- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Upaya menghindar dari bencana


TS
BeritagarID
Upaya menghindar dari bencana

Kerugian bencana hidrometeorologi Rp30 triliun per tahun.
Akhir tahun ini aneka bencana terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan di daerah yang selama ini tidak termasuk rawan bencana pun terjadi. Kota Bandung, misalnya, mulai terendam banjir. Beberapa mobil terseret arus, dan korban jiwa pun jatuh.
Di Trenggalek Jawa Timur, hujan es turun cukup kencang. Di Gorontalo, hujan terus turun melumpuhkan aktivitas ekonomi, karena dua kecamatan terendam banjir. Di Makassar, Sulawesi Selatan, material longsoran masih menutup jalan. Di daerah lain terjadi juga peristiwa serupa.
Tahun ini sampai bulan November, tercatat ada 1.985 kejadian bencana alam. Inilah rekor tertinggi di Indonesia dalam jumlah peristiwa sepanjang 10 tahun terakhir.
Sebagai perbandingan jumlah kejadian bencana selama 10 tahun terakhir sesuai catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), adalah: Tahun 2007 (816 bencana), 2008 (1.073), 2009 (1.246), 2010 (1.941), 2011 (1.633), 2012 (1.811), 2013 (1.674), 2014 (1.967), dan 2015 (1.677).
BNPB memperkirakan jumlah peristiwa masih akan terus bertambah. Penyebabnya adalah belum semua kejadian bencana yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dilaporkan ke BNPB.
Pemicu bencana antara lain adalah curah hujan masih terus meningkat, puncaknya akan terjadi pada Januari 2017. Diprediksi bencana yang bakal terjadi sampai awal tahun depan, adalah banjir, longsor, dan puting beliung.
Meskipun bencana yang terjadi di berbagai wilayah oleh BNPB tidak dikategorikan bencana alam besar, namun dari jumlah korban dan ekonomi, bisa dibilang besar.
Dampak yang ditimbulkan oleh bencana selama tahun 2016 adalah: Sebanyak 375 orang tewas, 383 jiwa luka-luka, 2,52 juta jiwa harus mengungsi. Selain itu lebih dari 34 ribu rumah rusak. Kerugian itu belum dihitung jumlah infrastruktur yang rusak, misalnya tanggul sungai yang jebol serta jalan yang tergerus air. Dari 1.985 bencana, banjir menjadi peristiwa yang paling banyak terjadi yaitu 659 kejadian. Selanjutnya puting beliung 572 kejadian, longsor 485, kebakaran hutan dan lahan 178, kombinasi banjir dan longsor 53, gelombang pasang dan abrasi 20, gempa bumi 11, dan erupsi gunung berapi 7 kejadian.
Sedang dari banyaknya korban, tanah longsor merupakan bencana yang menimbulkan korban tewas paling banyak yaitu 161 jiwa. Sedangkan banjir menyebabkan 136 jiwa tewas. Kombinasi banjir dan longsor 46 tewas, puting beliung 20 jiwa, erupsi gunung berapi 7 jiwa, gempa bumi 3 jiwa, dan kebakaran hutan dan lahan 2 jiwa.
Bila dirupiahkan, menurut Kepala BNPB, Willem Rampangilei, kerugian akibat bencana alam dalam lima tahun terakhir, rata-rata per tahun mencapai Rp30 triliun. Kerugian sebesar itu hanya untuk bencana rutin hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, tahun ini wilayah Indonesia mengalami La Nina. La Nina, memicu menguatnya Dipole Mode negatif dan panasnya perairan muka air laut di sekitar Indonesia. Akibatnya curah hujan menjadi ekstrem dan angin puting beliung. Keduanya memicu terjadinya banjir dan longsor.
Pemanasan global, memang tengah melanda dunia. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, kenaikan suhu global tahun ini mencapai 1,2 derajat Celsius.
Di beberapa wilayah Arktik (Kutub Utara) yang masuk Rusia, kenaikan suhu rata-rata global 1,2 derajat celsius itu setara dengan peningkatan 6-7 derajat celsius dari rata-rata suhu lokal. Beberapa daerah Arktik lain, seperti Alaska dan barat laut Kanada, suhu meningkat 3 derajat celsius.
Di Indonesia, BMKG memang belum merilis rata-rata kenaikan suhu ini. Namun tren kecenderungan global tentu saja tidak mengecualikan Indoenesia.
Fenomena alam memang memicu terjadinya bencana alam. Namun jangan lupa penyebab terbesar terjadinya bencana, adalah kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia. Kritisnya daerah aliran sungai (DAS) jamak terjadi di berbagai daerah. Akibatnya, DAS tak lagi punya kemampuan menampung air dari curah hujan yang tinggi.
Begitu pun tata ruang yang kacau. Alih fungsi lahan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, mengabaikan kepentingan ekologi. Lahan resapan malah menjadi pemukiman mewah, sementara DAS menjadi kawasan industri.
Padahal bila dikalkulasi lebih cermat, akibat karut-marut perencanaan tata ruang, malah menjadi penyebab kerugian ekonomi. Bahkan bisa jadi kerugian yang ditimbulkan, lebih besar daripada hasil yang dicapai oleh pertumbuhan.
Harus menjadi kesadaran bersama, terutama oleh para pemangku kebijakan. Topografi Indonesia, memang menempatkan beberapa wilayah pada kategori rawan bencana.
Dalam perhitungan BNPB, setidaknya ada 64 juta jiwa masyarakat yang berpotensi terpapar banjir dengan intensitas sedang hingga tinggi. Sedang yang berpotensi terpapar longsor sedang hingga tinggi, sebanyak 40,9 juta jiwa. Mereka disebut tinggal di zona merah (bahaya) dengan kemampuan mitigasi yang masih terbatas.
Mesti diingat kembali, Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani kesepakatan KTT Bumi di Rio de Janeiro pada 1992. Kesepakatan itu tentang pembangunan berwawasan lingkungan.
Yaitu usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal juga dengan nama pembangunan berkelanjutan.
Menghindari atau setidaknya mengurangi kerugian dan korban akibat bencana alam sangat mungkin dilakukan. Caranya antara lain dengan membuat tata ruang yang baik, yaitu menaati kesepakatan KTT Bumi Rio de Janeiro.
Korban bencana alam sudah terlalu banyak, kerugiannya tak cuma ekonomi, tapi juga jiwa yang tak bisa dihitung harganya. Pembangunan berkelanjutan sudah menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Dalam pelaksanaannya pun, harus tegas, tidak ada kompromi.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...r-dari-bencana
---
Baca juga dari kategori EDITORIAL :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
3.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan