1. Persepsi sosial yang baik dan Spontanitas

Kecakapan dalam persepsi social bagi seorang pemimpin sangat penting, hal ini dibuktikan dengan beberapa ekperimen yang menilai dimana seseorang dapat menilai sikap dan prilaku dalam anggota kelompoknya, disamping itu juga dilakukan pemungutan suara untuk menyebutkan nama oranag yang paling cakap untuk memimpin kelompok. Hasil dari eksperimen ini menyatakan bahwa mereka yang memperoleh pilihan yang paling banyak dari kawanya (anggota kelompok) sebagai pemimpin ialah yang memiliki nilai yang tinggi pada skala prilaku dibandingkan dengan skala sikap. Kalimat diatas merupakan bebrapa replikasi dalam buku Gerungan 2010.
Individu-individu yang mengaktualisasikan diri akan dapat membedakan antara ketulusan dan kepalsuan orang lain hal ini berlaku tidak hanya pada orang, tetapai juga pada objek lain seperti karya seni budaya, estetika, dll. Persepsi social adalah kecakapan untuk melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan kebutuhan anggota kelompok.
Pemimpin yang aktualisasi diri, selain memiliki persepsi social yang baik juga merupakan orang-orang yang spontan dalam pengertian mereka dapat bertindak tidak konvensional dan tidak ada kompromi bahkan dengan resiko dikucilkan dan mendapat kecaman. Pemimpin yang seperti ini akan menciptakan kepribadian yang tidak bertujuan untuk membohongi dunia (anggota kelompok), mereka tidak berpura-pura dan tidak takut ataupun malu untuk mengekpresikan kegembiraan, kekaguman, kegairahan kemarahan kesedihan, dsb.
Orang yang berada pada tahap aktualisasi diri juga dapat memersepsikan nilai-nilai dasar dalam metamotivasi lebih jelas dibandingkan orang lain, individu yang memiliki persepsi sosial yang baik memiliki penerimaan yang besar akan ambigusitas. jika pemimpin memiliki persepsi social yang baik maka dapat memiliki terobosan yang baru dalam mengelolah anggota kelompoknya, terobosan yang dimaksud bisa berupa kebijakan, ide untuk membangun kelompok, langkah-langka prestisius, dll.

2. Berkarakter Demokratis

Individu yang mengaktualisasikan diri dalam hidupnya memiliki nilai-nilai demokratis, mereka bisa bersikap ramah dan perhatian dengan orang lain tanpa memandang kelas sosial , warna kulit, usia ataupun jenis kelamin dan bahkan mereka tidak terlalu sadar akan adanya perbedaan yang dangkan diantara orang-orang.
Terkait dengan sikap demokratis tersebut, individu-individu yang sebagai seorang pemimpin kelompok maupun masyarakat yang telah mengaktualisasikan dirinya mempunyai keinginan dan kemampuan untuk belajar dari semua orang. Hal ini muncul atas dasar kesadaran mereka sendiri bahwa mereka mengetahui sedikit hal di dalam hubungannya dengan apa yang mereka telah ketahui. Jadi sikap pemimpin yang lemah lembut juga dapat muncul apabila karakter demokratis ini dimiliki.

3. Kreativ dan Tidak Enkulturasi

Semua subjek penelitian maslow yang mengaktualisasikan dirinya merupakan orang-orang yang kreativ. Mereka memiliki ketertarikan yang besar terhadap kejujuran, keindahan, dan kenyataan yang merupakan bahan-bahan dasar dari kreativitas yang sesungguhnya. Kalo yang dimaksud dengan enkulturasi adalah ketidakmauan untuk mengikuti apa yang diharuskan oleh kultur (budaya), enkulturisasi tidak memisahkan diri dari kelompok social (antisosial) melainkan mereka merupakan orang–orang yang berdiri sendiri, mengikuti standard mereka sendiri, serta tidak secara buta mematuhi peraturan yang dibuat oleh orang lain.
Pemimpin yang mengaktualisasikan diri tidak mengeluarkan energi yang besar untuk melawan kebiasaan dan peraturan dalam masyarakat yang tidak penting, kebiasaan-kebiasan yang dimaksud dapat berupa cara berpakaian, tatanan rambut, dsb cenderung dibentuknya sendiri (sepihak), individu ini tidak secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka menolak aturan-aturan tersebut. Maslow menyatakan bahwa mereka “tidak terlalu mengikuti kebiasaan, tidak terlalu merasa ditekan, dan tidak terlalu terpengaruh”.

4. “Emosi” yang stabil

Menurut Jeanne Segal mendefinisikan emosi sebagai pengalaman yang dapat dirasakan secara fisik. Artinya segala sesuatu perbuatan dan perilaku yang dilakukan itu mendapat respon secara baik maupun buruk oleh fisik. Kestabilan emosi merupakan kemampuan individu dalam menghadapi hidup baik yang ringan ataupun yang berat dan dalam keadaan emosi yang baik.
Kestabilan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya dengan baik dalam menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang dapat berfikir dan bertindak secara wajar dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan emosi dan memperoleh keadaan yang seimbang antara psikis dan fisik walaupun dihadapkan pada tekanan hidup baik yang ringan atau yang berat. Dengan demikian seseorang dapat mengontrol dan mengarahkan tingkah lakunya dengan baik.
Beberapa penelitian menunjukkan kestabilan atau kemantapan emosi merupakan factor penting dalam kepeminpinan, suatu penelitian dilakukan pada kelompok organisasi mahasiswa menyatakan bahwa pemimpin–peminpin lebih banyak memiliki sikap perasaan positif terhadap lingkungannya daripada yang bukan pemimpin, sedangkan yang bukan pemimpin menunjukkan sikap negative serta kekurangan kepercayaan pada diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan seagel di atas emosi sangat berpengaruh terhadap mental (psikologis) seorang pemimpin hal ini sejalan dengan ungkapan maslow; “apabila kebutuhan dasar fisiologis, keamanan, social, dan harga diri maka akan memunculkan meta patologis seperti kebosanan, putus asa, apatisme, keterasingan, mementingkan diri sendiri dsb”.
Pentingnya penilaian emosi pada soerang pemimpin juga dapat dilihat pada pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden, sebagai salah satu prasyarat untuk lolos verivikasi sebagai candidat calon presiden dan wakil presiden harus melalui proses pemeriksaan kesehatan, dimana tes kesehatan emosi merupakan salah satunya, pengecekan ini dilakukan dengan bantuan alat Pendeteksian tipologi otak calon pemimpin untuk melihat orientasinya itu bisa dilakukan dengan menggunakan electroencephalogram (EEG) atau magnetic resonance imaging (MRI). Gangguan struktur otak itu akan memengaruhi kemampuan berpikir pemimpin hingga berdampak besar pada keputusan yang diambil. “Otak yang tak sehat hanya melahirkan kebijakan yang tidak sehat,”.

5. Rasa humor yang filosofis

Kriteria pemimpin lainnya yang mengaktualisasikan diri adalah rasa humor mereka yang filosofis dan tidak menjelekkan orang lain maupun anggota kelompok lain. orang yang sehat! (aktualisasi diri) tidak menyukai lelucon-lelucon yang merendahkan orang lain, leluconnya bertujuan lebih dari sekedar membuat orang lain tertawa dan tersenyum mereka menghibur, memberi informasi menunjukkan ambigusitas membuat orang lain tersenyun dari pada tertawa terbahak-bahak.
Rasa humor yang berasal dari orang yang teraktualisasi diri terjadi secara alami berdasarkan situasi yang ada dan tidak dibuat-buat, leluconnya bersifat spontan dan tidak direncanakan oleh karena itu humor yang ada pada orang yang teraktualisasi dirinya bergantung pada situasi maka biasanya leluconnya tidak bisa diulang rasa humor (lelucon) seperti inilah yang disebit humor yang filosofis.