- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Catatan Perjalanan OANC
Pendakian Gunung Sindoro. 3150 MDPL. 8 jam nanjak, 3 jam turun.


TS
vreemdelin
Pendakian Gunung Sindoro. 3150 MDPL. 8 jam nanjak, 3 jam turun.
Halo Agan dan Sista sekalian
Sudah lama ane ga bikin Catatan Pendakian di OANC
Pertengahan tahun kemarin dan awal tahun 2016 ane sempet ke Gn.Lawu dan Gn.Sindoro
Ini sedikit oleh-oleh dari Gn.Sindoro nya
Untuk cerita ane lainnya bisa langsung mampir kesini
Libur tahun baru menjadi momentum untuk melakukan pendakian gunung, kali ini saya dan 8 orang kawan berkesempatan untuk melakukan pendakian Gunung Sindoro. Setelah terakhir melakukan pendakian gunung lawu pada Agustus 2015 saya mulai mengajak dan melempar wacana untuk melakukan pendakian gunung kembali. Terkumpulah 9 orang yang ingin melakukan pendakian gunung Sindoro. 6 Pria dan 3 Wanita.
Gunung Sindoro berada di wilayah kabupaten Temanggung dan kota Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung Sindoro mempunyai ketinggian 3125 mdpl. Gunung berapi aktif yang terakhir meletus pada tahun 1910. Mempunyai 2 jalur pendakian, Jalur Kledung dan Jalur Sigedang (Tambi)
Transportasi menuju Gunung Sindoro yang berada di wilayah kota Wonosobo dari Jakarta dapat menggunakan bus dan kereta. Jika menggunakan kereta dapat terlebih dahulu menuju Semarang atau Jogja lalu menyambung bus kembali menuju Wonosobo, bila menggunakan bus dapat langsung menuju Terminal Wonosobo dari Jakarta. Kami memutuskan untuk menggunakan bus dikarenakan tiket kereta yang sudah tidak ada dan lebih efektif menggunakan bus.
Dari Jakarta terdapat beberapa PO bus yang melayani rute Jakarta-Wonosobo. Diantaranya Dieng Indah, Pahala Kencana dan Sinar Jaya. Seorang kawan, Bokir biasa dipanggil menjadi penanggung jawab tiket keberangkatan menuju Wonosobo. H-1 Bokir mendapatkan tiket Bus Dieng Indah tujuan Lebak Bulus – Wonosobo. Harga tiket 135.000 rupiah mendapatkan fasilitas bus AC dan bangku 2-2 atau 3-2 tergantung nanti kedatangan bus, kurang lebih seperti itu yang dikatakan kondektur Bus Dieng Indah kepada Bokir. Kami berenam akan berangkat dari Jakarta, sisanya 1 dari bandung dan 2 langsung menunggu di Wonosobo.

Sindoro apa Sumbing ini Jon?
Bus direncakan berangkat pukul 17.30 dari Lebak Bulus. Saya tiba pukul 18.00 kurang 15 menit bersama 2 kawan lainnya. Menunggu sampai pukul 18.30 tapi tak ada juga bus Dieng Indah yang datang, seorang kernet bus lebih tepatnya calo memanggil Bokir yang memesan tiket bus. Diskusi terjadi diantara mereka, ternyata kami harus dipindahkan dikarenakan bus karena Dieng Indah sudah berangkat pukul 17.00 dan bus selanjutnya tidak akan datang karena bertepatan dengan malam tahun baru sang supir bersama kernetnya ingin merayakan tahun baru, wtf.
Bergegas kami angkat carrier dan barang bawaan kami menuju bus pengganti. Kurnia Jaya namanya, bus yang ternyata jauh dari ekspektasi kami terhadap Bus Dieng Indah yang sebelumnya kami pesan. Tidak terdapat air conditioner, bangku 3-2 yang sangat rapat dan tegak, serta sumpeknya keadaan dalam bus dengan asap rokok. Dan menurut Saya lebih bagus patas AC bianglala Kp.Rambutan – Ciledug sungguh. Harga tiket bus ini hanya turun 10 ribu rupiah dari harga tiket Bus Dieng Indah yang kami pesan sebelumnya. wtf (again).
Tak masalah jika untuk perjalanan dalam kota, namun untuk 10-12 jam perjalanan menuju Wonosobo sudah terbayang bagaimana begitu “nyamannya” perjalanan panjang ini. Mengeluh tak akan mengubah keadaan, jadi berusaha kami nikmati saja. Bus berangkat pukul 19.30 menuju Wonosobo. Selama perjalanan beberapa kali bus berhenti, entah untuk menurunkan penumpang atau beristirahat. Bus melaju dengan kecepatan tinggi cenderung ugal-ugalan membuat pantat beberapa kali harus meloncat dari atas kursi. Lebih parahnya lagi banyak penumpang yang harus berpindah bus untuk dioper ke Bus Kurnia Jaya lain dengan alasan tidak melewati tujuan sang penumpang. Untungnya bus ini benar sampai Wonosobo, pukul 06.00 pagi kami sampai di terminal Wonosobo.


Dari rumah Mas Kaka menuju pos Pendakian Tambi sekitar 30 menit. Jalur menuju basecamp Tambi sama seperti jalur menuju Dieng. Melewati jalan raya kota Wonosobo dan nanti mulai berbelok dan menanjak menuju ke arah perkebunan teh, jalanan terus menanjak dan Saya melihat papan bertuliskan 1850mdpl saat kolbak masih berada jauh dibawah basecamp Tambi. Untungnya kolbak yang kami gunakan cukup tangguh di medan menanjak. Terdapat beberapa basecamp pendakian di Sigedang/Sikotok (Tambi) dan lokasinya berada masih jauh dibawah, pilihlah basecamp pendakian Tambi yang berada di atas tepat dibelakang jalur pendakian kebun teh.
Jam 3 sore lebih kami sampai, kami melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Biaya pendaftaran 7000 rupiah perorang. Di basecamp tambi pendataan cukup ketat, beberapa kali radio di basecamp berbunyi menanyakan keadaan pendaki yang turun ataupun naik. Setelah semua siap, jam setengah 4 kami mulai berangkat. Track awal pendakian melewati kebun teh yang cukup luas. Kami disugukan pemandangannya cukup indah, seringkali kami berhenti untuk mengambil foto. Sekitar 45 menit kami tiba di pos 3, ditandai dengan adanya bangunan beratap permanen. Sebelumnya di Pos 2 juga terdapat sebuah bangunan, dan keduanya dapat digunakan untuk istirahat ataupun mambangun tenda. Jika ingin. Di pos 3 kami memutuskan untuk beristirahat sekaligus mengisi perut terlebih dahulu, kebetulan kami semua belum makan siang.
Sekitar 1 jam beristirahat, kami kembali bergegas bersiap melanjutkan perjalanan. Kurang lebih sekitar pukul 16.30 kami meninggalkan pos 3. Setelah pos 3 kami masih melewati jalur kebun teh yang tak terlalu panjang. Sampai akhirnya kami memasuki kawasan batas hutan Perhutani. Batas area Perhutani ditandai dengan banyaknya pohon-pohon tinggi menjulang dan mulai menghilangnya perkebunan teh. Tepat memasuki area hutan perhutani matahari mulai menyingsing, jalanan mulai gelap. Beberapa diantara kami mulai menggunakan headlamp dan menyalakan senter. Sekitar 2 jam berjalan kami melewati Watu Tulis. Sebuah batu besar yang penuh dengan coretan. Di sekitar Watu Tulis terdapat camp area, tidak cukup besar hanya cukup sekitar 2 tenda saja, karena belum terlalu malam kami memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Pendakian malam memang menguras tenaga lebih, udara yang mulai mendingin, sedikit rasa kantuk dan fisik yang mulai terkuras membuat pendakian malam jauh lebih lelah. Beberapa kali kami harus berhenti untuk sekedar minum ataupun mengisi tenaga kembali. Jalur pendakian setelah watu tulis memang terus menanjak. Berkali-kali lutut harus bertemu dengan dada. Beberapa kali kami menemukan camp area, namun beberapa kali pula kami lewati. Hampir 6 jam berjalan saya mulai goyah. Berkali-kali harus tertinggal dibelakang. Beberapa anggota tim juga mulai lelah tapi kami tak kunjung menemukan camp area. Semakin terus menanjak vegetasi mulai menghilang, hanya terdapat ranting-ranting pohon di kanan kiri jalur pendakian.

Kebun Teh jalur pendakian tambi

Menuju Pos 3 Jon

Jalur Pendakian Gunung Sindoro

Menuju Puncak Sindoro

Puncak Sindoro, Luasssss Jon

Main Futsal disini dijamin puas! Modyaar

Sumbing Malu-malu menampakan punggungnya

Kawah Sindoro Jon

Masih di Puncak Sindoro, luasnya ga ada matinya

Ini apa yo? Merbabu, Merapi kah?

Instagramable banget neh

The Team
Sudah lama ane ga bikin Catatan Pendakian di OANC
Pertengahan tahun kemarin dan awal tahun 2016 ane sempet ke Gn.Lawu dan Gn.Sindoro
Ini sedikit oleh-oleh dari Gn.Sindoro nya
Untuk cerita ane lainnya bisa langsung mampir kesini
Spoiler for Prolog:
Libur tahun baru menjadi momentum untuk melakukan pendakian gunung, kali ini saya dan 8 orang kawan berkesempatan untuk melakukan pendakian Gunung Sindoro. Setelah terakhir melakukan pendakian gunung lawu pada Agustus 2015 saya mulai mengajak dan melempar wacana untuk melakukan pendakian gunung kembali. Terkumpulah 9 orang yang ingin melakukan pendakian gunung Sindoro. 6 Pria dan 3 Wanita.
Gunung Sindoro berada di wilayah kabupaten Temanggung dan kota Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung Sindoro mempunyai ketinggian 3125 mdpl. Gunung berapi aktif yang terakhir meletus pada tahun 1910. Mempunyai 2 jalur pendakian, Jalur Kledung dan Jalur Sigedang (Tambi)
Transportasi menuju Gunung Sindoro yang berada di wilayah kota Wonosobo dari Jakarta dapat menggunakan bus dan kereta. Jika menggunakan kereta dapat terlebih dahulu menuju Semarang atau Jogja lalu menyambung bus kembali menuju Wonosobo, bila menggunakan bus dapat langsung menuju Terminal Wonosobo dari Jakarta. Kami memutuskan untuk menggunakan bus dikarenakan tiket kereta yang sudah tidak ada dan lebih efektif menggunakan bus.
Dari Jakarta terdapat beberapa PO bus yang melayani rute Jakarta-Wonosobo. Diantaranya Dieng Indah, Pahala Kencana dan Sinar Jaya. Seorang kawan, Bokir biasa dipanggil menjadi penanggung jawab tiket keberangkatan menuju Wonosobo. H-1 Bokir mendapatkan tiket Bus Dieng Indah tujuan Lebak Bulus – Wonosobo. Harga tiket 135.000 rupiah mendapatkan fasilitas bus AC dan bangku 2-2 atau 3-2 tergantung nanti kedatangan bus, kurang lebih seperti itu yang dikatakan kondektur Bus Dieng Indah kepada Bokir. Kami berenam akan berangkat dari Jakarta, sisanya 1 dari bandung dan 2 langsung menunggu di Wonosobo.

Sindoro apa Sumbing ini Jon?
Bus direncakan berangkat pukul 17.30 dari Lebak Bulus. Saya tiba pukul 18.00 kurang 15 menit bersama 2 kawan lainnya. Menunggu sampai pukul 18.30 tapi tak ada juga bus Dieng Indah yang datang, seorang kernet bus lebih tepatnya calo memanggil Bokir yang memesan tiket bus. Diskusi terjadi diantara mereka, ternyata kami harus dipindahkan dikarenakan bus karena Dieng Indah sudah berangkat pukul 17.00 dan bus selanjutnya tidak akan datang karena bertepatan dengan malam tahun baru sang supir bersama kernetnya ingin merayakan tahun baru, wtf.
Bergegas kami angkat carrier dan barang bawaan kami menuju bus pengganti. Kurnia Jaya namanya, bus yang ternyata jauh dari ekspektasi kami terhadap Bus Dieng Indah yang sebelumnya kami pesan. Tidak terdapat air conditioner, bangku 3-2 yang sangat rapat dan tegak, serta sumpeknya keadaan dalam bus dengan asap rokok. Dan menurut Saya lebih bagus patas AC bianglala Kp.Rambutan – Ciledug sungguh. Harga tiket bus ini hanya turun 10 ribu rupiah dari harga tiket Bus Dieng Indah yang kami pesan sebelumnya. wtf (again).
Tak masalah jika untuk perjalanan dalam kota, namun untuk 10-12 jam perjalanan menuju Wonosobo sudah terbayang bagaimana begitu “nyamannya” perjalanan panjang ini. Mengeluh tak akan mengubah keadaan, jadi berusaha kami nikmati saja. Bus berangkat pukul 19.30 menuju Wonosobo. Selama perjalanan beberapa kali bus berhenti, entah untuk menurunkan penumpang atau beristirahat. Bus melaju dengan kecepatan tinggi cenderung ugal-ugalan membuat pantat beberapa kali harus meloncat dari atas kursi. Lebih parahnya lagi banyak penumpang yang harus berpindah bus untuk dioper ke Bus Kurnia Jaya lain dengan alasan tidak melewati tujuan sang penumpang. Untungnya bus ini benar sampai Wonosobo, pukul 06.00 pagi kami sampai di terminal Wonosobo.
Quote:
Pukul 06.00, terminal Wonosobo masih sangat sepi. Kami keluar mencari minimarket untuk melengkapi logistik kami selama pendakian. Di depan terminal Wonosobo terdapat sebuah Alfamart yang mempunyai fasilitas kamar mandi dan musholah. Cocok bagi para pendaki yang ingin istirahat sejenak sambil melengkapi kekurangan logistik pendakian.
Dua kawan kami yang sudah tiba di Wonosobo sejak kemarin sore, ternyata mereka menginap di rumah dimana kami menyewa peralatan gunung. Untuk meringankan beban bawaan selama perjalanan. Tenda, kompor, nesting dan beberapa alat lain kami sewa di Wonosobo, lebih murah dan tidak terlalu membebani barang bawaan pastinya.
Angga namanya, kawan seperjalanan backpacker ke Medan dan Aceh tahun lalu, berada di Wonosobo sejak kemarin dan menginap di tempat kami menyewa peralatan gunung. Telfon dari dia mengajak kami untuk lebih dahulu mampir ke tempatnya karena tenda yang kami sewa baru tersedia setelah sholat jumat, karena masih dipakai untuk pendakian prau oleh pendaki lain. Setelah diskusi bersama tim, akhirnya kami iyakan ajakannya. Dijemputlah kami menggunakan kolbak menuju tempat Mas Kaka. Sebelumnya ia menyebut nama Mas Kaka sebagai pemilik sewa peralatan gunung.
Rumah Mas Kaka tidak jauh dari terminal Wonosobo, melewati jalan kota Wonosobo lalu masuk ke jalan berkelok naik turun, sekitar 15 menit kami sampai. Tiba di rumah Mas Kaka kami dipersilahkan masuk, disediakan teh hangat dan cemilan. Mas Kaka berperawakan tegap, berambut ikal, terlihat seperti berumur 25an. Satu persatu diantara kami berkenalan. Setelah itu, saya mulai menanyakan banyak hal tentang pendakian Gunung Sindoro, terutama tentang jalur pendakian.
Dua kawan kami yang sudah tiba di Wonosobo sejak kemarin sore, ternyata mereka menginap di rumah dimana kami menyewa peralatan gunung. Untuk meringankan beban bawaan selama perjalanan. Tenda, kompor, nesting dan beberapa alat lain kami sewa di Wonosobo, lebih murah dan tidak terlalu membebani barang bawaan pastinya.
Angga namanya, kawan seperjalanan backpacker ke Medan dan Aceh tahun lalu, berada di Wonosobo sejak kemarin dan menginap di tempat kami menyewa peralatan gunung. Telfon dari dia mengajak kami untuk lebih dahulu mampir ke tempatnya karena tenda yang kami sewa baru tersedia setelah sholat jumat, karena masih dipakai untuk pendakian prau oleh pendaki lain. Setelah diskusi bersama tim, akhirnya kami iyakan ajakannya. Dijemputlah kami menggunakan kolbak menuju tempat Mas Kaka. Sebelumnya ia menyebut nama Mas Kaka sebagai pemilik sewa peralatan gunung.
Rumah Mas Kaka tidak jauh dari terminal Wonosobo, melewati jalan kota Wonosobo lalu masuk ke jalan berkelok naik turun, sekitar 15 menit kami sampai. Tiba di rumah Mas Kaka kami dipersilahkan masuk, disediakan teh hangat dan cemilan. Mas Kaka berperawakan tegap, berambut ikal, terlihat seperti berumur 25an. Satu persatu diantara kami berkenalan. Setelah itu, saya mulai menanyakan banyak hal tentang pendakian Gunung Sindoro, terutama tentang jalur pendakian.
Spoiler for Pic:

Bersama dengan Mas Kaka, bagi yang membutuhkan perlengkapan gunung dan guide Gn.Sindoro bisa menghubungi Mas Kaka

Di Kolbak menuju pos pendakian Tambi
Quote:
Gunung Sindoro memiliki dua jalur pendakian, Jalur Kledung dan Jalur Sigedang/Tambi. Jalur Kledung merupakan jalur pendakian yang berdekatan dengan jalur pendakian Garung, Gunung Sumbing, basecamp keduanya cukup berdekatan. Sedangkan jalur pendakian Sigedang/Tambi berada dipunggung utara gunung Sindoro. Awalnya kami merencanakan pendakian Gunung Sindoro melalui Jalur Kledung. Selain lebih landai, Jalur Kledung lebih direkomenasikan bagi mereka yang baru pertama kali melakukan pendakian Gunung Sindoro, tetapi obrolan saya dengan Mas Kaka membuat saya berpikir untuk menggunakan Jalur Sigedang/Tambi.
Jalur Tambi mempunyai jarak yang lebih pendek dibandingkan Jalur Kledung. Waktu tempuh pun jauh lebih cepat, bila menggunakan Jalur Kledung kita akan memakan waktu 7-9 jam, bila menggunakan Jalur Tambi hanya 4-5 jam. Kurang lebih seperti itu informasi yang saya dapatkan dari Mas Kaka yang sudah mendaki gunung Sindoro lebih dari 10 kali mengunakan Jalur Tambi. Yang membuat Jalur tambi lebih cepat, mungkin karena sudah berada diketinggian 2000an mdpl.
Obrolan panjang dengan Mas Kaka tidak terasa sampai terhenti ketika kami ditawari untuk sarapan terlebih dahulu. Setelah sarapan, kami izin untuk istirahat beberapa diantara kami tertidur. Sebelum Jum’at ternyata tenda belum juga datang. Mas Kaka mengatakan bahwa terjadi kemacetan di daerah Dieng karena adanya longsor. Saya mulai berpikir untuk merubah jalur pendakian, karena jika semakin sore pendakian pasti akan sampai tengah malam, apalagi menggunakan Jalur Kledung yang cukup panjang.
Setelah Sholat Jumat tenda belum juga datang, kami menunggu dan merepacking perlengkapan pendakian terlebih dahulu sambil menungu tenda datang. Saya kembali mengobrol, kali ini dengan kawan Mas Kaka. Saya masih menanyakan tentang masalah jalur pendakian dan kembali kami disarankan untuk menggunakan Jalur Tambi, "Lebih cepat dan pemandangannya bagus Mas, karena akan lewat kebun teh" sahutnya, sambil memamerkan beberapa foto pendakian via Tambi.
Akhirnya Saya menawarkan kepada yang lain untuk menggunakan Jalur Tambi saja. Diskusi pun terjadi, beberapa meminta untuk berangkat menggunakan Jalur Kledung dan pulang menggunakan Jalur Tambi, tetapi dengan waktu yang semakin sore akhirnya kami semua menyepakati untuk menggunakan Jalur Tambi baik berangkat ataupun turun. Jam setengah tiga tenda sudah datang, kami pun bersiap-siap dan pamit. Kami menggunakan kolbak menuju basecamp pendakian Tambi. Kolbak yang tadi pagi disewa Angga untuk mengantar kami ke rumah Mas Kaka. Kami pun ditemani oleh Ewin, keponakan Mas Kaka yang masih berumur 17 tahun. Namun sudah pernah melakukan pendakian Sindoro. 1 kali sampai puncak, 1 kali gagal.
Jalur Tambi mempunyai jarak yang lebih pendek dibandingkan Jalur Kledung. Waktu tempuh pun jauh lebih cepat, bila menggunakan Jalur Kledung kita akan memakan waktu 7-9 jam, bila menggunakan Jalur Tambi hanya 4-5 jam. Kurang lebih seperti itu informasi yang saya dapatkan dari Mas Kaka yang sudah mendaki gunung Sindoro lebih dari 10 kali mengunakan Jalur Tambi. Yang membuat Jalur tambi lebih cepat, mungkin karena sudah berada diketinggian 2000an mdpl.
Obrolan panjang dengan Mas Kaka tidak terasa sampai terhenti ketika kami ditawari untuk sarapan terlebih dahulu. Setelah sarapan, kami izin untuk istirahat beberapa diantara kami tertidur. Sebelum Jum’at ternyata tenda belum juga datang. Mas Kaka mengatakan bahwa terjadi kemacetan di daerah Dieng karena adanya longsor. Saya mulai berpikir untuk merubah jalur pendakian, karena jika semakin sore pendakian pasti akan sampai tengah malam, apalagi menggunakan Jalur Kledung yang cukup panjang.
Setelah Sholat Jumat tenda belum juga datang, kami menunggu dan merepacking perlengkapan pendakian terlebih dahulu sambil menungu tenda datang. Saya kembali mengobrol, kali ini dengan kawan Mas Kaka. Saya masih menanyakan tentang masalah jalur pendakian dan kembali kami disarankan untuk menggunakan Jalur Tambi, "Lebih cepat dan pemandangannya bagus Mas, karena akan lewat kebun teh" sahutnya, sambil memamerkan beberapa foto pendakian via Tambi.
Akhirnya Saya menawarkan kepada yang lain untuk menggunakan Jalur Tambi saja. Diskusi pun terjadi, beberapa meminta untuk berangkat menggunakan Jalur Kledung dan pulang menggunakan Jalur Tambi, tetapi dengan waktu yang semakin sore akhirnya kami semua menyepakati untuk menggunakan Jalur Tambi baik berangkat ataupun turun. Jam setengah tiga tenda sudah datang, kami pun bersiap-siap dan pamit. Kami menggunakan kolbak menuju basecamp pendakian Tambi. Kolbak yang tadi pagi disewa Angga untuk mengantar kami ke rumah Mas Kaka. Kami pun ditemani oleh Ewin, keponakan Mas Kaka yang masih berumur 17 tahun. Namun sudah pernah melakukan pendakian Sindoro. 1 kali sampai puncak, 1 kali gagal.
Quote:
Dari rumah Mas Kaka menuju pos Pendakian Tambi sekitar 30 menit. Jalur menuju basecamp Tambi sama seperti jalur menuju Dieng. Melewati jalan raya kota Wonosobo dan nanti mulai berbelok dan menanjak menuju ke arah perkebunan teh, jalanan terus menanjak dan Saya melihat papan bertuliskan 1850mdpl saat kolbak masih berada jauh dibawah basecamp Tambi. Untungnya kolbak yang kami gunakan cukup tangguh di medan menanjak. Terdapat beberapa basecamp pendakian di Sigedang/Sikotok (Tambi) dan lokasinya berada masih jauh dibawah, pilihlah basecamp pendakian Tambi yang berada di atas tepat dibelakang jalur pendakian kebun teh.
Jam 3 sore lebih kami sampai, kami melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Biaya pendaftaran 7000 rupiah perorang. Di basecamp tambi pendataan cukup ketat, beberapa kali radio di basecamp berbunyi menanyakan keadaan pendaki yang turun ataupun naik. Setelah semua siap, jam setengah 4 kami mulai berangkat. Track awal pendakian melewati kebun teh yang cukup luas. Kami disugukan pemandangannya cukup indah, seringkali kami berhenti untuk mengambil foto. Sekitar 45 menit kami tiba di pos 3, ditandai dengan adanya bangunan beratap permanen. Sebelumnya di Pos 2 juga terdapat sebuah bangunan, dan keduanya dapat digunakan untuk istirahat ataupun mambangun tenda. Jika ingin. Di pos 3 kami memutuskan untuk beristirahat sekaligus mengisi perut terlebih dahulu, kebetulan kami semua belum makan siang.
Sekitar 1 jam beristirahat, kami kembali bergegas bersiap melanjutkan perjalanan. Kurang lebih sekitar pukul 16.30 kami meninggalkan pos 3. Setelah pos 3 kami masih melewati jalur kebun teh yang tak terlalu panjang. Sampai akhirnya kami memasuki kawasan batas hutan Perhutani. Batas area Perhutani ditandai dengan banyaknya pohon-pohon tinggi menjulang dan mulai menghilangnya perkebunan teh. Tepat memasuki area hutan perhutani matahari mulai menyingsing, jalanan mulai gelap. Beberapa diantara kami mulai menggunakan headlamp dan menyalakan senter. Sekitar 2 jam berjalan kami melewati Watu Tulis. Sebuah batu besar yang penuh dengan coretan. Di sekitar Watu Tulis terdapat camp area, tidak cukup besar hanya cukup sekitar 2 tenda saja, karena belum terlalu malam kami memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Pendakian malam memang menguras tenaga lebih, udara yang mulai mendingin, sedikit rasa kantuk dan fisik yang mulai terkuras membuat pendakian malam jauh lebih lelah. Beberapa kali kami harus berhenti untuk sekedar minum ataupun mengisi tenaga kembali. Jalur pendakian setelah watu tulis memang terus menanjak. Berkali-kali lutut harus bertemu dengan dada. Beberapa kali kami menemukan camp area, namun beberapa kali pula kami lewati. Hampir 6 jam berjalan saya mulai goyah. Berkali-kali harus tertinggal dibelakang. Beberapa anggota tim juga mulai lelah tapi kami tak kunjung menemukan camp area. Semakin terus menanjak vegetasi mulai menghilang, hanya terdapat ranting-ranting pohon di kanan kiri jalur pendakian.
Spoiler for Pic:

Kebun Teh jalur pendakian tambi

Menuju Pos 3 Jon
Quote:
Saya mulai merasakan baunya belerang, menandakan kami sudah melewati setengah perjalanan atau bahkan sudah dekat menuju puncak. Sampai pukul 23.30 akhirnya kami menemukan sedikit area landai yang berada diantara jalur pendakian. Kami memutuskan untuk istirahat dan masak terlebih dahulu. Udara cukup dingin, kami pun membuat api unggun dari ranting” kering. Karena fisik yang terus menurun akhirnya kami putuskan untuk membuka tenda. Namun sayang, karena area landai yang memang sangat sedikit, kami hanya dapat membuka satu tenda dan itu pun tersedia hanya untuk para wanita. Karena kami lelaki (sok) tangguh yang mengutamakan wanita.
Kami para lelaki yang mencoba (sok) tangguh akhirnya tidur hanya beralaskan matras, berselimutkan sleeping bag dan beratapkan bintang. Saya pun baru pertama kali melakukan pendakian gunung dengan tidur beratapkan bintang malam. Romantis. Tidak, sama sekali tidak. Yang ada kami hanya merasa dingin yang tak tertahankan, sleeping bag tidak cukup mampu menghangatkan kami. Apalagi area tempat kami tidur cenderung landai bahkan miring kebawah. Terlintas pikiran syaiton bagaimana jika ketika tidur kami terperosok ke bawah. Tidur malam yang sangat tidak nyaman, tapi mau tak mau harus dipaksakan apalagi fisik pula yang sudah tak dapat berkompromi.
Beberapa kali saya harus terbangun karena memang tidur yang hanya setengah tidur. Pukul 05.00 lebih saya terbangun. Dingin di malam hari ternyata tak sebanding dengan dingin pagi ini. Koyo, minyak kayu putih saya pakai untuk coba menghangatkan badan, namun tak juga mendapatkan kehangatan. Saya dan beberapa anggota tim bersiap-siap untuk summit. Angga pertama berangkat, disusul Saya, Bokir dan Wandra. Serta kawan lainnya menyusul berikutnya.
Kami para lelaki yang mencoba (sok) tangguh akhirnya tidur hanya beralaskan matras, berselimutkan sleeping bag dan beratapkan bintang. Saya pun baru pertama kali melakukan pendakian gunung dengan tidur beratapkan bintang malam. Romantis. Tidak, sama sekali tidak. Yang ada kami hanya merasa dingin yang tak tertahankan, sleeping bag tidak cukup mampu menghangatkan kami. Apalagi area tempat kami tidur cenderung landai bahkan miring kebawah. Terlintas pikiran syaiton bagaimana jika ketika tidur kami terperosok ke bawah. Tidur malam yang sangat tidak nyaman, tapi mau tak mau harus dipaksakan apalagi fisik pula yang sudah tak dapat berkompromi.
Beberapa kali saya harus terbangun karena memang tidur yang hanya setengah tidur. Pukul 05.00 lebih saya terbangun. Dingin di malam hari ternyata tak sebanding dengan dingin pagi ini. Koyo, minyak kayu putih saya pakai untuk coba menghangatkan badan, namun tak juga mendapatkan kehangatan. Saya dan beberapa anggota tim bersiap-siap untuk summit. Angga pertama berangkat, disusul Saya, Bokir dan Wandra. Serta kawan lainnya menyusul berikutnya.
Spoiler for Pic:

Jalur Pendakian Gunung Sindoro

Menuju Puncak Sindoro

Puncak Sindoro, Luasssss Jon

Main Futsal disini dijamin puas! Modyaar

Sumbing Malu-malu menampakan punggungnya

Kawah Sindoro Jon
Quote:
Punggung Gunung Sindoro ini seperti tak ada habisnya, 30 menit berlalu jalanan semakin terus menanjak. Beberapa kali saya mengira puncak sudah dekat karena memang setelah itu tak terlihat apapun namun jalanan seperti mengumpat, terlihat ketika kita terus menanjak. Setelah 1 jam berjalan dari tempat kami tidur akhirnya saya tiba di puncak Gunung Sindoro.
Puncak Sindoro ternyata cukup luas. Mungkin seukuran lapangan sepakbola. Debu vulkanik terlihat keluar dari kawah Gunung Sindoro. Untuk mencapai kawah Gunung Sindoro kami harus mengelilingi puncak Sindoro. Kawah Sindoro terlihat jelas dan berhadapan langsung dengan jalur pendakian Kledung. Sedangkan jika menggunakan jalur pendakian Tambi, harus berjalan mengelilingi puncak Sindoro. Tepat di depan kawah terdapat Gunung Sumbing gagah berdiri. Jika dihitung hampir 8 jam kami melakukan pendakian, terbayar sudah dengan keindahan ketika kami berada dipuncak gunung Sindoro.
2 jam lebih kami berada di Puncak Sindoro, menikmati keindahan alam Gunung Sumbing yang gagah berdiri tepat di depan puncak Gunung Sindoro. Setelah puas menikmati Puncak Sindoro kami bergegas turun kembali menuju tenda yang kami tinggalkan. Sebenarnya agak riskan untuk meninggalkan tenda dan beberapa perlengkapan lain, karena informasi yang kami dapatkan acap kali sering terjadi kehilangan. Tapi alhamdulillah tenda dan perlengkapan kami masih lengkap ketika kami tiba.Kami berisitirahat sejenak kemudian masak untuk mengisi perut yang dari malam tak terisi. Setelah makan, kami mulai repacking dan membereskan tenda untuk persiapan turun.
Kabut dan gerimis rintik mulai turun perlahan demi perlahan. Sampai ketika kami akan turun kabut mulai menjadi tebal. Pukul 12.00 kami turun dibawah hujan rintik, tanah pijakan menjadi licin membuat kami berhati-hati. Saya berdua dengan Bokir berada di depan. Ternyata track pendakian Gunung Sindoro memiliki beberapa bagian jalan berupa bebatuan dan tanah. Namun pada malam hari kami tidak menyadarinya. Perjalanan turun berlangsung lancar. Saya dan Bokir hanya istirahat satu kali untuk bergantian membawa tenda, dan kami sudah tiba di pos 3, sekitar pukul 14.30. Ternyata waktu turun kami hanya memakan sekitar 2 setengah jam. Jika dipikir ulang, kami melakukan pendakian hampir 8 jam dan turun hanya memakan waktu 2,5 jam.
Sambil menunggu anggota tim lain kami (Saya dan Bokir) istirahat meregangkan kaki yang mulai pegal dan kaku mungkin karena turun hampir tanpa istirahat. Pukul 16.30 akhirnya anggota tim sudah lengkap dengan cerita turunnya masing-masing. Beberapa kawan juga mengalami hal yang sama dengan saya, kaki sakit dan cenderung sulit berjalan. Kami dijemput oleh kolbak yang kemarin mengantar kami, hujan deras turun saat kami mulai menaiki kolbak dan kembali menuju rumah Mas Kaka.
Puncak Sindoro ternyata cukup luas. Mungkin seukuran lapangan sepakbola. Debu vulkanik terlihat keluar dari kawah Gunung Sindoro. Untuk mencapai kawah Gunung Sindoro kami harus mengelilingi puncak Sindoro. Kawah Sindoro terlihat jelas dan berhadapan langsung dengan jalur pendakian Kledung. Sedangkan jika menggunakan jalur pendakian Tambi, harus berjalan mengelilingi puncak Sindoro. Tepat di depan kawah terdapat Gunung Sumbing gagah berdiri. Jika dihitung hampir 8 jam kami melakukan pendakian, terbayar sudah dengan keindahan ketika kami berada dipuncak gunung Sindoro.
2 jam lebih kami berada di Puncak Sindoro, menikmati keindahan alam Gunung Sumbing yang gagah berdiri tepat di depan puncak Gunung Sindoro. Setelah puas menikmati Puncak Sindoro kami bergegas turun kembali menuju tenda yang kami tinggalkan. Sebenarnya agak riskan untuk meninggalkan tenda dan beberapa perlengkapan lain, karena informasi yang kami dapatkan acap kali sering terjadi kehilangan. Tapi alhamdulillah tenda dan perlengkapan kami masih lengkap ketika kami tiba.Kami berisitirahat sejenak kemudian masak untuk mengisi perut yang dari malam tak terisi. Setelah makan, kami mulai repacking dan membereskan tenda untuk persiapan turun.
Kabut dan gerimis rintik mulai turun perlahan demi perlahan. Sampai ketika kami akan turun kabut mulai menjadi tebal. Pukul 12.00 kami turun dibawah hujan rintik, tanah pijakan menjadi licin membuat kami berhati-hati. Saya berdua dengan Bokir berada di depan. Ternyata track pendakian Gunung Sindoro memiliki beberapa bagian jalan berupa bebatuan dan tanah. Namun pada malam hari kami tidak menyadarinya. Perjalanan turun berlangsung lancar. Saya dan Bokir hanya istirahat satu kali untuk bergantian membawa tenda, dan kami sudah tiba di pos 3, sekitar pukul 14.30. Ternyata waktu turun kami hanya memakan sekitar 2 setengah jam. Jika dipikir ulang, kami melakukan pendakian hampir 8 jam dan turun hanya memakan waktu 2,5 jam.
Sambil menunggu anggota tim lain kami (Saya dan Bokir) istirahat meregangkan kaki yang mulai pegal dan kaku mungkin karena turun hampir tanpa istirahat. Pukul 16.30 akhirnya anggota tim sudah lengkap dengan cerita turunnya masing-masing. Beberapa kawan juga mengalami hal yang sama dengan saya, kaki sakit dan cenderung sulit berjalan. Kami dijemput oleh kolbak yang kemarin mengantar kami, hujan deras turun saat kami mulai menaiki kolbak dan kembali menuju rumah Mas Kaka.
Spoiler for Pic:

Masih di Puncak Sindoro, luasnya ga ada matinya

Ini apa yo? Merbabu, Merapi kah?

Instagramable banget neh


The Team
Diubah oleh vreemdelin 18-04-2016 11:52
0
48.3K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan