“Ibu, kenapa ibu selalu memberikan makanan yang sama? Selalu saja ibu memberikan kami wortel, wortel dan wortel. Padahal di luar sana banyak makanan lain,” tanya Han kepada ibunya
“Wortel itu baik untuk kesehatan nak, wortel mengandung vitamin A yang akan membuat mata kita selalu sehat.”
“Oh begitu ya bu,”
“Ibu, habis ini Bun dan Han mau ijin keluar untuk bermain,” pinta Bun
“Iya, tapi habiskan dulu makannya”

“Hei monyet, kenapa kamu memakan pisang?” tanya Han kepada monyet itu.
“E-eh? Karena ini memang makananku kelinci,” jawab monyet yang kemudian memanjat ke pohon untuk mengambil pisang lagi.

“Hei kupu-kupu, apa yang kalian berdua lakukan?”
“Kami sedang makan lah kelinci,” jawab salah satu kupu-kupu di sana.
“Apa semua kupu-kupu juga makan bunga?” tanya Bun yang juga penasaran.
“Bukan bunga lah yang kami makan kelinci, kami hanya mengambil nektarya,” jawab kupu-kupu yang satunya. Kemudian kedua kupu-kupu itu pergi terbang untuk mencari nektar yang lain.

“Bun, kau tahu nektar itu seperti apa?”
“Eng.. ngg.. Enggak Han. Ada apa?”
“Aku bingung saja kenapa tidak ada yang makan wortel seperti keluarga kita. Apa hanya keluarga kita saja ya Bun yang menjadikan wortel sebagai makanan sehari-hari?”
“Entahlah Han, aku juga bingung. Bagaimana kalau sekarang kita ke sungai? Kita Tanya ikan di sana, apakah mereka juga makan wortel seperti kita atau tidak,” ajak Bun

“Ikan, oh ikan. Dimana kau? Keluarlah, ada yang mau ku tanyakan,”

“Ada apa kau memanggilku kelinci?”
“Ikan, aku mau tanya sesuatu. Apa kau makan wortel juga?” tanya Bun kepada ikan tanpa berbasa-basi lagi.
“Oh itu ternyata yang mau kau tanyakan. Tentu saja tidaklah kelinci, aku makan cacing. Mana mau aku makan wortel, haha,” jawab ikan itu sambil tertawa
“Iyakah? Kau tak bercanda? Aku seriuslah ini ikan,” tanya Han untuk memastikan
“Tidaklah, itu serius. Buat apa aku bercanda. Sudahlah kelinci, kalau tidak ada yang mau ditanyakan lagi, aku mau kembali ke dasar,” ucap ikan itu
“Oh yasudah ikan, terimakasih ya,”

“Bun, ayo kita pulang. Ada yang mau ku tanyakan sama ibu,” ajak Han

“Ayah, ibu di mana?”
“Ada di dalam, habis dari mana kalian? Seperti habis dikejar-kejar harimau saja kalian ini, haha”

“Ibu. . . Ibu. . . Ibu. . .”

“Kenapa nak?” tanya ibu kelinci keheranan.
“Ibu, nanti malam Han tidak mau makan wortel lagi,” protes Han
“Kenapa begitu? Wortel itu bergizi nak, juga dapat menjaga mata kita agar tetap sehat.”
“Han bosan ibu, Han mau makan yang lain. Teman-teman Han di luar sana tidak ada yang makan wortel tapi mata mereka sehat-sehat saja buktinya.”
“Temanmu yang mana nak?”
“Ada banyak bu, monyet, kupu-kupu, dan ikan. Mereka semua tidak makan wortel”
“Hahaha, mereka kan memang tidak makan wortel sayang. Kamu ini ada-ada saja, sudah sana ajak saudaramu bersihkan badan, badan kalian pasti kotor selesai bermain. Habis itu kita makan malam.”

“Bun, apa kau suka wortel?” tanya Han berbisik agar tidak terdengar oleh kedua orang tuanya.
“Suka, kenapa?”
“Kau mau makan jatah wortelku tak?”
“Kalau aku makan jatahmu, nanti kau mau makan apa?”
“Halah, itu masalah gampang. Aku bisa cari makan di luar.”
“Nanti ibu marah ke aku karena mengambil jatah makanmu. Aku gak mau ibu marah”
“Tidak apa-apa, nanti aku akan bilang ke ibu kalau aku akan memakannya di luar. Jadi biar aku bungkus dan kau yang makan nanti. Gimana Bun?”
“Bukannya nanti itu malah buat ibu curiga? Enggak ah”
“Tidak akan Bun, ibu tidak akan curiga. Ayolah Bun, kau saudaraku kan? Harusnya kau tidak akan tega melihatku tersiksa dengan wortel-wortel itu,” ucap Han merayu Bun
“Oke, tapi nanti kalau ada apa-apa, kamu sendiri yang tanggung.”
“Deal!” ucap Han dengan senang. Setelah percakapan terakhir dari Han, keduanya tertidur

“Tapi janji harus dimakan ya! Awas kalau ketauan dibuang,” ancam ibu kelinci
“Siap bu, tidak akan Han buang” jawab Han dengan cepat

“Kau yakin Han? Tapi kau sudah janji ke ibu tadi,” tanya Bun untuk meyakinkan
“Yakinlah saudaraku. Lagipula tadi ibu meminta untuk tidak membuangnya. Aku memang tidak memakannya, tapi aku juga tidak membuangnya karena ini kuberikan kepadamu,” ucap Han untuk meyakinkan Bun.

“Kupu-kupu, bagaimana cara kami bisa mendapatkan nektar?” tanya Han
“Hah? Untuk apa kau tanya itu? Kalian tinggal cari saja bunga, untuk nektarnya bisa kalian ambil di dasar perhiasan bunga itu”
“Oh, oke kalau begitu, terimakasih kupu-kupu,” ucap Han yang kemudian pergi mencari bunga tanpa menjawab pertanyaan kupu-kupu mengenai tujuan Han bertanya seperti itu.

“Untuk apa kau memintaku mencarikan cacing? Kau mau memakan cacing? Haha”
“Iya Ikan, beri aku cacing biar aku makan,” pinta Han

“Ini cacing permintaanmu kelinci,” ucap ikan sambil melemparkan cacing itu ke pinggir sungai
“Haaaa? Han kau yakin mau makan ini?” Tanya bun kepada Han
“Tidak.. tidak.. aku geliii Bun, aku gak mau makan cacinngg. . .”
“Hahaha. . . Gitu katanya mau makan cacing,” ledek Ikan
“Hih, aku mana tau kalau cacing itu seperti ini, lagian aku baik, gak mau makan yang bernyawa,” ucap Han sebagai pembelaan
“Hahaha, okelah, kalau sudah tidak ada apa-apa lagi, aku balik ke dasar ya Kelinci”
“Oke ikan, makasih ya,” ucan Han.

“Bun, kau tak mau coba?” tanya Han menawari Bun
“Enggak, aku udah kenyang makan jatah makanmu tadi pagi,” jawab Bun
“Oke, jangan menyesal kalau semua ini ku habiskan ya”

“Lain kali jangan pulang sore nak! Main boleh, ibu gak melarang kalian, tapi kalian juga harus tau waktu. Kalian harus tau kapan waktu makan, waktu tidur siang, waktu mandi. Jangan buat ibu dan ayah cemas menunggu kalian di rumah,” ucap ibu kelinci mengakhiri marahnya.
“Iya ibu, hiks.. kami salah, kami tidak akan mengulanginya lagi, hiks.. “ ucap Han dan Bun ketika memeluk ibunya sambil menangis.

“Han, kamu sakit nak?”
“Han merasa mual bu, perut Han sakit,” jawab Han dengan suara yang parau
“Mulai kapan sakitnya?”
“Tadi waktu Han bangun tidur,”
“Han habis makan apa? Han gak makan apa-apa kan selain makanan pemberian ibu?”

“Pertanyaan ibu gak dijawab?” tanya ibu kelinci

“Ya sudah kalau tidak ingin menjawab pertanyaan ibu. Ibu tidak mau memaksa, padahal ibu maunya anak-anak ibu bisa jujur ke ibu,” ucap ibu dengan raut muka yang dibuat kecewa.

“Ibu, jadi begini. . .” ucap Han terhenti sebentar dengan tatapan ke bawah karena bingung untuk tetap melanjutkan perkataannya atau tidak.
“Iya nak?”
“Kemaren Han habis makan buah dan sayur yang Han cari bersama Bun di hutan. Sebenarnya kemaren Han pulang sore sebab ketiduran di hutan karena kelelahan setelah mencari dan memakan semua makanan di sana. Dan untuk wortelnya. . . ngg. . . untuk wortelnya tidak Han makan. Han berikan kepada Bun karena Han merasa bosan, maaf ibu. Ibu boleh marah sama Han lagi,” jelas Han melanjutkan dengan suara pelan, suara yang menandakan begitu menyesalnya dia.

“Benar Bun apa yang dikatakan Han?” tanya ibu kelinci kepada Han
“Iyaa ibuu,”
“Ibu jangan marahin Bun, ibu marahin Han saja. Bun tidak salah, Han yang memaksa dia untuk mau makan wortel Han dan menemani Han mencari makanan. Jadi ibu marahnya sama Han saja,” ucap Han untuk melakukan pembelaan kepada saudaranya.
“Sudah-sudah, ibu sebenarnya mau marah ke kalian berdua. Semuanya salah, Han salah, Bun juga salah karena mau-mau saja ikut Han. Tapi ibu senang karena anak-anak ibu mau jujur kepada ibu. Cuma ibu minta jangan diulangi lagi ya! Makanan di luar belum tentu sehat buat kalian.”
“Iya ibu,” Han dan Bun menjawab bersamaan.