- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sosoknya tinggi melebihi Pohon Kelapa# Longga


TS
cali.ari
Sosoknya tinggi melebihi Pohon Kelapa# Longga
Sosoknya tinggi melibihi pohon kelapa, terbang tanpa sayap, dan melayang tak menyentu tanah#Longga,Poppodan Parakang
#1997, iya, tahun tersebut sangat berkesan bagiku, usiaku pada waktu itu sekitar 6 tahun dan masih bersekolah di taman kanak-kanak yang ada di kotaku, salah satu kota yang berjarak sekitar empat 4 jam dari ibu kota propinsi Sulawesi selatan.
Malam menunjukkan pukul tujuh tiga puluh kami; Aku, Arman, Dede, Kiki, Jumi, Pendi dan kemungkinan masih ada teman lain tetapi sekarang saya sudah lupa, hehe. seingat saya kelima orang tersebut hadir pada malam itu, iya malam seperti biasanya kami keluar untuk bermain sebelum tidur, meskipun daerah yang kami tinggali adalah kota Dati 2, akan tetapi masih banyak wilayahnya yang jauh dari keramaian, iya tempat tersebut termasuk daerahku, kami memang Cuma punya hiburan yang sangat terbatas pada waktu itu, tak Ada Internet, Ps4, Instagram,Fazebuk, Peth, Lain, Bbm dan sebagainya, haha, yaiyalah.
#
kebersamaan sangat terasa bagi kami, kebersamaan yang sekrang sudah hilang Karena sudah mempunyai kesibukan masing-masing entah dimana mereka semua aku kurang tahu!, Karena memang sudah lama aku meninggalkan kota tersebut kemudian tinggal di perantauan.
Kembali ke malam pada tahun 1997, malam dimana kami bermain seperti malam-malam sebelumnya, Mallebba kacubbu permainan bersembunyi yang mirip dengan petak umpet, permainanan ini dimulai dengan memilih siapa yang menjadi petugas jaga, iya “petugas jaga yang kami sebut pallellung, metode pemilihan pallellung dilakukan dengan hom pim pa , iya dengan hom pim pa kami semua dapat dengan mudah untuk memilih siapa yang akan menjadi pallellung, tiga kali hom pim pa, akhirnya terpilih Kiki sebagai Pallellung, Kiki salah seorang perempuan yang ikut bermain pada malam itu dengan kami, iya Kiki, dia juga merupakan salah satu tetangga kami, rumahnya tepat depan jalan pinggir ledeng/aliran air irigasi, irigasi yang di sebelahnya menjadi tempat kami bermain pada malam itu, tepat di depan rumah Kiki terdapat pohon mangga yang menjulang tinggi dan lebat, di samping pohon mangga rumah Kiki terdapat rumah nenek yang dulu menjadi rumah keduaku, tempat dimana menghabiskan masa taman kanak-kanak hingga kelas 2 sekolah dasar, disamping belakang sebelah kanan rumah nenek terdapat pohon Aju Jawa pohon yang lebih besar dari mangga serta lebih lebat hingga hampir menutupi atap rumah nenek, pohon Aju Jawa berarti Aju Jawa; Aju= Kayu dan Jawa= Jawa, iya artinya kayu jawa, Karena mungkin kayu ini dulu dibawa oleh orang jawa, haha, tak taulah.
#
Takut ceritanya melebar, kembali kepermainan Malleba Kacubbu, saat kiki mengambil tempat pos jaga Pallellung, yaitu tiang listrik tempat iya menyilangkan kedua lengannya dan menutup mata sambil menghitung yang biasanya sampai bilangan kesepuluh.
Sebelum hitungan Kiki sampai pada bilangan kesepuluh kami harus mendapatkan tempat bersembunyi, tapi kami rasa itu cukup mudah!, Karena baru pada hitungan kelima sebagian dari kami telah hilang dalam gelapnya malam, tapi tidak denganku, aku masih kebingungan untuk mencari tempat bersembunyi, mau keutara, ketimur, barat maupun selatan, entahlah aku sangat bingung!, hitungan Kiki sudah ketujuh. Arah selatan pun menjadi tujuanku, melewati samping rumah nenek meski aku tahu ada lorong yang cukup lebar di sampingnya, tetapi Karena takut ketahuan berlari, akupun memilih jalur tersebut, jalur yang penuh dengan sayur kangkung. iya,kangkung yang biasa dijadikan lauk makan, hamparan kangkung tersebut mungkin merasa kesakitan Karena injakan kakiku yang masih kecil, akupun terus berlari hingga mencapai pagar yang terbuat dari besi atau kami menyebutnya Palla Bessi, seperti pencuri saja aku dengan mudah melewatinya dengan tubuhku yang kecil, setelah melewati Palla Bessi akupun sampai pada rumah panggung tiga petak, yang dibawahnya terdapat berbagai macam alat perbaikan mobil, tak hanya alat, mobil yang sudah dipreteli juga ada, kalau tidak salah ada dua buah, rumah panggung tersebut memiliki pohon Kaluku iya kaluku biasa juga di sebut kelapa yang tinggi hampir setinggi pohon Aju Jawa dirumah nenek.
Iya memang rata-rata daerah kami memiliki pohon kelapa, Karena mungkin pohon kelapa sangat bermanfaat menurut kami, hampir setiap bagian kelapa berguna bagi kehidupan warga di daerah kami, pada waktu itu, Dari buah, daun, sari, batang, bahkan uratnya pun dapat bermanfaat, selain itu pohon kelapa juga dijadikan lambang untuk umur yang pangjang, biasanya ari-ari kami ketika lahir dikubur dalam tanah berdampingan dengan tunas kelapa, mungkin agr maksudnya dapat tumbuh seperti kelapa dan memberikan banyak manfaat bagi orang lain di sekitar, cukup masuk akal menurutku.
#
Maaf melebar lagi,heh. balik ke tempat saya bersembunyi, dalam kegelapan malam itu mataku masih dapat melihat siluet Bola-bola. Bola-Bola= bale-bale yang terbuat dari bamboo dapt digunakan tiduran, maupun untuk duduk bersantai ketika siang hari, yang berada tepat disamping pintu mobil yang terlepas dari bodinya, akupun bersembunyi dibawahnya, cukup bagi tubuh kecilku untuk masuk, tanyaku dalam hati; “Lettuni kapang bilangenna Kiki ro” atau dalam Bahasa kalian Mungkin Kiki sudah selesai menghitung, dan sedang mencari kami semua yang bersembunyi.
#
Beberapa saat setelah masuk kedalam kolong bale-bale, kaki bagian kiriku terasa hangat sehangat selimut, dengan acuhnya akupun tidak menghiraukan hal tersebut, lama kelamaan semakin terasa hangat hingga kaki bagian kananku pun merasakannya, aku tak berani menegok kebelakang, perasaan anehpun muncul dalam diriku, apa ini? Tanyaku dalam hati, yang berdebar keras diiringi degup jangtung yang lebih cepat dari biasanya, aku terdiam cukup lama, begitu pula dengan kehangatan yang kurasa masih tetap menyelimuti kedua kakiku kiri dan kanan, untuk bergerak sedikitpun aku tak mau, “lebih baik aku tetap disini”, kataku dalam hati, menitpun berlalu aku tak sadar hal itu, dari kejauhan terdengar beberapa suara yang memanggil namaku, sepertinya aku kenal suara-suara tersebut dan tak asing bagiku, tak tahu siapa saja yang memanggil Karena terhalang beberapa perangkat kendaraan serta rangka mobil, sesekali suara tersebut tedengar begitu dekat hingga aku ingin menjawabnya, tapi dalam kondisi seperti ini, mulutku seperti terkunci dan tak bisa berucap, mungkin Karena dalam ketakutan atau apa, aku tidak tahu!., beberapa kali suara panggilan tersebut terdengar sangat dekat dan kemudian terdengar kecil seperti menjauh dari lokasiku, menitpun berganti jam, aku masih tak ingin bergerak, tapi degup jangtungku mulai stabil tidak seperti awal masuk kedalam kolong bale-bale, meskipun begitu rasa hangat dikedua kakiku masih sangat terasa, dengan penasaran aku memberanikan diri untuk menegok kebelakang dan mencoba menerka apa yang ada pada kaki, apa yang begitu kuat untuk membungkam mulutku, yang begitu terasa besar hingga membuat jantungku berdegup kencang, Karena terlalu lama memejamkan mata, pada saat tengokan pertama aku masih belum melihat ada sesuatu, tapi rasa hangat di kedua kaki masih terasa, kembali aku membalikkan kepalaku dan tak menegok kebelakang lagi, hingga akhirnya sayup-sayup terdengar suara mirip seperti bayi, tapi sangat kecil dan tidak jelas. Dibarengi dengan suara gesekan tanah, seperti tikus memakan sesuatu.
#
Pikirku dalam hati suara apa ini,! Selang hampir satu menit suara itu kembali muncul, iya muncul kembali terdengar lebih keras sedikit dari sebelumnya, tapi aku masih tidak tahu apa itu, tak sadar tangangku yang kotorpun kugunakan untuk menutup kedua telingaku. Tubuhku masih dalam kekakuan dan tak bisa bergerak, babarapa lama kemudian kembali aku mememberanikan diri untuk menengok kebagian belakang, bagitu takutnya aku hingga celana yang aku gunakan pada waktu itu terasa basah Karena tak kuat menahan-pipis, dengan celana kebasahan sambil tetap menegok kebelakang dengan samar terlihat adanya gerakan, tapi aku belum tahu apa itu, garakan sekilas tersebut kembali membuat jangtungku, berdegup kencang seperti kontak pertama saya dengan sesuatu yang berada di belakang, membuatku teringat dengan cerita-cerita rakyat kami tentang Parakang, menurut cerita yang ada di daerah kami adalah sejenis Hantu, dalam khayalanku pada waktu itu Parakang memiliki sosok yang lebih besar dari manusia biasa, memiliki tinggi sekitas 3 meter, wajah yang tak Nampak alias tertutup kain yang terluntai dari atas kepalanya, kakinya tak dapat terlihat bagaikan melayang diatas tanah, dan mengenakan baju putih mirip kuntilanak, Parakang dikenal suka menghisap darah seperti vampire atau drakula, suka menyembunyikan anak-anak dalam tempat persembunyiannya dan selalu hadir di dekat orang yang sakaratul maut.
Dalam keadaan terpejam dan merasa ketakutan di benakku terus berpikir “ini Parakang” , kedua kata tersebut babarapa kali kuulangi, hingga terlintas di benakku untuk membaca ayat suci yang saya hapal pada waktu itu, al fatiha, tak ingat lagi aku mengulangya beberapa kali, Karena Cuma itu yang kuketahui pada usia tersebut, aku masih kaku dalam diam, kemudian kembali hal aneh pun terjadi, suara dentuman keras, terdengar dari arah utara. Iya! tepat arah jam 11 dari posisiku berbaring tengkurap, aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya kembali membaca ayat yang hafalan dalam hati, hampir semenit kemudian aku berpikir bahwa itu suara kelapa yang sudah tua terjatuh, menghempas ke tanah, dan terdengar begitu keras.
#
Dibenakku tak hanya Parakang, Longga yang juga sejenis hantu menjadi momok dalam imajinasiku tentang sosok yang dibelakang, Longga adalah sosok yang tinggi, setinggi pohon kelapa yang tubuhnya terbuat dari bamboo yang berwarna kuning kecoklatan, dengan retakan di setiap persimpangan tulangnya, Longga memiliki lengan yang pangjang hingga jemarinya mampu menggapai tanah walau dalam keadaan berdiri tegap, dalam benakku sambal terpejam aku membayangkan jari jemari Longga yang mengeggam kakiku hingga lama kelamaan terasa seperti mati rasa, aku membayangkan wajahnya menatap kebawah sedang menyaksikanku dalam katakutan, iya! Menurutku Longga dapat melihat tembus pandang melewati atap rumah panggung dimana aku bersembunyi, melihat tembus di bawah bale-bale di mana aku menggunakan lengan kotorku untuk menutup mata, aduh! Badanku rasanya sangat dingin hanya kakiku saja yang hangat, Longga tidak seseram Parakang yang dapat menghisap darah, dia lebih memilih untuk menculik anak-anak kecil dan menyembunyikannya diatas pohon yang tinggi, seperti Pohon mangga depan rumah Kiki, pohon Aju Jawa samping rumah nenek dan pohon kelapa dirumah ini. Longga hanya sebatas menculik dan suatu waktu dapat mengembalikan korbannya, masih memikirkan Longga dalam benakku akan membawaku keatas pohon dan menutup mulutku hingga tak ada yang mampu melihat dan mendengar teriakanku, aku bisa saja berhari-hari ditawannya, tanpa sepengetahuan keluargaku,
#
Jemariku yang kotor masih menutupi telinga, kemudian terdengar lagi suara-suara yang memanggil namaku, suaranya kian lama, makin mendekat dan aku masih tak ingin berucap, takut kalau-kalau “Longga” menarik kakiku dan membawaku keatas pohon, Kemudian menawanku berhari hari. Beberap detik berlalu suara yang tadinya terdengar besar kini semakin kecil hingga menghilang mengarah ke selatan,
Sudah terlalau lama rasanya berada dibawah sini, hingga aku merasakan tanah dibawahku meresap sampai ketulang menembus dagingku yang tipis, aku tak bisa lagi bertahan, rasanya sudah berjam-jam dibawah sini, hingga suara yang muncul tepat dibelakangku, suara yang membuat dengup jangtungku terasa lebih baik, dan tubuhku mengabaikan dinginnya tanah, suara yang terdengar merdu seperti dewa penolong malamku, suara tersebut saya kenal yaitu suara anak angjing yang mungkin baru berumur beberap hari, sesaat setelah mendengar suara tersebut keberaniangku untuk menengok kebelakan semakin besar, iya, menegok kebelakang dan memaksa mata kecilku untuk melihat sesuatu yang selama ini menghangatkan kedua kakiku,
#
Iya betul, saja yang ada dipikiranku, suara yang baru saja terdengar adalah memang anak anjing dan induknya yang sedang terlelap tidur, kakiku yang kecil sedikit bersentuhan dengan bulu mereka yang hangat dan masih halus, juga kehadiranku disini sedikit menggangu ketenangan mereka yang sedang beristirahat, meski telah mengetahui kejelasan bahwa bukan Parakang ataupun Longga yang menjadikan kedua kakiku hangat, tapi ketakutanku masih ada, aku masih takut untuk bergerak meninggalkan tempat tersebut, iya. Karena pikirku anjing yang sedang beranak/menyusui sangat sensitive terhadap gangguan mahluk lain, tapi setidaknya ketakutanku kini berubah ke anjing, iya, sekarang aku berpikir untuk keluar dari bawah bale-bale,
#
Memerlukan waktu hanya semenit untuk menenangka pikiran dan mencoba sedikit-demi sedikit menarik kakiku dari sentuhan induk anjing tersebut, semoga saja tidak membangunkannya, iya, kakiku sudah terlepas darinya aku tidak merasakan kehangatannya lagi, tinggal memilih jalan untuk keluar dari sini, mengingat di samping kiri ada pintu mobil yang menghalangi, akupun mencoba keluar melalui bagian depan sebelah kanan bale-bale, dan akhirnya aku dapat keluar tanpa membangunkan induk angjing, kemudian mempercepat langkah menuju pintu keluar rumah tersebut melewati dua rangka mobil, hingga menggapai lorong, dan bertiriak memanggil Ibuku, “Mak” iya aku memanggilnya Karena suara yang dari tadi memanggilku mirip dengan suaranya, dan ternya benar Ibuku dan Ibu Arman sedang berkeliling disekitar tempat tinggal kami dan berteriak memanggil namaku, dari lorong aku berlari ke selatan menghampiri Ibuku, dan memeluknya, beliau berkata “Tenroko pole, nak!?To silladde sappako” atau dalam Bahasa Indonesia “ kamu darimana, Nak? Kami setengah mati mencarimu. Kalimat tersebut sampai sekarang belum saya jawab, seingatku, setelah itu aku diberi segelas air minum, tanpa ragu akupun langsung menghabiskannya, rasanya memang sangat haus dan lapar, aku tak sempat lagi bertemu dengan teman-temanku, terlalu Lelah dan saya sangat ngantuk serta kehabisan energi, aku lansung masuk ke rumah hanya mencuci kaki, tanganku yang penuh tanah serta mengganti baju, kemudian tidur, dan berharap besok pagi dapat melupakan segalanya.
##
Tak ingat berapa lama setelah kejadian malam tersebut, ternyata cerita yang berkembang di tetangga dan teman temanku, bahwa aku telah dibawa oleh Sosok Poppo, Poppodapat terbang tapi tidak memiliki sayap, badannya kurus dan pangjang hampir seperti Parakang , hidungnya pangjang dan mempunyai kulit hitam berteksstur seperti kadal serta memiliki jubah putih kusam. Katanya aku dibawah ke alam antah berantah dimana merupakan tempat yang asing bagiku dan di sana merupakan tempat semua korban tawanan Poppo berada.
[CENTER]#
by. Cali.150591
Spoiler for Indeks:
Diubah oleh cali.ari 23-12-2016 16:13


anasabila memberi reputasi
1
3.8K
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan