Kaskus

Story

palalogAvatar border
TS
palalog
mainan haram
selamat siang agan-agan.

Antusias diantara mainan yang memenuhi di segala penjuru halam rumah itu, dia tersenyum seumpama mengetahui umurnya. Tanpa berfikir panjang dihabiskan sisa-sisa kebahagiaan dulu, yang belum pernah ia rasakan.

Penghujung mentari, ia sudah siap-siap untuk menjajakan dagangan, berupa roti dan kue. Menyeka perut lapar mereka. merasakan udara pgi menyeka baju kusutnya. Kemeja lusuh sedari tahun lalu. Berjalan begitu jauh mencari para penikmat santap kopi. Ada yang ingin menyelamatkan sarapan pagi. Ada juga yang hanya ingin mendapatkan sedikit tenaga karena kesibukan. Itulah dia.

Tidak ada seorang pun yang mengantarkan pergi ataupun menantikan pulang. Di gubuk sederhana ia terkenal sebagai pembuat roti enak. Sudah lama sebelum dirinya lahir mereka sudah mengetahui ini. Barangkali mereka menggagumi tangannya yang telaten. Enak dan gurih kue buatannya. Tidak sekarang ataupun dulu . sama saja

“ aku akan meberikan apapun setelah kau mengenal kue dan tumbuh remaja, aku hanya mengorbankan harga diri ku. Dan kau dapat membeli apapun yang dikehendaki sebelum aku benar-benar hilang. Aku berjualan kue dan mengais sedikit rezeki yang kau butuhkan kelak, maafkan aku”

Dia teringat saat ayahnya mengatakan hal baik untuk terus berjualan. Dengan modal resep keturunan. Ia jaga nama baik keluarga. Walau pada hari itu ia baru genap 8 tahun. Namun kecerdikannya dalam memahami situasi sudah rasa cukup. Sebelum semua hilang di kegelapan malam. Meninggalkan pak kasir sendiri diantara bintang.

“ ayah akan berusaha membesarkanmu dengan rezeki yang halal jadilah manusia yang baik, lebih baik gila dari pada mati ditembak”

Sebelumnya ia ingin berkeluarga. Sudah dijalani namun kandas di awal jalan. Mungkin karena sikap kekanakan pak kasir sedari kecil. Dia dewasa namun tidak dengan tindakan. Dia rindu bagaimana tangan mungilnya bisa bersanding diantara orang yang disanyangi. Diasuh oleh nenek yang datang sekali 2 hari menghantarkan makanan. Itu cukup membuat hidup beberapa tahun sampai benar-benar bisa membuat kue. Neneknya pun sama, menjajal setiap jangka jalan untuk menemui perut-perut lapar. Menemani santap kopi. Namun bernasib sama seperti manusia renta lainya.

Sekarang berbeda dia sudah begitu tua. Tidak ada yang diperjuangkan selain diri sendiri. tidak ada alasan nya tetap hidup melainkan untuk diri sendiri. setiap pagi sebelum fajar membuka jendela rumah, merasakan udara dingin menusuk tulang, berdiri mengenang segelumit kejadian. Merasakan suasanan hangat. Melayangkan fikiran menuju setiap bait kehidupan kecilnya.

Di pertengahan pagi. Kue ini tak akan lama hilang. Habis ditelan perut2 lapar. Mereka bvegitu antusias. Kadang-kadang saja tidak menemukan hasil. Seakan jerih payahnya sudah ada yang mebayar. Sudah ada kepastian. Uang ini dirasa cukup untuk membeli gula dan beberapa makanan pokok lainnya. Tidak untuk pakaian dan hal mewah lain. Karena pakaian lama ayahnya saja yang bisa dipakai, buang jauh-jauh ingatan untuk membeli hal semacam ini. Namun tidak untuk siapa hanya untuk diri sendiri.

Kadang kali ia berjalan jauh. Dagangan ini tidak tersentuh sedikitpun. Kala itu tiba lara hati pak kasir melihat ke langit biru. Cerah. Menyeka keringan dengan handuk yang selalu dililit di leher. Merasakan basahnya kemeja lusuh. Begitu pula celana yang dipenuhi debu jalanan. Sesekali hanya menepuk. Puk puk. Keluarlah kabut menjinak menyebar di antara atmosfir sekitar. Menyelimuti pemandangan jalanan kosong desa. Menegak minuman menyeka tengorokan.

Saat malam tiba, dukanya pun datang. Tidak ada tempat untuk berbicara ataupun menceritakan suatu hal konyol. Bahkan ia mulai lupa bagaiman bercerita. Hanya bisa mengatakan

“ kue pancung 1000 kalau ambil 3 gratis satu”

Hanya itu kalimat yang sering di ungkapkan. Kadang kala rindu menyengat dada. Panas dingin sampai ke kepala. Bagaiman ombak menghantap tepian pantai. Seperti itu pula malam-malam sebelum ini

“ aku dulu hanya ingin bermain kalaupun mati sebelum dewasa”
Merasa merugi dalam kesepian. Hening sayup-sayup terdengar suara elang dibelakang semak rumahnya. Mendengar desiran tumbuhan yang beradu-radu.

Kali ini air mata kesedihan membasahi pipi. Mata lesu itu bangkit dan mengkerut. Irama syahdu malam mengingat-ngingat kejadian hambar. Terulang kembali hampir setiap malam.
Telisik lagi dia begitu ingat

“ bapak akan belikan mainan yang bagus, karena besok akan ke kota”

Kalimat itu seperti toa yang nyaring “nyiing” Cumiakan telinga yang secara spontan menutup telinga. Mendengar kalimat itu ia mulai heran dulunya. Tidak sekarang . kematian memang datang tanpa diundang namun meninggalkan bekas mendalam, kenapa. Karena ia hanya ingin mengecup tubuh pucat dingin ayahnya. Namun utung sampai sekarang membayangkan nya saja sudah lupa. Karena umur dan kejadian yang begitu lama.

Sampai hari itu di depan rumah pak kades. Melihat anak-anak umur 4 tahun bermain pasir. Ia ingan bagaimana caranya berbicara dengan sebayanya dulu. Saat tidak ada yang mengucilkannya sebelum ayahnya mencoba merusak milik orang lain. Saat dia mengambil suatu hal untuk hal yang berharga lain. Hanya membelikan mainan. Seisi desa menjauhi.

Dia jongkok menelisik permainan anak-anak itu. memahami keasikan di kala itu. meletakkan kue-kue ke di sebelahnya. Mulailah ia memerhatikan ke asikan permainan konyol. Desir tawa terdengar giang “huhwuhaud acu ingin mainan yah”

Terungkap bagaimana ia datang di kala sore pulang bermain dihardik oleh tetangga rumah karena mencoba memainkan mainan mahal yang sejatinya bisa dimainkan sambil guling-guling tanpa merusak mainan tsb. Dia goyah. Dia mulai rapuh melihat didepannya ada permainan menarik. Dia kembali ke arah jalur berbeda. Dia kalut di pagi itu. dia mulai dengan tersenyum sipu dan berteriak bergumam. Membisik “usssss” seperti angin di pagi itu menerbangkan daun daunan. Cuaca memang kurang bersahabat.

Ia tetap duduk sesekali melangkah maju mencoba menjangkau mainan yang masih tergeletak. Melihat lirih suara rumah. Dia tidak memperhatikan. Cukup waktu ia mulai bermain hujan pun datang. Kue- kue itu basah oleh air hujan. Tanah-tanah di sekitar sudah menghitam, belum ada yang tergenang air.

Menjangkau dan menirukan suara mobil
“burrrrrrrrr”
Dia tersenyum sekali-kali mobil itu melewati beberapa tanah yang mulai basah karena hujan. Namun ada mobil lainnya datang untuk menabrak mobil pertama. Tidak ada pemadam kebakaran dan beberapa ultraman yang siap membantu.
Menirukan suara riuh rendah.

“ngeng ngeng ngeng”
Dengan suara seraknya sepertinya tidak cocok untuk meniru. Gaya jongkok itu mulai goyah dan duduk diantara beceknya tanah. Buir-bulir air mengaliri seluruh pakain tak terkecuali muka nya yang mulai mengkerut.

Dihabiskan waktu cukup lama sampai ia tersadar akan lamunan sebelum ini. Kembali menarik ember berisikan kue dan jalan menuju rumahnya. Di hari itu tidak ada uang sama sekali. dia sangat ingin membeli sebuah mainan. Cukup egois diumurnya begitu tertarik dengan mainan.

Ia mulai tak karuan antara sadar atau tidak . yang dia tau hanya mencari uang untuk membeli mainan dipasar. Beberapa hari ini dia akan ke pasar.
Sangat ramai ia lihat. Baju yang basah karena keringat dan bau yang tidak sedap. Sekeliling tidak ada yang memperhatikannya. Dia yang memperhatikan sekeliling. Tidak, hanya beberapa keluarga yang mengangkut anaknya jalan-jalan diantara rindangnya pohon taman.
Kemudian mata itu tertuju pada penjual mainan, matanya terbelalak. Antara gila dan sadar ia ingin semuanya. Ia hanya membeli sebisanya dan pulang ke rumah untuk diaminkan. Heran melihat manusia yang tidak makan dan mulai kurus. Ia tidak tau caranya membuat kue lagi dan cara untuk bersosialisasi. Semua penghuni desa memerhatikan tingkahnya beberapa hari ini. Ingin sekali memasung dan meletakannya ditempat yang aman. Namun karena tidak mengganggu dibiarkan sajalah pak tua gila itu.

Sampai akhirnya menyiramkan minyak tanah diantara ubun-ubun mengaklir meewati hidungnya. Setelah beberapa hari tidak makan, ia kalut tidak tau apayng diperbuat. Tubuhnya tidak terurus. Dia mencari barang-barang yang mudah terbakar termasuk mainan yang baru dibeli. Ketika melihat atap itu terbuka ia berdiri untuk memnajat dan melihat penuh dengan uang dan mainan, cukup untuk membeli rumah dan beberapa petak tanah. Hasil curian ayahnya dulu.

tujuannya hanya mendapatkan kritikAN dalam hal apapun. terima kasih sebelumnya gan.
Diubah oleh palalog 10-11-2016 12:59
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
3K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan