- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Permintaan maaf seorang pemimpin


TS
BeritagarID
Permintaan maaf seorang pemimpin

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memberi keterangan kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam pengenalan aplikasi JAGA di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Insiden penghentian acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) 6 Desember 2016 di Sabuga Bandung punya banyak versi. Ada versi pihak kepolisian. Ada versi pihak ormas. Ada juga versi panitia kegiatan KKR.
Menurut polisi, seperti dikutip detik.com, tidak ada aksi pembubaran kegiatan tersebut. Yang terjadi, menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto, ada kesepakatan untuk menghentikan acara karena ada beberapa syarat administratif yang belum dipenuhi.
Kesepakatan itu diambil terkait dengan kedatangan ormas Pembela Ahlussunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Indonesia (DDI) yang membawa sekitar 300 orang memprotes kegiatan itu.
Namun situasi panas di Sabuga Bandung itu rupanya tidak muncul mendadak.
Keterangan polisi tentang kronologi acara kebaktian tersebut, yang disampaikan oleh Kasubaghumas Polrestabes Bandung Kompol Reny Marthaliana, menyebutkan "Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Winarto bersama Kasat Intelkam dan Kasat Narkoba berkoordinasi dengan Kesbanglinmas Kota Bandung dan panitia KKR untuk mencari solusi terbaik". Keterangan itu mengindikasikan ada situasi panas sejak pagi hari.
Belakangan, setelah kasus ini menjadi sorotan banyak pihak, PAS membantah melakukan pembubaran kegiatan KKR. Dalam klarifikasinya, seperti dilansir detik.com, PAS mengaku hanya mengingatkan pihak panitia KKR bahwa jadwal peribadatan sudah habis waktunya pada pukul 16:00.
Pernyataan ini berbeda dengan tuntutan PAS ketika mendatangi tempat kegiatan KKR. Yang menjadi sorotan saat itu, seperti disampaikan Ketua PAS Muhammad Roin, "Kita menyarankan kegiatannya dilakukan di tempat semestinya sesuai undang-undang. Ya acara Natal dilakukan di gereja, bukan di Gedung Sabuga."
Berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh polisi, pihak panitia KKR mengaku telah memenuhi seluruh urusan administrasi, perizinan, dan seluruh prosedur hukum untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Panitia KKR memang tidak menyebut adanya pembubaran kegiatan; melainkan kegiatan tersebut diganggu dan mereka mendapatkan intimidasi dari kedua ormas.
Tidak ada laporan mengenai korban kekerasan dalam insiden tersebut. Kegiatan terhenti secara damai. Meski begitu, insiden tersebut menyuguhkan pemandangan intoleransi di salah satu pojok kehidupan berbangsa kita.
Yang menarik dari kasus terhentinya kegiatan peribadatan tersebut adalah respon Walikota Bandung Ridwan Kamil. Beberapa jam setelah kegiatan itu terhenti, lewat akun Instagramnya Ridwan Kamil menyampaikan permohonan maaf atas insiden di wilayahnya itu.
Permintaan maaf dari seorang pemimpin daerah atas sebuah insiden terkait sikap intoleran dalam beragama di wilayahnya adalah sebuah sikap yang jarang kita temukan.
Dengan pernyataan maaf yang sangat lugas dan cepat itu, Emil -demikian Ridwan Kamil biasa dipanggil- seperti mengirimkan sinyal bahwa ada yang tidak beres dalam insiden di Sabuga tersebut -lebih dari sekadar urusan administrasi prosedural.
Permintaan maaf itu pastilah terkait dengan hal-hal yang sangat mendasar, yang telah dilanggar atau tidak bisa diwujudkan. Hal mendasar itu secara eksplisit disebutkan dalam pernyataan Emil lewat akun Facebooknya: hak beribadah adalah hak fundamental warga Indonesia yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pernyataan itu terlihat normatif. Namun, di tengah kebiasaan pejabat mencari selamat dengan mengikuti apa pun permintaan intimidatif dari massa yang besar, pernyataan itu menjadi terasa sebagai sebuah sikap dan keberpihakkan yang kuat kepada konstitusi.
Pada pernyataan berikutnya, publik segera tahu bahwa sikap Emil tidak berhenti sebagai wacana, melainkan juga sangat operasional. Sebagai Walikota Bandung, pada pernyataan berikutnya, Emil dengan tegas menyebutkan bahwa kegiatan ibadah keagamaan tidak memerlukan izin formal dari lembaga negara. Surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian saja sudah cukup.
Dalam pernyataan itu Emil juga memperlihatkan pemahaman yang jernih atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006. SKB 2 Menteri ini sempat dikait-kaitkan dengan izin penyelenggaraan kegiatan beribadah. Padahal SKB itu lebih terkait dengan izin pendirian bangunan ibadah.
Selain itu Emil melarang kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan. Berlebihankah Emil? Tidak. Pasal 175 KUHP dengan terang menyebutkan hukuman bagi siapa pun yang merintangi kegiatan ibadah keagamaan.
Dan di luar dugaan, masih dalam pernyataan yang sama, Emil menuntut ormas yang terlibat dalam insiden di Sabuga itu untuk meminta maaf.
Apakah ormas akan memenuhi tuntutan Pak Walikota? Entahlah.
Yang pasti, permintaan maaf Ridwan Kamil adalah sebuah pesan: seorang pemimpin harus mengayomi dan memastikan terpenuhinya hak konstitusional warganya. Jika belum mampu, minta maaflah tanpa harus merasa malu.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...orang-pemimpin
---
Baca juga dari kategori EDITORIAL :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
3.1K
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan