- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kenapa Warga Tionghoa Tidak Berhak Punya Hak Milik Di Yogyakarta


TS
mediapos
Kenapa Warga Tionghoa Tidak Berhak Punya Hak Milik Di Yogyakarta
Bersatupos.com – Kenapa warga Tionghoa tak mempunyai hak milik tanah dan bangunan di daerah Yogyakarta.
Dikutip dari Tempo, larangan warga Tionghoa memiliki tanah di DIY didasari Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada WNI Non-Pribumi. Aturan itu diteken oleh Wakil Gubernur DIY Paku Alam VIII pada 1975.
Hingga kini, kata Ketua Gerakan Anak Negeri Anti-Diskriminasi (Granad) Willie Sebastian, Badan Pertanahan Nasional di Yogyakarta tidak bersedia memberikan sertifikat hak kepemilikan tanah kepada warga Tionghoa karena ada aturan tersebut. Menurut dia, pihaknya sudah beberapa kali meminta pemerintah Yogyakarta mencabut aturan itu, tapi selalu ditolak.
Selanjutnya dilansir dari media online Teropong Senayan, Penulis Salim A Fillah menjelaskan alasan Kenapa warga Tionghoa tak mempunyai hak milik tanah dan bangunan di daerah Yogyakarta.
“Dan sejarah di Yogjakarta ini, mohon maaf, bukan SARA tapi kita ingin satu fakta sejarah. Tahu kenapa saudara-saudara Tionghoa tak punya hak girik di wilayah Yogjakarta? mereka hanya punya hak milik bangunan semata-semata,” kata Salim dalam Aksi Bela Islam terhadap dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama di Yogyakarta, Jumat (28/10/2016).
Salim melanjutkan, kala itu, Komunitas Tionghoa disebut memberikan bantuan terhadap Belanda dalam menjajah Indonesia.
“Mohon maaf, ini soal sejarah yang harus dilihat dan diakui. Pada agresi militer kedua Belanda, Desember 1948. Komunitas Tionghoa di Yogjakarta memberi sokongan kepada agresor Belanda itu,” ucapnya.
Atas pengkhianatan itu, masih kata Salim, Sultan Hamengkubowono IX mencabut hak kepemilikan tanah di Yogyakarta untuk kaum Tionghoa.
“Meskipun berkhianat kesekian kalinya terhadap negeri ini, tetap kami akui sebagai tetangga dan tidak perlu pergi dan tinggalah disini. Tapi mohon maaf, saya cabut satu hak Anda untuk memeliki tanah. Karena keserakahan sepanjang sejarah,” ucap Salim ketika menirukan pernyatan Sultan Hamengkubowono IX.
Berikut isi lengkap orasinya
Assalamualaikum wrwb.
Sesungguhnya, Umat Islam adalah umat paling penuh cinta kepada alam semesta ini sebab mereka mencita-citakan seluruh bumi tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT. Mereka rela berdampingan dengan siapa pun, bertetangga dengan menunjukan akhlak mulianya.
Tetapi, ketika dengan penuh toleransi, kita semua berada dalam lingkungan majemuk seperti sekarang ini, ada orang yang tidak punya kepekaan menjaga persatuan bangsa dan menghina sesuatu yang paling suci dan kita muliakan.
Sesungguhnya sejarah berbicara kepada kita, perdamaian Salahuddin Al Ayyubi berisi tentang syarat, orang yang paling banyak melakukan kejahatan, mengusiri kaum muslimin dari kampung-kampungnya, merampoki orang-orang yang berhaji ke Baitullah dan melakukan penistaan terhadap ayat-ayat suci diserahkan kepada hukum.
Dan sejarah di Yogjakarta ini, mohon maaf, bukan SARA tapi kita ingin satu fakta sejarah. Tahu kenapa saudara-saudara Tionghoa tak punya hak girik di wilayah Yogjakarta? mereka hanya punya hak milik bangunan semata-semata.
Mohon maaf, ini soal sejarah yang harus dilihat dan diakui. Pada agresi militer kedua Belanda, Desember 1948. Komunitas Tionghoa di Yogjakarta memberi sokongan kepada agresor Belanda itu.
Maka pada tahun 1950, ketika tegak kembali NKRI kita dari Jogjakrta ini, mereka sudah bersiap-siap eksodus. Tapi oleh Sultan Hamengkubuwono IX, mereka ditenangkan dan Sultan mengatakan, ‘Anda meskipun berkhianat kesekian kalinya terhadap negeri ini, tetap kami akui sebagai tetangga dan tidak perlu pergi dan tinggalah disini. Tapi mohon maaf, saya cabut satu hak Anda untuk memiliki tanah. Karena keserakahan sepanjang sejarah’.

http://www.bersatupos.com/kenapa-war...di-yogyakarta/
Dikutip dari Tempo, larangan warga Tionghoa memiliki tanah di DIY didasari Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada WNI Non-Pribumi. Aturan itu diteken oleh Wakil Gubernur DIY Paku Alam VIII pada 1975.
Hingga kini, kata Ketua Gerakan Anak Negeri Anti-Diskriminasi (Granad) Willie Sebastian, Badan Pertanahan Nasional di Yogyakarta tidak bersedia memberikan sertifikat hak kepemilikan tanah kepada warga Tionghoa karena ada aturan tersebut. Menurut dia, pihaknya sudah beberapa kali meminta pemerintah Yogyakarta mencabut aturan itu, tapi selalu ditolak.
Selanjutnya dilansir dari media online Teropong Senayan, Penulis Salim A Fillah menjelaskan alasan Kenapa warga Tionghoa tak mempunyai hak milik tanah dan bangunan di daerah Yogyakarta.
“Dan sejarah di Yogjakarta ini, mohon maaf, bukan SARA tapi kita ingin satu fakta sejarah. Tahu kenapa saudara-saudara Tionghoa tak punya hak girik di wilayah Yogjakarta? mereka hanya punya hak milik bangunan semata-semata,” kata Salim dalam Aksi Bela Islam terhadap dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama di Yogyakarta, Jumat (28/10/2016).
Salim melanjutkan, kala itu, Komunitas Tionghoa disebut memberikan bantuan terhadap Belanda dalam menjajah Indonesia.
“Mohon maaf, ini soal sejarah yang harus dilihat dan diakui. Pada agresi militer kedua Belanda, Desember 1948. Komunitas Tionghoa di Yogjakarta memberi sokongan kepada agresor Belanda itu,” ucapnya.
Atas pengkhianatan itu, masih kata Salim, Sultan Hamengkubowono IX mencabut hak kepemilikan tanah di Yogyakarta untuk kaum Tionghoa.
“Meskipun berkhianat kesekian kalinya terhadap negeri ini, tetap kami akui sebagai tetangga dan tidak perlu pergi dan tinggalah disini. Tapi mohon maaf, saya cabut satu hak Anda untuk memeliki tanah. Karena keserakahan sepanjang sejarah,” ucap Salim ketika menirukan pernyatan Sultan Hamengkubowono IX.
Berikut isi lengkap orasinya
Assalamualaikum wrwb.
Sesungguhnya, Umat Islam adalah umat paling penuh cinta kepada alam semesta ini sebab mereka mencita-citakan seluruh bumi tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT. Mereka rela berdampingan dengan siapa pun, bertetangga dengan menunjukan akhlak mulianya.
Tetapi, ketika dengan penuh toleransi, kita semua berada dalam lingkungan majemuk seperti sekarang ini, ada orang yang tidak punya kepekaan menjaga persatuan bangsa dan menghina sesuatu yang paling suci dan kita muliakan.
Sesungguhnya sejarah berbicara kepada kita, perdamaian Salahuddin Al Ayyubi berisi tentang syarat, orang yang paling banyak melakukan kejahatan, mengusiri kaum muslimin dari kampung-kampungnya, merampoki orang-orang yang berhaji ke Baitullah dan melakukan penistaan terhadap ayat-ayat suci diserahkan kepada hukum.
Dan sejarah di Yogjakarta ini, mohon maaf, bukan SARA tapi kita ingin satu fakta sejarah. Tahu kenapa saudara-saudara Tionghoa tak punya hak girik di wilayah Yogjakarta? mereka hanya punya hak milik bangunan semata-semata.
Mohon maaf, ini soal sejarah yang harus dilihat dan diakui. Pada agresi militer kedua Belanda, Desember 1948. Komunitas Tionghoa di Yogjakarta memberi sokongan kepada agresor Belanda itu.
Maka pada tahun 1950, ketika tegak kembali NKRI kita dari Jogjakrta ini, mereka sudah bersiap-siap eksodus. Tapi oleh Sultan Hamengkubuwono IX, mereka ditenangkan dan Sultan mengatakan, ‘Anda meskipun berkhianat kesekian kalinya terhadap negeri ini, tetap kami akui sebagai tetangga dan tidak perlu pergi dan tinggalah disini. Tapi mohon maaf, saya cabut satu hak Anda untuk memiliki tanah. Karena keserakahan sepanjang sejarah’.

http://www.bersatupos.com/kenapa-war...di-yogyakarta/
0
6.5K
74
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan