Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Kaskus SportAvatar border
TS
Kaskus Sport
Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah
Seisi Stadion Luigi Ferraris mungkin tak berharap muluk-muluk kala pemuncak liga Juventus datang sekitar satu bulan yang lalu. Sang tuan rumah Genoa tengah kehilangan bomber utama mereka, Leonardo Pavoletti, yang telah mencetak tiga gol musim ini akibat cedera. Pelatih Ivan Juric memilih menurunkan Giovanni Simeone sebagai penyerang utama, diapit Lucas Ocampos dan Luca Rigoni.

Dan tak ada pula suporter I Rossoblu yang mengira bahwa pada menit ketiga, Simeone membuka keunggulan klub asal Liguria itu dengan penyelesaian sempurna dari jarak dekat, tak dapat dihalau kiper Gianluigi Buffon. Itu gol pertamanya dalam enam pertandingan terakhir, dan gol ketiganya di liga musim ini.

Sepuluh menit kemudian, seisi stadion kembali menahan nafas saat Simeone menggandakan keunggulan atas sang juara bertahan lewat sundulan mautnya. Ini kali pertama Genoa mencetak lebih dari satu gol ke gawang I Bianconeri sejak Oktober 2011, kala mereka menahan imbang pasukan asuhan Antonio Conte itu di Turin.

Enam belas menit berselang, Juventus justru kebobolan akibat kecerobohan salah satu palangnya, Alex Sandro, memperparah taburan garam ke atas luka kekalahan yang pada akhirnya tetap saja tak dapat diredam gol Miralem Pjanic delapan menit jelang peluit akhir. Sang raksasa pulang dari Luigi Ferraris dengan kepala tertunduk, sedikit banyak akibat seorang pemuda bernama belakang Simeone.

Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah


Giovanni Simeone Baldini dilahirkan di Madrid, dua puluh satu tahun silam. Saat itu, ayahnya Diego baru saja menyelesaikan musim pertamanya bersama klub ibu kota Atletico Madrid. Setelah sebelumnya menghabiskan dua musim bersama Sevilla. Dua bulan jelang ulang tahun pertamanya, ayahnya membawa pulang dua medali juara: Primera Division, dimana Atletico menumpaskan tempelan ketat Valencia dan Barcelona di laga-laga akhir; dan Copa del Rey, mengalahkan Barcelona di partai puncak di La Romareda.

Keluarga Simeone hijrah ke Italia, mengikuti karir sang bapak yang bersinar bersama Inter Milan dan Lazio. Enam tahun di sana, Diego pulang kampung ke Vicente Calderon, namun hanya dua musim saja sebelum menuntaskan karir sepak bolanya yang gemerlap bersama Racing Club de Avellaneda di kasta tertinggi Argentina pada musim panas 2006. Dalam kalimat Giovvanni: “ia hidup bersama sepak bola setiap harinya, dari lapangan sampai meja makan.”

Pada masa yang sama, Giovanni mulai bergelimang dengan lapangan hijau. Ia pertama bergabung bersama tim muda River Plate, tempat ayahnya melatih. “Sejak saya masih kecil, situasinya tidak begitu mudah: semua orang berpikir bahwa saya bermain sepak bola hanya karena saya adalah putra Simeone. Padahal tidak begitu,” ujarnya dalam satu wawancara. Diego memang diangkat sebagai pelatih kepala Los Millionarios pada musim dingin 2007, menggantikan bos legendaris Daniel Passarella.

Menggocek bola sambil dibayang-bayangi ayah sendiri yang punya nama di lapangan bola tentu saja merupakan dilema yang tak asing lagi bagi para pemain muda. Bila tersilap langkah, publik akan segera membanding-bandingkan mereka dengan kehebatan ayah mereka. Tak kurang dari Jordi Cruyff, putera legenda Belanda Johan Cruyff, atau Darren Ferguson, pewaris nama belakang Sir Alex Ferguson, yang terhitung tak dapat melepaskan diri dari bayang-bayang seperit.

Namun Giovanni beruntung. Ayahnya meninggalkan Argentina setelah kekalahan River di perempatfinal Copa Sudamericana pada bulan November 2008 dari Chivas Guadalajara, kurang sebelas bulan dari pengangkatannya. “Saya hanyalah seorang pemuda biasa yang ingin bermain sepak bola, berlatih dan masuk tim utama,” tegas Giovanni. “Anda tak bisa membandingkan kami. Saya Giovanni, dan dia ayah saya.”

Pada akhirnya Giovanni memang berlatih dan masuk tim utama River tiga tahun kemudian, menandatangani kontrak profesional pertamanya pada November 2011. Debutnya di liga berakhir dengan kekalahan tandang dari Gimnasia La Plata pada Agustus 2013. Setahun kemudian, manajemen River meminjamkannya ke Banfield, tempatnya mencetak dua belas gol dari 34 penampilan dan mulai menuai lirikan dari klub-klub Eropa.

Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah

Ada cerita menarik saat Giovanni akhirnya hijrah ke Benua Biru pada musim panas tahun ini, dan barangkali dapat pula menggambarkan bagaimana hubungan ayah dan anak Simeone ini.

“Saya ingin meminta nasihat dari ayah saya, tapi ia sedang dalam perjalanan ke Australia dan saya tak dapat menghubunginya. Pada akhirnya, saya justru berbicara dengan bibi saya, dan ia berkata saya harus mengambil keputusan dengan cepat,” cerita Giovanni. Tanpa mengontak ayahnya, sang penyerang muda memutuskan menerima tawaran Enrico Preziosi untuk bergabung dengan Il Grifone pada akhir Agustus dengan biaya transfer 3 juta euro.

Simeone senior sendiri nyatanya tak begitu mengambil pusing karir anaknya. “Saya tak pernah menunjukkan apa yang harus ia lakukan secara spesifik,” ujar jenderal lapangan tengah tim nasional Argentina era 1990an ini. “Kami sering berbicara lewat telepon. Tapi kami berbicara tentang kehidupan, yang saya rasa lebih penting.”

Dalam wawancara terpisah untuk Gazzetta dello Sport, Diego menyatakan kegembiraannya soal keputusan Giovanni. “Dia bisa belajar dan berkembang di sana. Memang tak mudah, tapi saya pikir dia punya kapasitas yang diperlukan.” Pada konferensi pers pertamanya bersama Genoa, sang junior mengamini pernyataan itu. “Sulit beradaptasi dengan sepak bola Italia. Kecepatan dan tekniknya berbeda, tak hanya di pertandingan tapi juga saat latihan.”

Secara teknis, dua Simeone ini jelas berbeda. Diego merupakan gelandang serang bertenaga yang dapat memenangkan duel udara dan tekel keras sama baiknya, tipikal penghuni lini tengah klasik yang ia gambarkan sebagai “menjepit pisau di sela-sela gigi.” Giovanni, di sisi lain, adalah seorang penyerang tengah murni, No. 9 klasik, yang mengingatkan mantan pelatihnya di Banfield akan Patrick Vieira muda.

Tetap saja, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Giovanni mengantar Argentina menjadi kampiun Kejuaraan Sepak Bola Muda Amerika Selatan 2015 dan mengepak pulang titel pencetak gol terbanyak dengan 9 gol. Mantan bek Milan Alessandro Costacurta, yang menghabiskan puluhan menit berjibaku melawan ayahnya di Serie A, dapat merasakan karakter keras El Cholo membekas pada puteranya. “Dari karakternya, saya dapat melihat Giovanni adalah putera Diego,” ujar Costacurta.

Dan dua gol ke gawang Juventus itu hanyalah satu bentuk afirmasi lain atas perbandingan dua pria itu. “Sebelum setiap pertandingan, saya berbicara dengan ayah saya, walaupun tak selalu tentang sepak bola,” aku Giovanni. Ia masih tetap menegaskan bahwa ia ingin menjadi seorang pria dewasa, seorang Giovanni Simeone yang bebas dari bayang-bayang siapapun. "Saya hanyalah Giovanni, seorang pemuda yang ingin berkembang dan bertambah baik.”

Tapi tak dapat pula ia menampik pengaruh seorang Simeone lain masih kuat membayang bersama tiap langkah kaki dan sepakan kerasnya. “Ia memang mengatakan bahwa saya akan mencetak gol ke gawang Juventus. Saya telah memenuhi keinginannya. Hari ini adalah hari terbaik dalam karir saya.”

Ia berhenti sejenak.

“Paling tidak, sejauh ini.”

Supported by:
Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah

Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang AyahGiovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah

Giovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang AyahGiovanni Simeone Mulai Tapaki Jejak Sang Ayah
www.kaskus.co.id
0
1.5K
3
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan