29 Des 2016 | 12:07 WIB
PONTIANAK (Netralitas.com)– Pengamat hukum dan kebijakan publik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Syarif Usmulyadi Aladrie, menilai, lingkungan sekitar sangat mempengaruhi maraknya aksi terorisme dan paham radikalisme di Indonesia. Hal itu dikemukakan Syarif Usmulyadi Alqadrie, Kamis (29/12/2016), menanggapi klaim Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian, sepanjang tahun 2016 ada 33 pelaku teroris yang berhasil ditangkap.

Tito mengatakan, dibandingkan 2015 aksi terorisme di Indonesia meningkat sepanjang 2016. Polisi berhasil mengungkap pelaku sebelum melakukan aksinya, dengan menyita barang bukti, seperti senjata api rakitan dan bom rakitan berdaya ledak tinggi. Sasaran aksi terorisme, mulai dari tempat ibadah, kantor polisi hingga simbol-simbol negara lainnya, seperti Istana Negara yang berarti Keluarga Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi salah satu target aksi kekerasan.

Diungkapkan Syarif, sangat keliru apabila pemberantasan aksi radikalisme dan terorisme, semata-mata tugas TNI dan Polri. Dikatakan Syarif, peran masyarakat menjadi sangat penting di dalam memberikan masukan dan informasi kepada aparat penegak hukum, agar setiap individu yang dicurigai, bisa diamankan untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut.

“Sering terungkap di media massa, pelaku aksi teror tidak dikenal oleh tetangga terdekat. Itu berarti peran pengurun Rukun Tetangga atau RT maupun Rukun Warga atau RW belum maksimal. Karena itu perlu digerakkan peran masyarakat untuk memberantas aksi terorisme, termasuk ujaran kebencian di muka publik harus dihentikan,” kata Syarif.

baca: Teroris Jatiluhur Akan Beraksi Tahun Baru

Penulis : Aju
Editor : Murizal Hamzah (mh@netralitas.com)

sumber: http://www.netralitas.com/nusantara/...an-radikalisme