- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Timbunan Hasrat atau Cinta?


TS
kukang1848
Timbunan Hasrat atau Cinta?
Sehari setelah hari dimana mata ku terpincut oleh keindahannya, ku cari tahu tentang pedalamannya ke berbagai teman yang ku kenal dan tidak ku kenal. Keindahannya membuat pribadiku berubah 180 derajat. Yang tadinya diriku pemalu untuk mengejar wanita menjadi agresif dalam mengejar wanita. Yang tadinya aku tiada pernah berpikir untuk mencari seorang kekasih sekarang ku selalu berpikir bagaimana caranya ku mendapatkannya. Tetapi sikap seperti itu tidak terpancar pada diriku ketika disaat aku berada di lingkugan yang dekat dengan dirinya. Entah mengapa perubahan sikap itu tidak terlihat, terlalu malu?? Tidak juga. Terlalu lemah?? Tidak juga. Ah, entahlah, tetapi baru saja menatap keindahannya sudah bisa merubah diriku 180 derajat, bagaimana nanti ku bisa mendapatkannya?. Entahlah, tetapi yang terpenting bagi ku sekarang adalah bagaimana aku bisa mengetahui pedalamannya, namanya, dan juga segala yang bisa menjadi pondasi yang kokoh untuk bisa mendapatkannya. Kembali ku bertanya dalam hati, inikah hasrat?? atau inikah cinta???. Pertanyaan seperti itu menghiasi pikiranku selama mencari pedalamannya.
Suatu sore, setelah selesai mata kuliah, kurasakan perutku sudah membuka festival genderang. Keroncongan sangat, akibat dinginnya ruangan kelas dan derasnya hujan di luar sana. Berjalan dengan cepat diriku ke kantin kampus. Ditengah hiruk pikuk hujan yang menjatuhi bumi, aku berjalan dengan kecepatan bak kereta ekspress jarak jauh.
“ Dur, mau kemana??” teriak Adam sambil mengangkat tangan kanannya dari arah lorong depan menuju kantin.
Persetan, perut lagi lapar disapa dengan begitu semangatnya oleh Adam. Raungku dalam hati.
“ Mau ke kantin nih Dam, mau ikut juga?” Tanya ku ke Adam yang sudah berada disamping ku.
“ Boleh, sembari nunggu hujan reda, enak juga ngopi di kantin, tapi…”. Jawab Adam dengan senyum nya seolah mengiba ingin ditraktir.
“ Ya, you punya senyum udah mengindikasikan mau ditraktir kan?? Yaudah cepat kita ke kantin.”
Berjalan lah kami berdua ke kantin. Baju setengah basah akibat kena cipratan hujan yang sangat deras. Ternyata kondisi kantin teramat penuh. Hampir tidak terlihat oleh ku ada bangku dan meja kosong yang dapat kami tempati. Akhirnya, aku suruh Adam untuk mencarikan tempat yang kosong sekalian menitipkan makanan apa yang akan aku pesan. Aku ke kamar mandi sebentar untuk buang air kecil dan cuci muka. Dan, sesaat aku keluar kamar mandi, Adam melambaikan tangan kepadaku untuk segera ke tempat yang sudah didapatkan. Kesana lah aku, duduk dengan penuh semangatnya karena nasi padang sudah di depan mata. Ketika menyuap nasi ke dalam mulutku, dia yang kemarin ku agungkan keindahannya duduk di meja sebelah ku. Degup jantung berdetak kencang, melampiaskan hasrat yang tertimbun dalam hati. Hasrat?? Inikah hasrat? Atau inikah cinta??. Entahlah, degup jantung semakin tak tertahankan, pikiran melayang entah kemana, satu suap nasi padang yang sudah ku makan, sudah mengenyangkan perutku ketika melihat dia. Ah, dewi, suaramu lemah lembut, perangaimu memancarkan keindahan bintang di malam hari.
“ Dur, kamu punya makanan tidak dilanjutkan makannya??” Tanya Adam disaat aku berpaling ke wajah indahnya.
“ Ah, iya, apa??? Oh, makan saja nih punya ku, sudah kenyang aku dibuatnya” jawab aku terkaget-kaget.
“ Ok, Dur, sudah kenalan lah, orangnya udah disamping lu. Tunjukkin kejantanan lu. Apa perlu gua yang kenalin??” jawab Adam dengan kesoktauannya mengenai perasaan ku.
“ Sudah you diam saja. Makan tuh nasi padangnya. Emangnya kejantanan diperlihatkan saat kita ingin berkenalan dengan perempuan yah?. Lagipula gua sudah mencari tahu mengenai perangainya kok.” ucap ku dengan penuh kejengkelan karena ia membuat fokusku hilang sekejap.
Ah, bimbang. Hasrat, cinta, hasrat, cinta. Ah, mengapa manusia harus mengalami fase dimana harus bimbang seperti ini?. Jengkel sekaligus bahagia dibuatnya. Ah, engkau dewi, saat kau senyum bermekaran bunga di taman hatiku, saat kau tertawa redup kegelapan di jiwaku. Ya, mungkin selama aku mencari tahu mengenai perangainya, ku kagumi dulu keindahaanya dari jauh, keindahaan dari apa yang dia pancarkan.
Jam tangan di tangan kananku menunjukkan pukul 15.00 WIB. Ia dan kedua temannya bergegas pergi karena hujan telah reda, hanya menyisakkan awan cerah di sore hari dan tumpahan air yang membasahi bumi. Adam juga sudah selesai makan nasi padangnya dan minum kopi nya. Kusuruhlah ia membayar itu semua, dan ia membayarnya.
“ Mau sampai kapan Dur seperti ini??. Mengagumi hanya dari jauh, hanya menatapnya dari jauh, hanya mendengar suaranya tanpa pernah berbincang dengannya, melihat senyum dan tawanya tanpa suatu kelucuan yang dibuat bersama dengannya??. Mau sampai kapan Dur?. Jangan terlalu lama untuk mencari tahu perangainya, nanti jauh panggang dari api lagi. Cari tahu dapat, tetapi dianya tidak kamu dapatkan.” Ucap Adam dengan nada bijak yang entah darimana keluarnya.
Hanya bisa terdiam ketika Adam berucap seperti itu. Ada benarnya juga, peluang sulit untuk didapatkan sedangkan waktu terus berjalan. Pertanyaan seperti itu seolah menuding ku dengan penuh keseriusan. Tetapi tetap, timbunan hasrat masih menyingkapi relung hatiku. Hasrat?? Cinta?? Ah, terlalu bingung untuk itu semua. Ucapan Adam masih membius pikiranku tatkala ku berjalan ke parkiran motor.
Suatu sore, setelah selesai mata kuliah, kurasakan perutku sudah membuka festival genderang. Keroncongan sangat, akibat dinginnya ruangan kelas dan derasnya hujan di luar sana. Berjalan dengan cepat diriku ke kantin kampus. Ditengah hiruk pikuk hujan yang menjatuhi bumi, aku berjalan dengan kecepatan bak kereta ekspress jarak jauh.
“ Dur, mau kemana??” teriak Adam sambil mengangkat tangan kanannya dari arah lorong depan menuju kantin.
Persetan, perut lagi lapar disapa dengan begitu semangatnya oleh Adam. Raungku dalam hati.
“ Mau ke kantin nih Dam, mau ikut juga?” Tanya ku ke Adam yang sudah berada disamping ku.
“ Boleh, sembari nunggu hujan reda, enak juga ngopi di kantin, tapi…”. Jawab Adam dengan senyum nya seolah mengiba ingin ditraktir.
“ Ya, you punya senyum udah mengindikasikan mau ditraktir kan?? Yaudah cepat kita ke kantin.”
Berjalan lah kami berdua ke kantin. Baju setengah basah akibat kena cipratan hujan yang sangat deras. Ternyata kondisi kantin teramat penuh. Hampir tidak terlihat oleh ku ada bangku dan meja kosong yang dapat kami tempati. Akhirnya, aku suruh Adam untuk mencarikan tempat yang kosong sekalian menitipkan makanan apa yang akan aku pesan. Aku ke kamar mandi sebentar untuk buang air kecil dan cuci muka. Dan, sesaat aku keluar kamar mandi, Adam melambaikan tangan kepadaku untuk segera ke tempat yang sudah didapatkan. Kesana lah aku, duduk dengan penuh semangatnya karena nasi padang sudah di depan mata. Ketika menyuap nasi ke dalam mulutku, dia yang kemarin ku agungkan keindahannya duduk di meja sebelah ku. Degup jantung berdetak kencang, melampiaskan hasrat yang tertimbun dalam hati. Hasrat?? Inikah hasrat? Atau inikah cinta??. Entahlah, degup jantung semakin tak tertahankan, pikiran melayang entah kemana, satu suap nasi padang yang sudah ku makan, sudah mengenyangkan perutku ketika melihat dia. Ah, dewi, suaramu lemah lembut, perangaimu memancarkan keindahan bintang di malam hari.
“ Dur, kamu punya makanan tidak dilanjutkan makannya??” Tanya Adam disaat aku berpaling ke wajah indahnya.
“ Ah, iya, apa??? Oh, makan saja nih punya ku, sudah kenyang aku dibuatnya” jawab aku terkaget-kaget.
“ Ok, Dur, sudah kenalan lah, orangnya udah disamping lu. Tunjukkin kejantanan lu. Apa perlu gua yang kenalin??” jawab Adam dengan kesoktauannya mengenai perasaan ku.
“ Sudah you diam saja. Makan tuh nasi padangnya. Emangnya kejantanan diperlihatkan saat kita ingin berkenalan dengan perempuan yah?. Lagipula gua sudah mencari tahu mengenai perangainya kok.” ucap ku dengan penuh kejengkelan karena ia membuat fokusku hilang sekejap.
Ah, bimbang. Hasrat, cinta, hasrat, cinta. Ah, mengapa manusia harus mengalami fase dimana harus bimbang seperti ini?. Jengkel sekaligus bahagia dibuatnya. Ah, engkau dewi, saat kau senyum bermekaran bunga di taman hatiku, saat kau tertawa redup kegelapan di jiwaku. Ya, mungkin selama aku mencari tahu mengenai perangainya, ku kagumi dulu keindahaanya dari jauh, keindahaan dari apa yang dia pancarkan.
Jam tangan di tangan kananku menunjukkan pukul 15.00 WIB. Ia dan kedua temannya bergegas pergi karena hujan telah reda, hanya menyisakkan awan cerah di sore hari dan tumpahan air yang membasahi bumi. Adam juga sudah selesai makan nasi padangnya dan minum kopi nya. Kusuruhlah ia membayar itu semua, dan ia membayarnya.
“ Mau sampai kapan Dur seperti ini??. Mengagumi hanya dari jauh, hanya menatapnya dari jauh, hanya mendengar suaranya tanpa pernah berbincang dengannya, melihat senyum dan tawanya tanpa suatu kelucuan yang dibuat bersama dengannya??. Mau sampai kapan Dur?. Jangan terlalu lama untuk mencari tahu perangainya, nanti jauh panggang dari api lagi. Cari tahu dapat, tetapi dianya tidak kamu dapatkan.” Ucap Adam dengan nada bijak yang entah darimana keluarnya.
Hanya bisa terdiam ketika Adam berucap seperti itu. Ada benarnya juga, peluang sulit untuk didapatkan sedangkan waktu terus berjalan. Pertanyaan seperti itu seolah menuding ku dengan penuh keseriusan. Tetapi tetap, timbunan hasrat masih menyingkapi relung hatiku. Hasrat?? Cinta?? Ah, terlalu bingung untuk itu semua. Ucapan Adam masih membius pikiranku tatkala ku berjalan ke parkiran motor.
Diubah oleh kukang1848 17-12-2016 16:55


anasabila memberi reputasi
1
813
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan