- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gerak Senyap Densus 88 Antiteror


TS
lisbapang77
Gerak Senyap Densus 88 Antiteror
http://nasional.kompas.com/read/2016...s.88.antiteror
Kamis, 22 Desember 2016 | 15:41 WIB
"Ngopi dulu, Bro, biar enggak ngantuk. Dari semalam kita stand by," kata salah seorang anggota tim intelijen Datasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditemui Kompas di lokasi penangkapan empat terduga teroris di Kampung Curug, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (21/12).
Belasan cangkir berisi endapan ampas kopi bubuk tergeletak di depan rumah M Lukman, Ketua RT 001 Kampung Curug. Di rumah itu, sejumlah anggota tim intelijen Densus 88 memantau operasi penangkapan hingga evakuasi jenazah tiga terduga teroris, yaitu Omen, Helmi, dan Irwan, yang tewas di sebuah rumah kontrakan di kampung itu.
Tidak seperti tim operasi Densus 88 yang dilengkapi senjata lengkap, pakaian hitam, penutup hidung dan mata, serta helm, penampilan tim intelijen "tidak menakutkan". Mereka mengenakan kaus, celana jins, dan sepatu olahraga atau sneaker.
Tim intelijen itu juga memiliki penampilan beragam, mulai dari gaya urakan dengan jins sobek-sobek, hingga berjas dan berdasi seperti pengusaha muda.
Dedi (35), warga Kampung Curug yang menyaksikan operasi penangkapan, mengatakan, "Kemarin ada tiga orang yang duduk-duduk di depan rumah. Gayanya kayak anak punk, baru tadi pagi saya tahu ternyata mereka polisi" ujarnya.
Gaya seperti itu dilakukan untuk operasi pemantauan sel jaringan teroris agar tidak dicurigai dan dapat membaur dengan masyarakat.
Operasi intelijen untuk menangkap empat terduga teroris di Tangerang Selatan, misalnya, dilakukan sejak satu pekan lalu. Ketika terduga teroris itu memantau target aksi teror, yaitu pos polisi di Tangerang Selatan, tim Densus 88 Antiteror juga memantau mereka.
Operasi pemantauan yang dilakukan bukan hal mudah. Selain memakan waktu berhari-hari, mereka juga perlu memahami pergerakan mereka. Apalagi jika terduga teroris itu berupaya mengecoh mereka. Ini dialami salah satu anggota Tim Densus 88 yang memantau pergerakan empat terduga teroris di Kampung Curug. Terduga teroris itu berupaya mengecoh dengan terus berganti ojek hingga tiga kali meski durasi perjalanan menuju lokasi target hanya 10 menit.
Khusus untuk operasi dalam 20 hari terakhir, tim korps berlambang burung hantu itu bekerja sama dengan anggota kepolisian resor dan kepolisian daerah untuk menangkap sel jaringan teroris. Sel jaringan itu mulai dari Bekasi dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Karanganyar dan Puworejo (Jawa Tengah), Tangerang Selatan (Banten), Batam (Kepulauan Riau), Payakumbuh (Sumatera Barat), dan Deli Serdang (Sumatera Utara).
Seluruh penangkapan itu diawali operasi pemantauan di Solo, Jawa Tengah, terhadap M Nur Solihin, sejak November lalu. Tim Densus pun mencermati proses Solihin menikahi Dian Yulia Novi, calon pengantin peledakan bom di Istana Negara yang ditangkap 10 Desember lalu. Pergerakan Solihin ke Cirebon, Jawa Barat, untuk bertemu Dian diikuti, begitu pula ketika mereka kemudian bersama-sama naik kereta dari Cirebon ke Jakarta untuk mencari kamar indekos di Perumahan Bintara Jaya, Kota Bekasi. Setelah Solihin dan Dian diamankan, puluhan penangkapan dilakukan hingga, kemarin, penangkapan tujuh terduga teroris di Tangerang Selatan, Batam, Deli Serdang, dan Payakumbuh.
Pengorbanan
Sejak diresmikan pada Agustus 2004, Densus 88 Antiteror telah menangkap sekitar 1.000 teroris. Apresiasi dunia pun berdatangan. Yang terbaru, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin mengungkapkan, otoritas keamanan Jepang secara khusus mengundang Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk memberi pembekalan terkait pencegahan teror menjelang Olimpiade 2020 di Tokyo.
Akan tetapi, berbagai pengakuan itu dilakukan dengan sejumlah pengorbanan. Harus bekerja selama berbulan-bulan untuk mengawasi anggota jaringan teroris, tanpa batas waktu yang jelas, menyebabkan sejumlah anggota Densus 88 harus rela tak bertemu keluarga. "Yang penting anak masih ingat saya, alhamdulillah, Mas," ujar salah satu kepala satuan Densus 88.
Alhasil, tidak heran jika banyak kisah anggota Densus yang terpaksa mengorbankan rumah tangganya demi menjamin warga Indonesia bebas dari aksi teroris. Bahkan, saat bertugas, waktu untuk tidur dan makan pun terkadang tidak dimiliki.
"Bayangkan, anggota saya tidak bertemu istri dan anak, makannya sulit, mereka juga tidur di jalan untuk mengantisipasi dan menyelidiki kasus teror agar kita bisa tangkap sebelum ada bom. Karena itu, kami harap jangan ada komentar mengenai pengalihan isu," ujar Syafruddin, pekan lalu.
Selain itu, saat bertugas, anggota Densus 88 Antiteror juga harus siap mengorbankan nyawa untuk menghadapi "kenekatan" teroris yang siap mati itu.
Dalam senyap anggota Densus 88 Antiteror ini bekerja. Mereka hanya ingin memastikan Tanah Air aman dan nyaman serta terhindar dari ancaman individu yang merasa mimpi dan ilusinya yang paling benar
"THIS"
Kamis, 22 Desember 2016 | 15:41 WIB
"Ngopi dulu, Bro, biar enggak ngantuk. Dari semalam kita stand by," kata salah seorang anggota tim intelijen Datasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditemui Kompas di lokasi penangkapan empat terduga teroris di Kampung Curug, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (21/12).
Belasan cangkir berisi endapan ampas kopi bubuk tergeletak di depan rumah M Lukman, Ketua RT 001 Kampung Curug. Di rumah itu, sejumlah anggota tim intelijen Densus 88 memantau operasi penangkapan hingga evakuasi jenazah tiga terduga teroris, yaitu Omen, Helmi, dan Irwan, yang tewas di sebuah rumah kontrakan di kampung itu.
Tidak seperti tim operasi Densus 88 yang dilengkapi senjata lengkap, pakaian hitam, penutup hidung dan mata, serta helm, penampilan tim intelijen "tidak menakutkan". Mereka mengenakan kaus, celana jins, dan sepatu olahraga atau sneaker.
Tim intelijen itu juga memiliki penampilan beragam, mulai dari gaya urakan dengan jins sobek-sobek, hingga berjas dan berdasi seperti pengusaha muda.
Dedi (35), warga Kampung Curug yang menyaksikan operasi penangkapan, mengatakan, "Kemarin ada tiga orang yang duduk-duduk di depan rumah. Gayanya kayak anak punk, baru tadi pagi saya tahu ternyata mereka polisi" ujarnya.
Gaya seperti itu dilakukan untuk operasi pemantauan sel jaringan teroris agar tidak dicurigai dan dapat membaur dengan masyarakat.
Operasi intelijen untuk menangkap empat terduga teroris di Tangerang Selatan, misalnya, dilakukan sejak satu pekan lalu. Ketika terduga teroris itu memantau target aksi teror, yaitu pos polisi di Tangerang Selatan, tim Densus 88 Antiteror juga memantau mereka.
Operasi pemantauan yang dilakukan bukan hal mudah. Selain memakan waktu berhari-hari, mereka juga perlu memahami pergerakan mereka. Apalagi jika terduga teroris itu berupaya mengecoh mereka. Ini dialami salah satu anggota Tim Densus 88 yang memantau pergerakan empat terduga teroris di Kampung Curug. Terduga teroris itu berupaya mengecoh dengan terus berganti ojek hingga tiga kali meski durasi perjalanan menuju lokasi target hanya 10 menit.
Khusus untuk operasi dalam 20 hari terakhir, tim korps berlambang burung hantu itu bekerja sama dengan anggota kepolisian resor dan kepolisian daerah untuk menangkap sel jaringan teroris. Sel jaringan itu mulai dari Bekasi dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Karanganyar dan Puworejo (Jawa Tengah), Tangerang Selatan (Banten), Batam (Kepulauan Riau), Payakumbuh (Sumatera Barat), dan Deli Serdang (Sumatera Utara).
Seluruh penangkapan itu diawali operasi pemantauan di Solo, Jawa Tengah, terhadap M Nur Solihin, sejak November lalu. Tim Densus pun mencermati proses Solihin menikahi Dian Yulia Novi, calon pengantin peledakan bom di Istana Negara yang ditangkap 10 Desember lalu. Pergerakan Solihin ke Cirebon, Jawa Barat, untuk bertemu Dian diikuti, begitu pula ketika mereka kemudian bersama-sama naik kereta dari Cirebon ke Jakarta untuk mencari kamar indekos di Perumahan Bintara Jaya, Kota Bekasi. Setelah Solihin dan Dian diamankan, puluhan penangkapan dilakukan hingga, kemarin, penangkapan tujuh terduga teroris di Tangerang Selatan, Batam, Deli Serdang, dan Payakumbuh.
Pengorbanan
Sejak diresmikan pada Agustus 2004, Densus 88 Antiteror telah menangkap sekitar 1.000 teroris. Apresiasi dunia pun berdatangan. Yang terbaru, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin mengungkapkan, otoritas keamanan Jepang secara khusus mengundang Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk memberi pembekalan terkait pencegahan teror menjelang Olimpiade 2020 di Tokyo.
Akan tetapi, berbagai pengakuan itu dilakukan dengan sejumlah pengorbanan. Harus bekerja selama berbulan-bulan untuk mengawasi anggota jaringan teroris, tanpa batas waktu yang jelas, menyebabkan sejumlah anggota Densus 88 harus rela tak bertemu keluarga. "Yang penting anak masih ingat saya, alhamdulillah, Mas," ujar salah satu kepala satuan Densus 88.
Alhasil, tidak heran jika banyak kisah anggota Densus yang terpaksa mengorbankan rumah tangganya demi menjamin warga Indonesia bebas dari aksi teroris. Bahkan, saat bertugas, waktu untuk tidur dan makan pun terkadang tidak dimiliki.
"Bayangkan, anggota saya tidak bertemu istri dan anak, makannya sulit, mereka juga tidur di jalan untuk mengantisipasi dan menyelidiki kasus teror agar kita bisa tangkap sebelum ada bom. Karena itu, kami harap jangan ada komentar mengenai pengalihan isu," ujar Syafruddin, pekan lalu.
Selain itu, saat bertugas, anggota Densus 88 Antiteror juga harus siap mengorbankan nyawa untuk menghadapi "kenekatan" teroris yang siap mati itu.
Dalam senyap anggota Densus 88 Antiteror ini bekerja. Mereka hanya ingin memastikan Tanah Air aman dan nyaman serta terhindar dari ancaman individu yang merasa mimpi dan ilusinya yang paling benar
"THIS"

Diubah oleh lisbapang77 22-12-2016 11:17
0
3.6K
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan