- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Tiara Namanya


TS
kukang1848
Tiara Namanya
Pagi itu aku berjalan ke kampus dengan sangat tergesa-gesa. Kuliah dimulai pukul 08.00 WIB, dan aku baru berangkat dari kosan pukul 08.10 WIB. Makan dan mandi seakan terlupakan entah kemana disaat telat seperti ini. Sudah pada pagar kampus, aku lantas berlari ke ruang kelas di lantai 4. Mantap, pikirku, olehraga pagi dikala situasi mepet seperti ini. Baru aku ingat, bahwa kelas pagi itu diajar oleh dosen yang sangatlah tegas dan disiplin jika dikaitkan dengan soal waktu. “ Wah, mati aku ini, bisa-bisa gak akan masuk kelas nih”. Gumamku dalam hati ditambah berlari kecil menuju lantai 4.
Baru saja sampai di lantai 2, aku melihat ada sebuah kartu yang jatuh tergeletak tepat di bawah kakiku. Tak terasa olehku, kartu tersebut terinjak. Ternyata kartu tersebut kartu tanda mahasiswa. Aku perhatikan secara seksama kartu itu, dan ku lihat foto yang ada pada kartu tersebut. Ya, itu lah wanita yang aku idam-idamkan saat ini. Tersenyum sumringah tak terasa oleh ku terpatri pada bibir tipisku. Aku duduk sebentar di bangku samping tangga dan memperhatikan sekali lagi dengan senyum yang tersimpul. Ya, tidak salah lagi, ini dia wanita, dewiku, yang menjadi ratu tanpa mahkota cintaku saat ini. Benar, ini dia, Tiara namanya. Yap, setelelah melihat dengan seksama kartu itu, aku berlari lagi menuju kelas, karena sudah lebih dari 15 menit aku terlambat. Dengan senyum yang masih terpampang dalam wajahku, semangat yang menggelora dalam jiwaku, dengan tenangnya aku masuk ruang kelas. Dan, memang, ditanya lah aku oleh ibu dosen pengajar mata kuliah Hukum Acara Perdata.
“ Mas, jam berapa ini?? Bukankah sudah telat lebih dari 15 menit?? Sudah semestinya mas, tidak saya terima untuk belajar di kelas saya pada pagi ini.” Ucap ibu dosen dengan tampang sangar ditambah kacamata bulatnya yang menutupi hidungnya.
“ Maaf, saya telat bu, kalau ibu berkenan izinkan saya untuk belajar pagi ini di kelas ibu.” Pinta ku pada ibu dosen dengan senyum ramah yang dipaksakan.
“ Tidak bisa mas, di peraturan tidak bisa masuk ke kelas jika mas telat lebih dari 15 menit. Dan otomatis juga mas tidak bisa mengikuti mata kuliah yang bersangkutan.” Jawab ibu dosen sembari mengetuk meja dengan spidolnya.
“ Yah, bu. Saya tahu saya salah, akan tetapi, memangnya peraturan itu segalanya?? Peraturan lebih tinggi daripada nilai yang ingin dicapai oleh manusia??. Peraturan lebih tinggi dari segala Ilmu yang tersedia di bumi ini?. Saya minta, izinkan saya untuk bisa belajar pada kelas ibu, toh belajar kan tidak memandang suatu peraturan dan peraturan itu bukan suatu fatwa dari Tuhan yang tak bisa kita ganggu gugat kan bu??.” Tak terasa olehku ucapanku serasa orang bijak yang mengajar ilmu agama kepada anak didiknya.
Perdebatan pagi itu, akhirnya aku menangkan dengan kompromi, aku tidak bisa tanda tangan pada absensi. Persetan dengan itu, yang terpenting bukan seberapa sering kita tanda tangan akan tetapi seberapa besar manfaat yang dapat kita terima dan implementasikan kepada lingkungan sekitar kita. Percuma saja absensi penuh sebagai mahasiswa tetapi tidak memiliki dampak kepada khalayak umum, bukankah Tri Dharma perguruan tinggi menyiratkan mahasiswa harus memiliki suatu pengabdian pada masyarakat?? Ya, itulah tanggung jawab moral kita sebagai mahasiswa kepada manusia lain yang butuh pertolongan dari kita. Percuma kita memiliki IPK tinggi jika tidak berguna bagi masyarakat luas, toh masyarakat luas tidak terlalu mementingkan gelar yang ada pada diri kita, yang terpenting kan apa yang sudah kita sumbangsihkan pada masyarakat luas.
Kartu tanda mahasiswa sudah ditangan, sekarang tinggal bagaimana aku mengembalikan kartu ini pada pemiliknya, dewiku, Tiara. Ah, peluang emas seperti ini sangat lah jarang aku dapatkan. Sesaat kuliah selesai, aku lantas pergi mencari yang namanya Tiara. Mahasiswi s1 Hukum. Berjalan kesana kemari, tidak juga kutemukan yang namanya Tiara. Karena azan zuhur sudah berkumandang, aku putuskan untuk ke musala fakultas untuk salat terlebih dahulu. Setelah salat, di waktu aku sedang memakai sepatu, berjalan lah ia, dengan kedua temannya dihadapanku yang saat itu sedang mengikat tali sepatu kananku. Dengan spontan ku sapa dia,
“ Hei, Tiara.” Dengan senyum ramah dan sepatu belum terpasang di kaki kiri ku berjalan menghampirinya.
“ Hei, siapa ya?? Kok tau namaku?” Tanya dia dengan penuh kebingungan dengan menatap kedua temannya.
“ Aku Durma. Aku tau nama kamu dari kartu tanda mahasiswa. Tadi pagi aku temukan terjatuh di tangga lantai 2 dan terinjak oleh ku.” Jawabku dengan mengulurkan tangan kananku untuk berjabat dengan tangannya.
“ Oh, iya?. Aku baru sadar nih. Terima kasih ya, Durma atas kebaikanmu.” Ia menjawab dengan menjabat tangan kananku dan mengecek kartunya serta memasukkannya ke dalam tas kecilnya.
“ Sama-sama, dengan senang hati.” Jawabku penuh dengan kesumringahan yang terpancar dari tawa kecilku.
“ Aku pamit dulu ya, mau ada kelas lagi, sekali lagi terima kasih ya atas kebaikanmu.” Mengulurkan tangan kanannya kembali dan menjabat tangan kananku kembali.
Percakapan singkat itu selesai, ia pergi dengan kedua temannya dan aku sendiri dilimpahkan dengan biusan yang masih terasa dari tatapan matanya seakan luluh hatiku, kedua bola matanya yang bulat serasa melemahhkan jantungku, dan pipinya yang menggemaskan seolah-olah mencubit hatiku. Indah nian ciptaan Tuhan dengan segala kemurniannya. Amboi memenag, kebahagiaan hati mudah dirasakan ketika kita bersama dengan orang yang kita sukai walaupun kita belum mengenalnya secara seksama. Ini yang dinamakan cinta dan ini yang sedang kurasakan, ini cinta bukan hasrat. Duduklah aku kembali sembari memakai sepatu di kaki kiriku. Berharap kejadian seperti itu akan terulang kembali, semoga.
Baru saja sampai di lantai 2, aku melihat ada sebuah kartu yang jatuh tergeletak tepat di bawah kakiku. Tak terasa olehku, kartu tersebut terinjak. Ternyata kartu tersebut kartu tanda mahasiswa. Aku perhatikan secara seksama kartu itu, dan ku lihat foto yang ada pada kartu tersebut. Ya, itu lah wanita yang aku idam-idamkan saat ini. Tersenyum sumringah tak terasa oleh ku terpatri pada bibir tipisku. Aku duduk sebentar di bangku samping tangga dan memperhatikan sekali lagi dengan senyum yang tersimpul. Ya, tidak salah lagi, ini dia wanita, dewiku, yang menjadi ratu tanpa mahkota cintaku saat ini. Benar, ini dia, Tiara namanya. Yap, setelelah melihat dengan seksama kartu itu, aku berlari lagi menuju kelas, karena sudah lebih dari 15 menit aku terlambat. Dengan senyum yang masih terpampang dalam wajahku, semangat yang menggelora dalam jiwaku, dengan tenangnya aku masuk ruang kelas. Dan, memang, ditanya lah aku oleh ibu dosen pengajar mata kuliah Hukum Acara Perdata.
“ Mas, jam berapa ini?? Bukankah sudah telat lebih dari 15 menit?? Sudah semestinya mas, tidak saya terima untuk belajar di kelas saya pada pagi ini.” Ucap ibu dosen dengan tampang sangar ditambah kacamata bulatnya yang menutupi hidungnya.
“ Maaf, saya telat bu, kalau ibu berkenan izinkan saya untuk belajar pagi ini di kelas ibu.” Pinta ku pada ibu dosen dengan senyum ramah yang dipaksakan.
“ Tidak bisa mas, di peraturan tidak bisa masuk ke kelas jika mas telat lebih dari 15 menit. Dan otomatis juga mas tidak bisa mengikuti mata kuliah yang bersangkutan.” Jawab ibu dosen sembari mengetuk meja dengan spidolnya.
“ Yah, bu. Saya tahu saya salah, akan tetapi, memangnya peraturan itu segalanya?? Peraturan lebih tinggi daripada nilai yang ingin dicapai oleh manusia??. Peraturan lebih tinggi dari segala Ilmu yang tersedia di bumi ini?. Saya minta, izinkan saya untuk bisa belajar pada kelas ibu, toh belajar kan tidak memandang suatu peraturan dan peraturan itu bukan suatu fatwa dari Tuhan yang tak bisa kita ganggu gugat kan bu??.” Tak terasa olehku ucapanku serasa orang bijak yang mengajar ilmu agama kepada anak didiknya.
Perdebatan pagi itu, akhirnya aku menangkan dengan kompromi, aku tidak bisa tanda tangan pada absensi. Persetan dengan itu, yang terpenting bukan seberapa sering kita tanda tangan akan tetapi seberapa besar manfaat yang dapat kita terima dan implementasikan kepada lingkungan sekitar kita. Percuma saja absensi penuh sebagai mahasiswa tetapi tidak memiliki dampak kepada khalayak umum, bukankah Tri Dharma perguruan tinggi menyiratkan mahasiswa harus memiliki suatu pengabdian pada masyarakat?? Ya, itulah tanggung jawab moral kita sebagai mahasiswa kepada manusia lain yang butuh pertolongan dari kita. Percuma kita memiliki IPK tinggi jika tidak berguna bagi masyarakat luas, toh masyarakat luas tidak terlalu mementingkan gelar yang ada pada diri kita, yang terpenting kan apa yang sudah kita sumbangsihkan pada masyarakat luas.
Kartu tanda mahasiswa sudah ditangan, sekarang tinggal bagaimana aku mengembalikan kartu ini pada pemiliknya, dewiku, Tiara. Ah, peluang emas seperti ini sangat lah jarang aku dapatkan. Sesaat kuliah selesai, aku lantas pergi mencari yang namanya Tiara. Mahasiswi s1 Hukum. Berjalan kesana kemari, tidak juga kutemukan yang namanya Tiara. Karena azan zuhur sudah berkumandang, aku putuskan untuk ke musala fakultas untuk salat terlebih dahulu. Setelah salat, di waktu aku sedang memakai sepatu, berjalan lah ia, dengan kedua temannya dihadapanku yang saat itu sedang mengikat tali sepatu kananku. Dengan spontan ku sapa dia,
“ Hei, Tiara.” Dengan senyum ramah dan sepatu belum terpasang di kaki kiri ku berjalan menghampirinya.
“ Hei, siapa ya?? Kok tau namaku?” Tanya dia dengan penuh kebingungan dengan menatap kedua temannya.
“ Aku Durma. Aku tau nama kamu dari kartu tanda mahasiswa. Tadi pagi aku temukan terjatuh di tangga lantai 2 dan terinjak oleh ku.” Jawabku dengan mengulurkan tangan kananku untuk berjabat dengan tangannya.
“ Oh, iya?. Aku baru sadar nih. Terima kasih ya, Durma atas kebaikanmu.” Ia menjawab dengan menjabat tangan kananku dan mengecek kartunya serta memasukkannya ke dalam tas kecilnya.
“ Sama-sama, dengan senang hati.” Jawabku penuh dengan kesumringahan yang terpancar dari tawa kecilku.
“ Aku pamit dulu ya, mau ada kelas lagi, sekali lagi terima kasih ya atas kebaikanmu.” Mengulurkan tangan kanannya kembali dan menjabat tangan kananku kembali.
Percakapan singkat itu selesai, ia pergi dengan kedua temannya dan aku sendiri dilimpahkan dengan biusan yang masih terasa dari tatapan matanya seakan luluh hatiku, kedua bola matanya yang bulat serasa melemahhkan jantungku, dan pipinya yang menggemaskan seolah-olah mencubit hatiku. Indah nian ciptaan Tuhan dengan segala kemurniannya. Amboi memenag, kebahagiaan hati mudah dirasakan ketika kita bersama dengan orang yang kita sukai walaupun kita belum mengenalnya secara seksama. Ini yang dinamakan cinta dan ini yang sedang kurasakan, ini cinta bukan hasrat. Duduklah aku kembali sembari memakai sepatu di kaki kiriku. Berharap kejadian seperti itu akan terulang kembali, semoga.
Diubah oleh kukang1848 17-12-2016 16:55


anasabila memberi reputasi
1
1.8K
18


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan