- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ancaman hukuman bagi penyebar hoax! Hati - hati


TS
kangjati
Ancaman hukuman bagi penyebar hoax! Hati - hati


Ancaman hukuman berat berupa pidana 6 tahun dengan denda Rp1 miliar, bakal dikenakan terhadap siapa saja yang menyebarkan berita bohong alias hoax.
Gan gunain ya Internet sebaik-baiknya
Gan gunain ya Internet sebaik-baiknya


Polisi mengintip penyebar kabar bohong
© Kiagus Aulianshah /Beritagar.id
Quote:
Peringatan ini disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisaris Besar Rikwanto. Terkait, maraknya percakapan di media sosial tentang gerakan rush money.
Pekan lalu, sempat ramai tersiar kabar di media sosial tentang wacana sekaligus ajakan untuk menarik uang dari bank. Gerakan itu akan dilakukan jika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak jadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Memang tak jelas awal mula informasi seputar gerakan rush money tersebut. Yang pasti, Menteri Koordinator Ekonomi, Darmin Nasution, memberi tanggapan keras. Ia menilai pihak-pihak yang menyebarkan gerakan rush money adalah orang-orang yang tidak mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pun meminta masyarakat tidak terpengaruh gerakan itu. Sri meyakini bahwa gerakan rush money yang bisa merusak perekonomian ini memiliki target lain.
Aksi itu bila dilakukan akan merusak kepentingan masyarakat miskin. Dan tentu saja gerakan itu sangat bertentangan dengan apa yang mereka tuntut dalam demo sebelumnya.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, memastikan berita tentang gerakan rush money adalah kabar bohong, alias hoax. Masyarakat diminta tidak terpengaruh. Ia memerintahkan Badan Reserse Mabes Polri untuk menangkap pelaku penyebaranberita tersebut.
Menurut polisi yang bakal ditangkap tak sekadar pembuat berita rush money, tapi juga penyebarnya. Artinya, siapapun yang menyebarkan hoax tentang rush money, tersebut harus siap-siap untuk ditangkap polisi.
Bila Polri konsisten menjalankan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE, banyak hal yang harus dipersiapkan oleh polisi. Misalnya saja, bagaimana memonitor percakapan di media sosial.
Pengguna internet di Indonesia, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) pada tahun 2014 saja sudah mencapai 252,4 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 87,4 persen menggunakan koneksi internet untuk berjejaring sosial.
Pengguna internet memanfaatkan berbagai macam platform media sosial. Posting dan percakapan di aneka platform tersebut, ratusan juta jumlahnya. Twitter misalnya, rata-rata 661 juta kicauan per hari selama satu bulan. Belum lagi di Facebook dan platform yang lain.
Dari ratusan juta percakapan setiap hari di media sosial tersebut bagaimana memilah konten yang melanggar Pasal 28 Ayat 1 UU ITE. Artinya polisi harus bergelut dengan big data percakapan media sosial yang begitu rumit.
Polisi juga mesti memastikan kabar bohong seperti apa yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Pasal tersebut jangan sampai jadi pasal karet yang bisa menjerat berbagai kiriman oleh publik secara sewenang-wenang.
Kabar bohong, mesti diakui sering bertebaran di media sosial. Dan kebiasaan netizen dengan gampang melakukan amplifikasi dengan membagikan ulang tanpa mengecek kebenaran informasi tersebut, kini menjadi ancaman serius.
Kabar yang beredar lewat media sosial, yang terkadang tak jelas sumbernya, tak layak disebarkan ke publik. Lebih baik menunda penyiaran kabar-kabar seperti itu, dari pada terjerumus pada penyesatan publik. Ujungnya malah bisa meresahkan.
Netizen, tak cukup hanya diminta berhati-hati ketika akan ikut menyebarkan sebuah informasi. Melek media menjadi penting agar bisa memilah mana yang layak untuk dipercaya atau tidak.
Pengguna media sosial juga harus paham, mana berita bohong mana yang bukan. Kiat yang sederhana adalah mengetahui kredibilitas media yang memuat berita tersebut. Bila media yang awal menyebarkan berita tersebut jelas kredibilitasnya, besar kemungkinan media tersebut tidak akan membuat berita bohong.
Masalahnya bagaimana netizen bisa tahu kredibilitas sebuah media? Memang tidak gampang. Namun setidaknya, kredibilitas media bisa dilihat dari kejelasan status badan hukum perusahaan yang menaungi media tersebut, serta nama pengelolanya.
Untuk mengecek hal tersebut bisa dilakukan melalui Dewan Pers (DP). Di Indonesia, menurut data DP, ada 1.178 media yang terdaftar. Media tersebut mengisi formulir registrasi, yang antara lain menyebut, bentuk badan hukum, nama perusahaan, nama media dan penanggung jawab, alamat kantor, jumlah wartawan dan sebagainya.
Dan yang amat penting, media yang teregistrasi ini, menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam operasionalnya. Apakah media yang terdaftar ini bisa disebut terpercaya? Minimal bila berita yang ditulis media tersebut bohong, pengelolanya akan lebih dahulu dimintai pertanggungjawaban.
Arus pemberitaan yang begitu hebat dalam era keterbukaan informasi saat ini, memang tak bisa dibendung. Meski begitu kita juga paham, bahwa derasnya informasi tersebut butuh penyaring.
Pada akhirnya literasi media menjadi penting untuk siapa saja. Pemahaman individu tentang media, akan menjadi penyaring terbaik. Individu dengan sadar menentukan sebuah informasi layak diabaikan, atau sebaliknya dibagikan ulang.
Kesadaran tersebut lengkap dengan risiko masuk bui dan denda besar, bila ternyata berita yang disebarkan ulang adalah berita bohong.
Pekan lalu, sempat ramai tersiar kabar di media sosial tentang wacana sekaligus ajakan untuk menarik uang dari bank. Gerakan itu akan dilakukan jika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak jadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Memang tak jelas awal mula informasi seputar gerakan rush money tersebut. Yang pasti, Menteri Koordinator Ekonomi, Darmin Nasution, memberi tanggapan keras. Ia menilai pihak-pihak yang menyebarkan gerakan rush money adalah orang-orang yang tidak mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pun meminta masyarakat tidak terpengaruh gerakan itu. Sri meyakini bahwa gerakan rush money yang bisa merusak perekonomian ini memiliki target lain.
Aksi itu bila dilakukan akan merusak kepentingan masyarakat miskin. Dan tentu saja gerakan itu sangat bertentangan dengan apa yang mereka tuntut dalam demo sebelumnya.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, memastikan berita tentang gerakan rush money adalah kabar bohong, alias hoax. Masyarakat diminta tidak terpengaruh. Ia memerintahkan Badan Reserse Mabes Polri untuk menangkap pelaku penyebaranberita tersebut.
Menurut polisi yang bakal ditangkap tak sekadar pembuat berita rush money, tapi juga penyebarnya. Artinya, siapapun yang menyebarkan hoax tentang rush money, tersebut harus siap-siap untuk ditangkap polisi.
Quote:
Polisi akan menggunakan Pasal 28 Ayat 1, UU No.11/2008 tentang Informasi Transaksi ELektronik (UU ITE).
Pasal ini menyebut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman hukumannya ada di Pasal 45, Ayat 2: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal ini menyebut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman hukumannya ada di Pasal 45, Ayat 2: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bila Polri konsisten menjalankan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE, banyak hal yang harus dipersiapkan oleh polisi. Misalnya saja, bagaimana memonitor percakapan di media sosial.
Pengguna internet di Indonesia, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) pada tahun 2014 saja sudah mencapai 252,4 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 87,4 persen menggunakan koneksi internet untuk berjejaring sosial.
Pengguna internet memanfaatkan berbagai macam platform media sosial. Posting dan percakapan di aneka platform tersebut, ratusan juta jumlahnya. Twitter misalnya, rata-rata 661 juta kicauan per hari selama satu bulan. Belum lagi di Facebook dan platform yang lain.
Dari ratusan juta percakapan setiap hari di media sosial tersebut bagaimana memilah konten yang melanggar Pasal 28 Ayat 1 UU ITE. Artinya polisi harus bergelut dengan big data percakapan media sosial yang begitu rumit.
Polisi juga mesti memastikan kabar bohong seperti apa yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Pasal tersebut jangan sampai jadi pasal karet yang bisa menjerat berbagai kiriman oleh publik secara sewenang-wenang.
Kabar bohong, mesti diakui sering bertebaran di media sosial. Dan kebiasaan netizen dengan gampang melakukan amplifikasi dengan membagikan ulang tanpa mengecek kebenaran informasi tersebut, kini menjadi ancaman serius.
Kabar yang beredar lewat media sosial, yang terkadang tak jelas sumbernya, tak layak disebarkan ke publik. Lebih baik menunda penyiaran kabar-kabar seperti itu, dari pada terjerumus pada penyesatan publik. Ujungnya malah bisa meresahkan.
Netizen, tak cukup hanya diminta berhati-hati ketika akan ikut menyebarkan sebuah informasi. Melek media menjadi penting agar bisa memilah mana yang layak untuk dipercaya atau tidak.
Pengguna media sosial juga harus paham, mana berita bohong mana yang bukan. Kiat yang sederhana adalah mengetahui kredibilitas media yang memuat berita tersebut. Bila media yang awal menyebarkan berita tersebut jelas kredibilitasnya, besar kemungkinan media tersebut tidak akan membuat berita bohong.
Masalahnya bagaimana netizen bisa tahu kredibilitas sebuah media? Memang tidak gampang. Namun setidaknya, kredibilitas media bisa dilihat dari kejelasan status badan hukum perusahaan yang menaungi media tersebut, serta nama pengelolanya.
Untuk mengecek hal tersebut bisa dilakukan melalui Dewan Pers (DP). Di Indonesia, menurut data DP, ada 1.178 media yang terdaftar. Media tersebut mengisi formulir registrasi, yang antara lain menyebut, bentuk badan hukum, nama perusahaan, nama media dan penanggung jawab, alamat kantor, jumlah wartawan dan sebagainya.
Dan yang amat penting, media yang teregistrasi ini, menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam operasionalnya. Apakah media yang terdaftar ini bisa disebut terpercaya? Minimal bila berita yang ditulis media tersebut bohong, pengelolanya akan lebih dahulu dimintai pertanggungjawaban.
Arus pemberitaan yang begitu hebat dalam era keterbukaan informasi saat ini, memang tak bisa dibendung. Meski begitu kita juga paham, bahwa derasnya informasi tersebut butuh penyaring.
Pada akhirnya literasi media menjadi penting untuk siapa saja. Pemahaman individu tentang media, akan menjadi penyaring terbaik. Individu dengan sadar menentukan sebuah informasi layak diabaikan, atau sebaliknya dibagikan ulang.
Kesadaran tersebut lengkap dengan risiko masuk bui dan denda besar, bila ternyata berita yang disebarkan ulang adalah berita bohong.
Gan jangan sesekali ya ngebuat berita hoax begini,
coba untungnya apa bagi lo?
Bila benar itu berita mending cari kebenarannya dulu dan fakta yang pasti.

Bisalah lo tunjukin tuh kalo lo sebagai pengguna internet yang positif.
Berbuat baik juga kan lo pasti dapet pahala juga hehe
coba untungnya apa bagi lo?
Bila benar itu berita mending cari kebenarannya dulu dan fakta yang pasti.

Bisalah lo tunjukin tuh kalo lo sebagai pengguna internet yang positif.

Berbuat baik juga kan lo pasti dapet pahala juga hehe
Jangan lupa gan Like & Share Thread yg ane buat ya 

Quote:


Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng deh

Sumur:
Beritagar.id
Beritagar.id
Jangan lupa cek thread ane yang lain gan 

Quote:
- 5 kata Bahasa Indonesia yang selama ini sering salah digunakan
- Menurut agan Setya Novanto perlu mundur atau nggak
- Terungkap, 5 provinsi di Indonesia yang suka BAB sembarangan. Cek gan!
- Yuk gan cari tahu sejarah lampu lalu lintas
- 4 Pertanyaan penting saat kencan pertama
- 5 es krim kekinian di Instagram yang wajib agan coba
- 6 tips liburan murah buat agan-agan
- Minum air gak harus 8 gelas sehari gan
- Kontes adu jelek di Zimbabwe ricuh karena yang menang masih dianggep ganteng (FOTO)
- Agan tipe anak kos yang kaya gimana?
- Jangan sekali-kali kabur dari razia polisi kalo gak mau kaya gini gan (FOTO)
- Sedih gan, orang-orang ini ga dikasih main Facebook gara-gara namanya
- Pemandangan sungai di Jakarta yang sempet bikin heboh nih gan! (FOTO)
- 5 tips hemat BBM
- Serba paling di Hari Film Nasional
- Salahkah jika perempuan bekerja dan laki-laki menjadi ayah rumah tangga?
- Keahlian khusus yang dicari perusahaan tahun 2021 nanti
- Cara mencegah obesitas sejak masih kecil
- Bincang eksklusif dengan Anies Baswedan: Saya tidak mengira akan diganti
- 8 fakta pacaran masa kini yang bisa bikin agan-agan kecewa
- Hati-hati, hal ini bisa bikin agan gak subur
- Mengenal enam istilah soal kedaluwarsa makanan dan minuman
- Saudara kembar Mirna: Sudah jelas kok siapa pembunuhnya!

Diubah oleh kangjati 22-11-2016 16:23
0
2.5K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan