iqbalawalAvatar border
TS
iqbalawal
Sekilas Tentang Headshot (2016), Ketegangan Tanpa Henti dan Beberapa Kejanggalannya.
Denger nama Iko Uwais, tidak bisa tidak kita akan digiring ke pemikiran: Film yang dibintangi doi pasti penuh adegan silat dengan koreografi yang aduhai nan mengcengangkan, bikin mata gak mau berkedip dan jantung deg-deg an, tersebab adegan sadis pun akan mengiringi.

Dan ini sangat benar terbukti dalam film Headshot (2016) arahan duet The Mo Brothers.

Gila, memang tegang gak abis-abis. Belum lagi muncratan darah di sana-sini karena tembakan dari AK-47 yang ikonik banget digunakan penjahat-penjahatnya.

Chelsea Islan sebagai salah satu pemeran di film yang juga diputar di Toronto Film Festival ini mungkin bisa menjadi penawar ketegangan. Sejenak, catet, itu pun se-je-nak karena doi pun menjadi bagian dari konflik bahkan sangat penting sampai-sampai Agan-Sista gak akan tega saat dia diculik, disiksa, lalu dicoba di per .................

Bayangin wajah kayak gini ... DISIKSA gan disiksa dan mau di ..................

Quote:


Spolier gak sih kalau ane ceritain di sini jalan ceritanya? Secara film ini masih tayang kalau ngajak agan-sista nonton langsung, nanti ane disangka promosi lagi.

SUMPAH

Quote:


Boleh kan ya?


1. Akting

Iko Uwais seperti gak bisa mengimbangi kapasitas akting Chelsea. Intonasinya pun datar dan kurang dramatis. Dia gak bisa menggambarkan karakter sebagai mantan seorang anggota genk yang sadis -- bahkan bisa disebut pembunuh berantai -- yang kehilangan ingatan atau amnesia. Ishmael nama karakter itu (saat amnesia) dan Abdi (saat masih jadi gangster) gak ketemu titik pangkalnya. Kita seakan gak diberikan satu plot yang mengggambarkan betapa sadisnya dia di masa lalu, pun gambaran rasa putus asa akibat amnesia. Iko Uwais tetap Iko Uwais, protagonis berwajah polos dan bersahaja sampai akhir cerita.

Tapi hal itu agak tertolong oleh akting Sunny Pang sebagai Lee, pimpinan gangster tempat di mana Abdi bernaung tapi akhirnya "berkhianat." Ngeri sekaligusbad ass. Lihat mimik mukanya saat marah pada musuh, kita akan langsung berimajinasi liar tentang apa yang akan dilakukannya terhadap si musuh tersebut.

Akting Zack Lee dan Julie Estelle pun patut diberikan credit tersendiri, meski tidak terlalu prima. Keduanya, sebagai kaki tangan Lee mampu memberikan kesan angker dan kelam, tanpa belas kasih serta penyesalan. Khusus Julie Estelle, sebagai Rika di film ini, mau gak mau kita akan digiring ke sosok Hammer Girl di The Raid 2: Berandal.

Quote:


Rada-rada mirip tapi jelas gak sama karena senjatanya bukan palu. Di sini ia mengunakan pisau. Belum lagi Rika lebih rapuh, bukan lagi sosok Hammer Girl yang tanpa ampun. Pasalnya, ia punya kisah tersendiri di masa lalu dengan Abdi yang agak menghambatnya untuk berbuat kejam.


2. Kemiripan Plot Cerita dengan Film Lain

Sekilas film ini mengingatkan kita pada film Ninja Assassinyang diperankan Rain. Kemiripannya: anak-anak kecil diculik lalu dilatih secara keras untuk jadi mesin pembunuh. Bedanya: kalau di Ninja Assassin itu menjadi seorang ninja dan di Headshot jadi kriminal murni, tapi tetap dengan kemampuan bela diri yang melebihi orang normal.

Kemiripan lain, Raizo (tokoh utama dalam Ninja Assassin) dan Abdi, keduanya berbalik melawan kelompoknya sendiri dan di puncak atau klimaks film bisa ditebak: Tokoh utama bertarung sampai mati dengan "sang ayah" (Guru sekaligus tokoh yang membersarkannya). Ini sama plek, hanya beda di proses amnesianya si tokoh utama aja.

Spoiler for Plot Cerita Mirip Ninja Assassin :


Di luar itu, dari sisi koreografi beladiri jauh lebih bagus Headshot dibanding Ninja Assassin. Bahkan, intensitasnya sangat jauh, dalam arti Headshot terlihat lebih real dan bikin adrenalin turun naik. Ketegangan yang dihadirkan Headshot, lebih intens dibanding film sejenis macam John Wick dan The Equalizer, meski masih di bawah dwilogi The Raid.


3. Kejanggalan-kejanggalan Lain

Meski film bersifat fiksi, karena itu, gak benar-benar terjadi di dunia nyata, tapi film tetap harus hati-hati terhadap logika plot cerita dan fakta. Misalnya Pistol Beretta 92 berkapasitas 15 peluru, itu fakta aslinya. Tapi di sebuah film aksi, pistol ini ditembakkan lebih dari itu, 16, 17, 18, dst. Sah-sah aja? Sah. Tapi itu akan mencederai film itu sendiri, seakan film dikerjakan tanpa riset dan sutradara atau penulis skenario kurang pengetahuan. Akhirnya, nilai film pun bisa turun karena zaman sekarang, penonton dan penikmat film biasanya sangat kritis.

Alhamdulillah ini gak terjadi di film Headshot. Tapi, tapi, tapi ada tetap ada kekurangan dalam kesempurnaan. Ibarat kata bijak, tak ada gading yang tak retak. Ane ceritain satu aja, karena ini yang paling terlihat. Cek di bawah ya:

Quote:


Mungkin Agan-Sista ada yang bisa berbagi atau ngoreksi kesalahan penilaian ane. SILAKAN DENGAN SENANG HATI.

But overall , di luar semua kekurangannya itu, film ini keren, keren, keren. Menghibur, menghadirkan ketegangan yang intens, dan akting Chelsea Islan, ya Allah, karakternya berkembang natural dari dokter yang baik hati dan polos, tapi karena tuntutan survival di dalam tahanan mafia untuk menjawab pertanyaan, "dibunuh atau membunuh" dia akhirnya terpaksa jadi ganas. Kebayang gak Gan, Chelsea Islan jadi ganas? HAHHAHAHAH
















Diubah oleh iqbalawal 19-12-2016 11:36
0
6.3K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan