- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sebut 5 Pahlawan Kafir, Ini Pembelaan Kader PKS


TS
hap69
Sebut 5 Pahlawan Kafir, Ini Pembelaan Kader PKS
Quote:
Sebut 5 Pahlawan Kafir, Ini Pembelaan Kader PKS
RABU, 21 DESEMBER 2016 | 20:40 WIB

Dwi Estiningsih. twitter.com
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dwi Estiningsih, kader Partai Keadilan Sejahtera, dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu, 21 Desember 2016. Dwi dilaporkan karena membuat cuitan di akun media sosial yang dianggap berbau kebencian dan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolong (SARA).
Menanggapi laporan dirinya ke polisi, Dwi menjawab santai. Dwi melihat laporan tersebut justru sebagai pintu menyikapi persoalan yang terjadi belakangan ini. "Kalau perlu, saya bawa anak saya berusia 35 hari jika dipanggil kepolisian, tak masalah juga, perjuangan itu kan kapan pun dan di mana pun," kata Dwi saat ditemui di rumahnya, Rabu, 21 Desember 2016.
Dwi menambahkan, ia tak bisa menanggapi laporan itu lebih jauh. "Terkait tuduhan (ujaran kebencian) itu, saya tak bisa mencap pikiran banyak orang, terserah orang berpikir apa, kan? Saya tidak bisa mengontrol persepsi mereka," ujar Dwi yang saat diwawancarai tengah menggendong anak bungsunya berusia 1 bulan.
Lewat akun Twitter-nya, @estiningsihdwi, Selasa, 20 Desember 2016, Dwi, 38 tahun, menulis, "Luar biasa, negeri mayoritas Islam ini, dari ratusan pahlawan, terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir #lelah'. Cuitan Dwi lainnya juga disorot, seperti, "Iya sebagian kecil nonmuslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung saya belajar #sejarah."
Cuitan Dwi itu menanggapi pecahan mata uang baru yang diluncurkan Bank Indonesia. Dalam pecahan uang baru tersebut, terdapat gambar dari tokoh-tokoh nasional. Alumnus S-1 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menuturkan apa yang dilakukannya (di media sosial) hanya berupa bentuk perjuangan.
"Saya tak berjuang atas nama golongan, suku, dan agama, melainkan NKRI," ujar istri Erlangga Winoto itu. Pengelola biro pendampingan psikologi dan sering menggandneg pemerintah dalam penanganan gelandangan itu mengatakan cuitannya menjadi polemik karena sikap kritis atas kegelisahan pada peristiwa yang belakangan terjadi.
Baca: Dilaporkan ke Polisi, Kader PKS: Ini Perjuangan untuk NKRI
Dwi membantah cuitannya ini terkait isu terakhir mengenai polemik agama, seperti dampak ucapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang memicu Aksi Bela Islam I-III. "Kalau mengikuti twit saya sejak beberapa tahun lalu, intinya saya hanya ingin mendudukkan persoalan pada tempatnya," tutur dosen tidak tetap di sejumlah kampus swasta itu.
Dwi menilai, di media sosial--yang semakin populer beberapa tahun terakhir--ini banyak hal seharusnya bukan masalah menjadi masalah. "Nah, kami ingin mendidik masyarakat, ini lho yang menjadi masalah itu. Ini yang bukan," ujar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY pada 2014 dari PKS yang tak lolos tersebut.
RABU, 21 DESEMBER 2016 | 20:40 WIB

Dwi Estiningsih. twitter.com
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dwi Estiningsih, kader Partai Keadilan Sejahtera, dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu, 21 Desember 2016. Dwi dilaporkan karena membuat cuitan di akun media sosial yang dianggap berbau kebencian dan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolong (SARA).
Menanggapi laporan dirinya ke polisi, Dwi menjawab santai. Dwi melihat laporan tersebut justru sebagai pintu menyikapi persoalan yang terjadi belakangan ini. "Kalau perlu, saya bawa anak saya berusia 35 hari jika dipanggil kepolisian, tak masalah juga, perjuangan itu kan kapan pun dan di mana pun," kata Dwi saat ditemui di rumahnya, Rabu, 21 Desember 2016.
Dwi menambahkan, ia tak bisa menanggapi laporan itu lebih jauh. "Terkait tuduhan (ujaran kebencian) itu, saya tak bisa mencap pikiran banyak orang, terserah orang berpikir apa, kan? Saya tidak bisa mengontrol persepsi mereka," ujar Dwi yang saat diwawancarai tengah menggendong anak bungsunya berusia 1 bulan.
Lewat akun Twitter-nya, @estiningsihdwi, Selasa, 20 Desember 2016, Dwi, 38 tahun, menulis, "Luar biasa, negeri mayoritas Islam ini, dari ratusan pahlawan, terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir #lelah'. Cuitan Dwi lainnya juga disorot, seperti, "Iya sebagian kecil nonmuslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung saya belajar #sejarah."
Cuitan Dwi itu menanggapi pecahan mata uang baru yang diluncurkan Bank Indonesia. Dalam pecahan uang baru tersebut, terdapat gambar dari tokoh-tokoh nasional. Alumnus S-1 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menuturkan apa yang dilakukannya (di media sosial) hanya berupa bentuk perjuangan.
"Saya tak berjuang atas nama golongan, suku, dan agama, melainkan NKRI," ujar istri Erlangga Winoto itu. Pengelola biro pendampingan psikologi dan sering menggandneg pemerintah dalam penanganan gelandangan itu mengatakan cuitannya menjadi polemik karena sikap kritis atas kegelisahan pada peristiwa yang belakangan terjadi.
Baca: Dilaporkan ke Polisi, Kader PKS: Ini Perjuangan untuk NKRI
Dwi membantah cuitannya ini terkait isu terakhir mengenai polemik agama, seperti dampak ucapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang memicu Aksi Bela Islam I-III. "Kalau mengikuti twit saya sejak beberapa tahun lalu, intinya saya hanya ingin mendudukkan persoalan pada tempatnya," tutur dosen tidak tetap di sejumlah kampus swasta itu.
Dwi menilai, di media sosial--yang semakin populer beberapa tahun terakhir--ini banyak hal seharusnya bukan masalah menjadi masalah. "Nah, kami ingin mendidik masyarakat, ini lho yang menjadi masalah itu. Ini yang bukan," ujar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY pada 2014 dari PKS yang tak lolos tersebut.
https://nasional.tempo.co/read/news/...laan-kader-pks
Quote:
Dilaporkan ke Polisi, Kader PKS: Ini Perjuangan untuk NKRI
RABU, 21 DESEMBER 2016 | 18:04 WIB

Dwi Estiningsih. twitter.com
TEMPO.CO, Jakarta - Dwi Estiningsih, seorang kader Partai Keadilan Sejahtera, dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Rabu, 21 Desember 2016. Dwi dilaporkan karena telah membuat cuitan di akun media sosialnya yang dianggap berbau kebencian dan bernuansa SARA.
Saat ditemui di rumahnya, Dwi Estiningsih mengatakan tak bisa menanggapi laporan tersebut. "Terkait dengan tuduhan (ujaran kebencian) itu ya saya tak bisa mengecap pikiran banyak orang, terserah orang akan berpikir apa, kan? Saya kan tidak bisa mengontrol apa persepsi mereka," ujar Dwi yang sedang menggendong anak bungsunya yang masih berusia 1 bulan ketika ditemui Tempo di rumahnya pada Rabu siang.
Dalam akun Twitter-nya, @estiningsihdwi, pada Selasa, 20 Desember 2016, Dwi, 38 tahun, menulis, "Luar biasa, negeri yang mayoritas Islam ini, dari ratusan pahlawan, terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir #lelah'. Cuitan Dwi lainnya juga menjadi sorotan, seperti, "Iya sebagian kecil non muslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung saya belajar #sejarah."
Cuitan Dwi itu menanggapi pecahan mata uang yang baru diluncurkan Bank Indonesia. Dalam pecahan uang baru tersebut, terdapat gambar dari tokoh-tokoh nasional.
Lulusan S-1 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menuturkan apa yang dilakukannya (di media sosial) hanya berupa bentuk perjuangan. "Tapi saya tak berjuang atas nama golongan, suku, dan agama, melainkan NKRI," ujar istri dari arsitek bernama Erlangga Winoto itu.
Perempuan yang kini mengelola biro pendampingan psikologi dan sering bekerja sama dengan pemerintah untuk penanganan gelandangan itu mengatakan cuitannya yang menjadi polemik adalah sebuah sikap kritis atas kegelisahan pada peristiwa yang belakangan terjadi di masyarakat. Dwi membantah cuitannya ini terkait dengan isu-isu terakhir mengenai persoalan polemik agama, seperti akibat dampak ucapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang memicu Aksi Bela Islam I-III.
"Kalau mengikuti twit saya sejak beberapa tahun lalu, ya intinya saya itu hanya ingin mendudukkan persoalan pada tempatnya," tutur perempuan yang berprofesi sebagai dosen tidak tetap di sejumlah kampus swasta itu.
Menurut Dwi, akibat adanya media sosial yang makin populer beberapa tahun terakhir, ia melihat banyak hal yang seharusnya bukan masalah menjadi masalah. "Nah, kami ingin mendidik masyarakat, ini lho yang menjadi masalah itu, ini yang bukan," ujar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY tahun 2014 dari PKS yang tak lolos tersebut.
Terkait dengan laporan dirinya ke polisi, Dwi pun memilih menanggapi secara santai. Ia melihat laporan itu sebagai pintu untuk menyikapi persoalan yang terjadi."Kalau perlu, saya bawa anak saya yang berusia 35 hari jika dipanggil kepolisian, tak masalah juga, perjuangan itu kan kapan pun dan di mana pun," katanya.
PRIBADI WICAKSONO
RABU, 21 DESEMBER 2016 | 18:04 WIB

Dwi Estiningsih. twitter.com
TEMPO.CO, Jakarta - Dwi Estiningsih, seorang kader Partai Keadilan Sejahtera, dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Rabu, 21 Desember 2016. Dwi dilaporkan karena telah membuat cuitan di akun media sosialnya yang dianggap berbau kebencian dan bernuansa SARA.
Saat ditemui di rumahnya, Dwi Estiningsih mengatakan tak bisa menanggapi laporan tersebut. "Terkait dengan tuduhan (ujaran kebencian) itu ya saya tak bisa mengecap pikiran banyak orang, terserah orang akan berpikir apa, kan? Saya kan tidak bisa mengontrol apa persepsi mereka," ujar Dwi yang sedang menggendong anak bungsunya yang masih berusia 1 bulan ketika ditemui Tempo di rumahnya pada Rabu siang.
Dalam akun Twitter-nya, @estiningsihdwi, pada Selasa, 20 Desember 2016, Dwi, 38 tahun, menulis, "Luar biasa, negeri yang mayoritas Islam ini, dari ratusan pahlawan, terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir #lelah'. Cuitan Dwi lainnya juga menjadi sorotan, seperti, "Iya sebagian kecil non muslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung saya belajar #sejarah."
Cuitan Dwi itu menanggapi pecahan mata uang yang baru diluncurkan Bank Indonesia. Dalam pecahan uang baru tersebut, terdapat gambar dari tokoh-tokoh nasional.
Lulusan S-1 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menuturkan apa yang dilakukannya (di media sosial) hanya berupa bentuk perjuangan. "Tapi saya tak berjuang atas nama golongan, suku, dan agama, melainkan NKRI," ujar istri dari arsitek bernama Erlangga Winoto itu.
Perempuan yang kini mengelola biro pendampingan psikologi dan sering bekerja sama dengan pemerintah untuk penanganan gelandangan itu mengatakan cuitannya yang menjadi polemik adalah sebuah sikap kritis atas kegelisahan pada peristiwa yang belakangan terjadi di masyarakat. Dwi membantah cuitannya ini terkait dengan isu-isu terakhir mengenai persoalan polemik agama, seperti akibat dampak ucapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang memicu Aksi Bela Islam I-III.
"Kalau mengikuti twit saya sejak beberapa tahun lalu, ya intinya saya itu hanya ingin mendudukkan persoalan pada tempatnya," tutur perempuan yang berprofesi sebagai dosen tidak tetap di sejumlah kampus swasta itu.
Menurut Dwi, akibat adanya media sosial yang makin populer beberapa tahun terakhir, ia melihat banyak hal yang seharusnya bukan masalah menjadi masalah. "Nah, kami ingin mendidik masyarakat, ini lho yang menjadi masalah itu, ini yang bukan," ujar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY tahun 2014 dari PKS yang tak lolos tersebut.
Terkait dengan laporan dirinya ke polisi, Dwi pun memilih menanggapi secara santai. Ia melihat laporan itu sebagai pintu untuk menyikapi persoalan yang terjadi."Kalau perlu, saya bawa anak saya yang berusia 35 hari jika dipanggil kepolisian, tak masalah juga, perjuangan itu kan kapan pun dan di mana pun," katanya.
PRIBADI WICAKSONO
https://nasional.tempo.co/read/news/...gan-untuk-nkri
Hidup Panasbung, Hidup PKS


0
32.3K
Kutip
480
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan