BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Sejumlah suara dunia melunak setelah Trump terpilih Presiden

Presiden terpilih Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump.
Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat 2016 seolah mengirim gempa ke penjuru dunia.

Dengan mimbar di Hotel New York Midtown sebagai episentrum--momen ketika sang taipan properti menyampaikan pidato kemenangan--guncangan itu merambat cepat lewat televisi, portal berita, akun-akun media sosial.

Ribuan orang muda di Boston Cumiik, "(Trump) bukan Presidenku", "Trump mesti hengkang".

Berbagai indeks di pasar saham--Dow Jones Industrial Average, Hang Seng, KOSPI, Nikkei--sempat merosot.

Survei exit poll berskala nasional menguak bahwa sekitar 61 persen pemilih merasa Trump tidak memenuhi syarat menjadi Presiden AS.

Meski demikian, di luar dugaan, Trump yang dikenal acap berkomentar sekenanya atas sejumlah hal--di antaranya isu pendatang, hubungan sejenis, Islamofobia--di pusat gempa tersebut berbicara dengan tekanan rendah.

"Saya ingin masyarakat dunia tahu bahwa meski kepentingan Amerika menjadi prioritas, kami akan bersikap adil terhadap siapa saja, siapa saja--semua orang dan semua bangsa. Kami akan mencari kesamaan sikap, bukan pertentangan; kemitraan, bukan konflik," ujarnya dalam salinan pidato yang dimuat The New York Times.

Sejumlah pemimpin negara yang sebelumnya mengecam Trump sontak memilih untuk melunak.

"Meksiko dan AS adalah kawan, mitra, dan sekutu. Kami akan terus berkolaborasi untuk perkembangan kompetitif Amerika Utara," tulis Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, di akun Twitter pribadinya seperti dikutip CNN.

Pada Maret, waktu Trump menyatakan janji untuk membangun dinding pemisah yang ditujukan menampik pendatang Meksiko, Nieto mengatakan bahwa janji Trump mengingatkannya akan diktator Italia, Benito Mussolini, dan despot Jerman, Adolf Hitler.

"Sayangnya, sejarah mencatat bahwa pernyataan semacam itu...pernah mendapat panggung penting," ujarnya dilansir USA Today. "(Dengan pernyataan sejenis), Mussolini tampil, Hitler melangkah ke muka".

Di bulan yang sama, Perdana Menteri Kanada melemparkan kritik ke arah Trump dalam urusan pendatang dan pengungsi. Katanya, bersikap "terbuka dan saling menghargai adalah cara yang lebih ampuh untuk meredakan kebencian dan amarah ketimbang...mendirikan tembok tinggi dan menggulirkan kebijakan yang mengekang".

Setelah Trump meraih ambang suara elektoral--pijakan untuk menjadi presiden terpilih--Trudeau pun menembakkan pernyataan positif.

"Tak ada satu pun teman, mitra, dan sekutu yang lebih dekat dengan Kanada ketimbang Amerika Serikat," ujarnya.

Pangeran Arab Saudi, Alwaleed bin Talal bin Abdulaziz Al-Saud, tak ingin suaranya tertinggal.

Di akun Twitter pribadi, penanam modal berusia 61 tahun itu berkicau, "Anda bukan saja cela bagi (Partai Republik), tapi juga seluruh rakyat Amerika. Silakan mundur dari pencalonan sebagai Presiden AS. Anda takkan pernah bisa menang".

Melompat nyaris setahun kemudian pada 9 November, warna cuitannya pun berubah.

Tangkapan layar akun Twitter pribadi Alwaleed bin Talal.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sempat juga mengusik Trump, masih pada Desember 2015. Pada akun Twitter @IsraeliPM yang bercentang biru, dilansir USA Today, meluncur tiga cuitan yang menekankan pendirian Israel terhadap sejumlah agama.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak komentar hangat Donald Trump atas umat Islam. Negara Israel menghargai semua agama dan dengan tegas menjamin hak semua warganya. Pada waktu bersamaan, Israel bergelut melawan Islam garis keras yang membidik umat Islam, Kristen, dan Yahudi serta mengancam seluruh dunia.
Tidak semua figur penting dunia, memang, yang awalnya menyalakan kritik terhadap Trump, kemudian memutar sikap. Vladimir Putin, Presiden Rusia, salah satunya.

Sedari awal pencalonan Trump, Putin telah menjatuhkan pujiannya. Dilansir The Hill, mantan agen intelijen asing KGB itu mengatakan bahwa Trump "sangat luar biasa dan penuh bakat".

Dalam hemat Putin, bukan tugas nonwarga AS untuk menilai kualitas Trump. "Itu pekerjaan bagi para pemilih di Amerika. Tapi, ia sungguh terdepan dalam kampanye kepresidenan," ujarnya.

Tidak mengherankan Putin menjadi salah satu pemimpin mancanegara yang menyelamati Trump atas keberhasilan dalam Pemilu Presiden 2016.

Putin pun menyampaikan harapan bagi Trump untuk dapat bersama-sama menghangatkan kembali hubungan kedua negara.

Dari Jakarta, Presiden Joko "Jokowi" Widodo ikut memberikan ucapan selamat. Dilansir laman Sekretariat Kabinet, Kamis (10/11), Jokowi menyatakan "Indonesia siap untuk melanjutkan kerja sama yang saling menguntungkan dengan Amerika Serikat".

Menurut Presiden Jokowi, hasil Pemilu barusan mencerminkan kehendak mayoritas rakyat Amerika Serikat.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...pilih-presiden

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pengakuan penjarah toko di Penjaringan

- Kenapa Ahok enggan mundur dari pencalonannya?

- Kenapa gelar perkara terbuka kasus Ahok dipersoalkan?

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
22.8K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan