. “ Kami tidak akan pernah melupakanmu Yas”. Seru kami sesaat kami melepaskan pelukan di tubuhnya. Dan ia pergi dengan kedua orang tua adopsinya, ia terlihat masih menangis dan kami juga masih menangis lirih akibat kepergiannya. Yap, satu persatu dari kami memang harus seperti itu, pergi meninggalkan dan menjemput kehidupan dengan orang lain demi kebahagiaan dan kemajuan kami sendiri.

1 tahun berselang setelah Ilyas pergi, pagi itu hujan deras melanda panti kami. Untungnya, tidak ada bocor yang melanda panti kami kembali karena sudah ada donatur tetap yang memberikan sumbangannya kepada pembangunan infrastruktur panti kami, jadi kami bisa hidup dan tinggal tenang disaat hujan mendera. Kami sedang bermain petak umpet saat itu, untuk mengisi kekosongan waktu luang kami. Aku mendapatkan giliran untuk mencari yang ngumpet. Aku memejamkan mataku sembari menghitung sampai 30 sedangkan mereka mencari tempat untuk bersembunyi. Hitunganku sudah sampai 30 dan aku membuka mata. Kucari-cari mereka yang bersembunyi, kucari ke dapur, tidak ada, kucari ke taman belakang, tidak ada, dan kucari ke toilet pun , mereka tidak ada. Semakin cepat aku berlari untuk mencari mereka, disaat aku berlari ke pintu depan panti asuhan, petugas panti memanggilku, “ Sini sebentar nak, kami ingin berbicara dengan mu”. Mau tidak mau tugasku sebagai penjaga permainan aku lupakan sejenak dan ikut dengan petugas itu ke ruang konseling anak yang berada di samping ruang administrasi dan pendataan anak. Saat aku masuk, mereka ada disana dengan kedua orang tua yang kembali ingin mengadopsi kami. Kami dijejerkan berempat, aku di ujung kiri, maman di sebelah kananku, Suti di sebelah kiri ku dan Mala di sebelah kiri Suti. Kedua orang tua itu memilih dengan wajah bingung dan bimbangnya. Mereka bolak-balik kekiri dan kekanan, untuk memilih kami. “ Seperti barang yang diperjualbelikan diriku ini”. aku berkata dalam hati dengan wajah yang ceria yang dipaksakan, karena sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku disuruh oleh petugas panti untuk memasang wajah ceria agar terlihat lebih bahagia. Lama mereka memilih dan berunding, akhirnya mereka memilih Mala. Mala anak yang sangat baik dan santun dalam omongannya, ia cenderung pendiam memang, tetapi Mala sangatlah cantik dan juga menurutku ia sedikit pintar. Mungkin itu daya tarik dirinya sehingga ia terpilih. Tetapi tetap, setiap hal seperti ini pasti tangis haru meledak dibarengi dengan peluk erat yang seolah-olah tidak mau lepas seperti siang dan malam. Sudah menjadi hukum alam kita seperti ini, siklus kehidupan kita seperti ini, tiada daya dan upaya kita dalam mendobrak sistem seperti ini. Mala pergi berjalan ke parkiran mobil dan kami mengiringinya sampai sana, dan ia masih sempat untuk tersenyum pada kami, dan kami pun tersenyum padanya pula. Hujan pada saat itu sudah reda dan menghasilkan pelangi yang terhampar di langit di atas panti kami.

Setahun berselang, yang dimana menjadi hari ulang tahunku, yang ke 13, Suti ternyata membuat suatu pesta kecil-kecilan. Malam itu terasa indah bagiku, karena malam itu menjadi perayaan pertama bagiku. Sudah 13 tahun, ulang tahunku tidak dirayakan seperti ini. Dan sahabatku yang masih tersisa, Suti. Ia menemaniku selama perayaan kecil-kecilan. Ia memang anak yang selalu ingat akan sesuatu yang menyangkut dengan pribadi seseorang, ia juga sangat care terhadap kami bertiga, ia sosok yang aku bilang sebagai “ibu muda”, karena ia adalah tempat dimana kami bertiga pada masa lalu bisa bercengkrama secara dewasa dengannya. Ia tidak lebih cantik dari Mala, tetapi dengan kedewasaaannya, kecantikan Mala seolah-oleh lenyap olehnya.Dan ternyata, aku dibuatkan sepotong kue kecil, lebih tepatnya brownies cokelat yang diatasnya ada hiasan sebuah lilin kecil. Walaupun kuenya kecil, tetapi kebahagiaan yang aku rasakan tidak sekecil kue ini. Ternyata, Suti sudah mempersiapkan kado untukku, entah uang darimana sehingga ia bisa membeli kado, tetapi itu membuatku sangat senang bukan kepalang dibuatnya. Ia pergi ke kamar untuk mengambil kado untukku, dan ia memberikan kado itu kepadaku. Tidak besar memang ukurannya, sekali lagi, aku tidak melihatnya dari ukuran atau dari harganya. Aku hanya melihat bagaimana ini dihasilkan dari suatu rasa yang tulus dan ikhlas antar sesama manusia yang dibalut dengan kasih sayang dan rasa cinta. Dengan cepatnya, aku membuka kado tersebut, tetapi saat aku sedang membuka kado tersebut, Suti dipanggil oleh ibu panti yang sedari tadi meninggalkan kami berdua dari perayaan ulang tahunku. Aku mengetahui, itulah pertanda bahwa ia akan pergi dari panti ini.

Suti berjalan ke ruangan administrasi dan pendataan anak. Dan aku mengikutinya dari belakang karena ia menyuruhku untuk menemaninya. Aku tunggu ia di luar ruangan, dan selang beberapa menit, ia merangkulku dengan begitu eratnya dan ledakan tangisan yang keras menohok diriku.

“ Maafkan aku ya, aku harus meninggalkanmu, seperti yang sering kamu bilang, inilah kehidupan kita, inilah sistem kehidupan kita, kiat tiada daya mendobraknya. Di hari ulang tahunmu, aku harus meninggalkanmu. Disaat seharusnya kamu bahagia, sebaliknya kamu bersedih karena kamu aku tinggalkan. Sekali lagi, maafkan aku ya, bukan maksudku seperti ini”. tangisannya semakin menjadi jadi sampai-sampai air matanya membasahi pundak kiriku.
“ Ya, tidak apa kok, aku sudah mengerti dan ini juga bukan maksudmu. Kamu tidak perlu meminta maaf, karena diantara kita tidak ada yang salah. Kamu juga sudah memberikan kado untukku, dan kado itu sangatlah berarti untukku. Aku sudah senang kok dengan itu, kamu tidak perlu khawatir terhadapku. Aku sudah sangat bahagia, rasa bahagiaku melenyapkan rasa sedihku, sekali lagi aku harus berterima kasih kepadamu, karena kamu sudah menyiapkan kado ulang tahun untukku”. Dengan nada bijak dan tangis yang aku tahan aku peluk ia dan kucium keningnya sebagai seorang sahabat. Aku iringi mereka berjalan menuju pintu depan, dan kembali aku dipeluknya dengan begitu eratnya. Dan air mataku tiada ku bisa tahan, aku menangis dan memelukknya dengan erat.
“ Terima kasih ya Suti atas kadonya, aku tak akan pernah melupakannya”. Ucapku dengan senyum yang diselimuti oleh kesedihan.

Aku ditinggal oleh kesendirian dan kesunyian. Tidak ada lagi sahabat ku dan tidak ada lagi tempat untuk mencurahkan segala isi hatiku. Aku tidak punya teman selain mereka, Ilyas, Mala, dan Suti. Mereka adalah sahabat senasib sepenanggungan. Aku sangat nyaman jika bersama mereka dan aku tidak takut akan apapun jika bersama mereka. Dan aku seolah-olah menjadi manusia super jika dengan mereka. Waktu merenggut kebahagiaanku dengan perpisahannya, aku tidak menyalahkan apapun karena itu sudah menjadi takdir dari hidupku, tetapi aku sangat menyesal karena hanya sebentar mengenal mereka, bermain bersama mereka, dan berkumpul dengan mereka. Waktu dengan cepat menciptakan kebahagiaan dan waktu pula dengan cepat merenggut kebahagiaan. Mereka bagaikan stimulus kekuatan untuk diriku dalam beragam aktivitas. Memang, persahabatan tiada mengenal waktu dan keadaan, tiada tergoyahkan oleh keburukkan dan perpisahan. Dan sekarang, aku sendiri, aku hanya bisa mencurahkan segala isi hatiku melalui tulisan. Dalam setahun terakhir, pena, kertas, dan penghapus menjadi suatu alat untuk menghilangkan kesendirian dan kesunyian. Terkadang aku menangis, tertawa, dan teriak saat aku menulis tentang cerita persahabatanku. Dengan tulisan aku bisa mengekspresikan kesedihanku, kegelisahanku, dan kebimbanganku akan suatu hal. Tulisan ku, sekan-akan menjadi suatu wadah dalam aku melewati perpisahan yang aku alami dengan seluruh sahabatku. Aku mengenangnya dengan tulisan ku dan terkenang oleh tulisan ku pula. Habis perpisahan terbitlah kerinduan. Ya, pasti, dan kerinduan, sekali lagi itu hanya bisa kukenang lewat tulisan dan juga impian. Entah sampai berapa lama aku bisa melakukan hal ini, tetapi aku yakin akan sistem kehidupanku, aku akan diadopsi oleh orang tua yang kesepian dan butuh kehangatan dalam keluarga, di waktu yang akan datang.
[/FONT]
Diubah oleh kukang1848 08-01-2017 02:39
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.7K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan